Telerasi
IIGCE 2023: Menciptakan Masa Depan yang Berkelanjutan dengan Mengoptimalkan Sumber Daya Geothermal

- RUA dan RUALB PROPAMI 2023: Catatan Penting untuk Pasar Modal - 29 September 2023 | 4:02 PM
- Langkah Strategis KPK: Meminimalisir Politik Uang di Pemilu Mendatang - 29 September 2023 | 2:50 PM
- Afriansyah Noor: Membangun Kepercayaan, Tantangan Legislator PBB di Tahun Politik - 29 September 2023 | 2:05 PM
Telerasi
Rekonstruksi Penyelesaian KDRT Perspektif Psikologi Sosial

Telegraf – Setiap manusia mendambakan kedamaian, ketenteraman dan keharmonisan dalam rumah tangga. Namun dalam perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan, diluar prediksi manusia, tentu dihadapkan dengan badai yang menerpa. Begitulah yang namanya kehidupan, tidak jarang kita temui berita-berita kekerasan dalam rumah tangga yang disiarkan baik dalam stasiun televisi maupun di internet. Kekerasan seringkali diasumsikan berupa kekerasan terhadap fisik, namun tidak hanya fisik melainkan juga kekerasan seksual, kekerasan psokologis dan kekerasan ekonomi.
Misalnya, fenomena Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dialami oleh Putri Balqis, dalam pemberitaan detik.com “Saya harap ini berjalan sesuai dengan keadilan. Saya ingin keadilan. Karena memang yang diberitakan di media, separah apa yang saya lakukan ke suami saya, saya hanya membela diri. Karena saya hampir satu jam lebih itu sudah dipukulin sama suami saya,” kata Putri Balqis di Hotman Paris 911, di Kopi Jhony, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (1/6/2023).
Selain itu, kompas.com juga mewartakan kasus seorang istri menusuk suaminya sendiri tepat di bagian leher dan punggung dengan sebilah pisau sebagai buntut percekcokan. SP (32) dan LH (32) merupakan pasangan suami-istri dengan status nikah siri. Keduanya warga Gerendeng, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang. Kapolres Metro Tangerang Kota, Kombes Pol Zain Dwi Nugroho mengatakan, peristiwa itu terjadi pada Senin, (29/5/2023) pukul 21.00 WIB.
Padahal jelas, bahwa UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pasal 1 berbunyi:
“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Serta Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga”
Jika menggunakan pendekatan Psikologi Sosial dengan teori atribusi, maka proses KDRT dapat dicegah, melalui upaya untuk memahami mengapa seseorang berbuat sesuatu kepada individu yang lain. Kemudian, terdapat teori Inferensi Korespondensi oleh Jones dan David, menjelaskan tentang setiap orang mencoba memahami orang lain dengan mengobservasi dan menganalisis perilaku.
Dalam teori diatas, seorang pelaku KDRT melakukan inferensi (penyimpulan) dari sebuah tindakan, apakah sesuai dengan karakteristik pasangannya, pelaku KDRT cenderung menganggap perilaku dari pasangan yang tidak biasa, ada perubahan yang signifikan, atau yang tampak tidak konsisten dengan harapan mereka sebagai pasangan yang harmonis dalam berumah tangga.
Jika seseorang secara terus-menerus melakukan perbuatan yang mengancam keharmonisan, maka pelaku KDRT cenderung menganggap bahwa pasangannya sebagai orang jahat, seperti yang dilakukan oleh Putri Balqis pada suaminya sehingga muncul tindakan untuk melakukan kekerasan, meskipun mungkin saja suami Putri Balqis tersebut melakukan tindakan yang tidak konsisten hanya karena situasi tertentu.
Sedangkan, Harold Kelly dengan Teori Kovariasi menjelaskan bahwa individu menggunakan informasi tentang konsensus, kekhasan dan konsistensi dalam menentukan mengapa seseorang bertindak pada peristiwa tertentu. Dalam teori ini kita lihat contoh untuk membantu memahami teori atribusi seorang pelaku KDRT.
Contoh subjeknya adalah LH (32) perilakunya adalah bercekcok. LH (32) bercekcok dengan SP (32).
- Konsensus, jika semua orang bercekcok dengan SP (32), konsensusnya tinggi, tapi jika LH (32) saja yang bercekcok, maka konsensusnya rendah.
- Kekhasan, jika LH (32) hanya bercekcok dengan SP (32), kekhasannya tinggi, tapi jika bercekcok dengan semua orang, maka kekhasannya rendah.
- Konsistensi, jika LH (32) selalu bercekcok dengan SP (32), konsistensinya tinggi. Jika LH (32) jarang bercekcok dengan SP (32), maka konsistensi rendah.
Sekarang, jika semua orang bercekcok dengan SP (32), jika mereka tidak bercekcok dengan yang lainnya, tapi SP (32) selalu menimbulkan percekcokan, maka kita akan membuat atribusi eksternal, yaitu, kita menganggap bahwa LH (32) bercekcok karena SP (32) menimbulkan percekcokan. Sedangkan, jika LH (32) adalah satu-satunya orang yang bercekcok dengan SP (32), jika LH (32) bercekcok dengan semua orang dan jika LH (32) selalu bercekcok dengan SP (32) maka kita akan membuat atribusi internal, yaitu kita menganggap bahwa LH (32) bercekcok karena dia adalah tipe orang yang suka bercekcok.
Bagaimana kita menghadapi dan menyikapi perilaku KDRT yang terjadi dalam rumah tangga? Setiap tindakan KDRT yang muncul dalam suatu rumah tangga, cara menghadapinya adalah dengan beragam cara, tergantung individu mempersepsi dan mengolah informasi yang tersedia.
Pada umumnya. Semua informasi yang tersedia baik positif maupun negatif, akan diproses atau dikelola dalam otak, sehingga menghasilkan suatu respon kognitif berupa penilaian atas informasi tersebut, termasuk hal yang dapat menimbulkan tindakan KDRT. Proses itulah kemudian yang akan menghasilkan informasi untuk memahami dunia sosial atau disebut kognisi sosial. (Agung, 2020) Namun jika gagal dalam menangkap suatu informasi, maka akan menjadi bias. (din/aji)
Rohmat Burhanuddin, Mahasiswa Magister Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam, Prodi Interdisciplinary Islamic Studies, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
- RUA dan RUALB PROPAMI 2023: Catatan Penting untuk Pasar Modal - 29 September 2023 | 4:02 PM
- Langkah Strategis KPK: Meminimalisir Politik Uang di Pemilu Mendatang - 29 September 2023 | 2:50 PM
- Afriansyah Noor: Membangun Kepercayaan, Tantangan Legislator PBB di Tahun Politik - 29 September 2023 | 2:05 PM
Telerasi
Program BNN Indonesia Bersinar Kenapa Meredup?

Telegraf – Badan Narkotika Nasional (BNN) di Indonesia yang kini memiliki fasilitas setingkat menteri, seakan menjauh dan enggan melibatkan LSM serta media massa sebagai bagian dari program kerjanya. Kepala BNN yang terdahulu seperti Ahwil Lutan hingga Anang Iskandar dan Budi Waseso selalu melibatkan media hingga masyarakat merasakan kinerja BNN. Namun, kini, kesinambungan atau keberlanjutan program kegiatan yang telah dilakukan untuk menjaga integritas serta profesionalitas aparatur mulai dipertanyakan di masyarakat.
Ketum Ridma Foundation mengkritisi kinerja Badan Narkotika Nasional (BNN) saat ini. Ia menambahkan bahwa BNN di masa sekarang, menjauh dan sepertinya enggan melibatkan LSM serta media massa sebagai bagian dari program kerja. Berbeda saat BNN belum punya fasilitas setingkat menteri, Kepala BNN yang lalu seperti Ahwli Lutan hingga Anang Iskandar dan Budi Waseso, yang sedemikian rupa melibatkan media massa, hingga masyarakat merasa kinerja BNN terasa.
Dalam menjalankan tugas pemerintah di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan, dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol, BNN harus terus melakukan terobosan strategis untuk peningkatan dan pemerataan layanan publik BNN di seluruh wilayah. Kiprah BNN harus dirasakan masyarakat.
Pemerintah pada 4 Juli 2019, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (BNN), menyetarakan hak keuangan dan fasilitas BNN. Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres ini untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi BNN guna optimalisasi pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
BACA JUGA: BNN Setingkat Menteri. Sudah Tahu Belum?
Kunci sukses melaksanakan tugas penanganan permasalahan narkoba sangat tergantung pada kemampuan masyarakat. Diharapkan bahwa organisasi semacam BNN, dapat mengintegrasikan atau mengkolaborasikan berbagai potensi cegah narkoba di masyarakat, sehingga BNN dapat memenuhi tugas pemerintahnya dengan lebih baik lagi. Budi Jojo, yang juga penggagas Desa Cegah Narkoba hingga menerbitkan koran dinding di desa, sebagai bagian edukasi bahaya narkoba, mengingatkan pentingnya semangat untuk menyelamatkan bangsa dari bahaya narkoba.
Perpres ini merubah beberapa ketentuan dalam Perpres Nomor 23 Tahun 2010, diantaranya Pasal 60 menjadi: Kepala BNN merupakan Jabatan Pimpinan Tinggi Utama (sebelumnya jabatan struktural eselon I.a, red); Sekretaris Utama, Deputi, dan Ispektur Utama merupakan jabatan struktural eselon I.a atau Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (sebelumnya jabatan struktural eselon I.a, red).
Untuk Direktur, Inspektur, Kepala Pusat, Kepala Biro, dan Kepala BNNP merupakan jabatan struktural eselon II.a atau Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (sebelumnya jabatan struktural eselon II.a, red); Kepala Bagian, Kepala Subdirektorat, Kepala Bidang, dan Kepala BNNK/Kota merupakan jabatan struktural eslon III.a atau Jabatan Administrator (sebelumnya jabatan struktural eselon III.a, red).
Sedangkan Kepala Subbagian, Kepala Subseksi, dan Kepala Subbidang merupakan jabatan struktural eselon IV.a atau Jabatan Pengawas (sebelumnya jabatan struktural eselon IV.a, red).
Kepala BNN sebagaimana dimaksud diberikan hak keuangan dan fasilitas setingkat menteri, bunyi Pasal 62A Perpres ini. Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu pada 8 Juli 2019 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.
Dipertegas saja bahwa Kepala BNN pertanggungjawabannya (langsung) ke presiden. Status BNN ditingkatkan seperti BNPT yang langsung di bawah presiden. (BNN) menjadi setingkat kementerian.
Artinya, lembaga ini garis koordinasi lebih linear dengan kementerian-kementerian. Diperlukan karena sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan negara melawan kejahatan dan penyalahgunaan narkotika.
Keunggulan lain dari peningkatan BNN sejajar dengan kementerian adalah politik anggaran yang tentunya akan turut meningkat. Nah!!
- RUA dan RUALB PROPAMI 2023: Catatan Penting untuk Pasar Modal - 29 September 2023 | 4:02 PM
- Langkah Strategis KPK: Meminimalisir Politik Uang di Pemilu Mendatang - 29 September 2023 | 2:50 PM
- Afriansyah Noor: Membangun Kepercayaan, Tantangan Legislator PBB di Tahun Politik - 29 September 2023 | 2:05 PM
Telerasi
Pelabelan BPA Bentuk Perlindungan Pemerintah Tehadap Masyarakat

Telegraf – Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Rita Endang mengatakan pelabelan risiko Bisfenola A (BPA)—bahan kimia yang bisa menyebabkan kanker dan kemandulan—adalah bentuk nyata perlindungan pemerintah atas potensi bahaya dari peredaran luas galon guna ulang di tengah masyarakat.
“Pelabelan ini semata untuk perlindungan kesehatan masyarat. Jadi tidak ada istilah kerugian ekonomi,” kata Rita dalam sebuah webinar bertajuk “Sudahkah Konsumen Terlindungi dalam Penggunaan AMDK” pada Kamis, 2 Juni.
Rita menampik tudingan bahwa pelabelan BPA adalah vonis mati bagi industri air kemasan. Menurutnya, pandangan tersebut keliru karena pelabelan risiko BPA pada dasarnya hanya menyasar produk air galon bermerek alias punya izin edar.
“Regulasi pelabelan BPA tidak menyasar industri depot air minum,” kata Rita menyebut sejauh ini sudah ada 6.700 izin edar air kemasan yang dikeluarkan BPOM.
Secara khusus, Rita merinci alasan rancangan regulasi pelabelan BPA menyasar produk galon guna ulang. Dia bilang saat ini sekitar 50 juta lebih warga Indonesia sehari-harinya mengkonsumsi air kemasan bermerek. Dari total 21 miliar liter produksi industi air kemasan per tahunnya, katanya, 22% di antaranya beredar dalam bentuk galon guna ulang. Dari yang terakhir, 96,4% berupa galon berbahan plastik keras polikarbonat.
“Artinya 96,4% itu mengandung BPA. Hanya 3,6% yang PET (Polietilena tereftalat),” katanya menyebut jenis kemasan plastik bebas dari BPA. “Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang.”
Rita juga menyebut tak tertutup kemungkinan BPOM nantinya mengeluarkan regulasi BPA pada kemasan pangan lainnya semisal makanan kaleng. Namun untuk saat ini, katanya, pelabelan risiko BPA pada kemasan pangan itu belum diprioritaskan karena peredarannya relatif kecil.
- RUA dan RUALB PROPAMI 2023: Catatan Penting untuk Pasar Modal - 29 September 2023 | 4:02 PM
- Langkah Strategis KPK: Meminimalisir Politik Uang di Pemilu Mendatang - 29 September 2023 | 2:50 PM
- Afriansyah Noor: Membangun Kepercayaan, Tantangan Legislator PBB di Tahun Politik - 29 September 2023 | 2:05 PM
Telerasi
Dari “Aek Kapuas” Sampai “Bengawan Solo”

Telegraf – Hari Sungai Nasional diperingati oleh bangsa Indonesia setiap tanggal 27 Juli. Peringatan ini bertujuan untuk memotivasi masyarakat agar lebih peduli terhadap sungai yang sedari dulu menjadi sumber penghidupan penduduk di sekitarnya.
Tak hanya itu, sungai juga menjadi sumber inspirasi bagi para musisi. Sederet lagu terlahir dari keindahan sungai-sungai di Indonesia. Memaknai lagu-lagu tersebut bisa menginspirasi kita untuk semakin mencintai sungai.
Lagu daerah dari Kalimantan termasuk termasuk paling banyak terinspirasi dari sungai karena pulau ini memang banyak dialiri sungai. Sebut saja lagu berjudul “Aek Kapuas” ciptaan Paul Putra Frederick dam Yan G. Lagu ini menceritakan pesona Sungai Kapuas di Kalimantan Barat.
Penggalan liriknya yang berbahasa Melayu berikut ini memperlihatkan bahwa keindahan sungai Kapuas begitu sulit terlupakan. Konon, orang yang meminum air dari sungai kapuas tidak akan bisa melupakan daerah Kalbar.
“Sungai Kapuas punye cerite… Bile kite minom aeknye… Biar pon pegi jaoh kemane… Sunggoh susah nak ngelupakkannye.”
“Aek Kapuas” juga menceritakan tentang sejarah Sungai Kapuas. Dalam penggalan selanjutnya tertulis bahwa dahulu sekeliling sungai itu dipenuhi hutan rimbun. Namun seiring berjalannya waktu, daerah itu berkembang menjadi kota yang terkenal, yakni Pontianak.
Sungai sepanjang 1.143 km yang tercatat sebagai sungai terpanjang di Indonesia tersebut memainkan peran penting bagi kehidupan penduduk, terutama bagi peradaban suku Dayak.
Mengalir dari Pegunungan Muller hingga ke Selat Karimata, sungai ini menjadi penghubung antar daerah. Kekayaan sumber daya airnya juga menjadi mata pencaharian para nelayan di sekitar sungai.
Sungai lain di Kalimantan yang melahirkan tembang adalah Sungai Mahakam. Sungai kedua terpanjang di Indonesia ini menjadi inspirasi lagu daerah “Balarut di Sungai Mahakam” karya Drs. Djuriansyah dan “Sungai Mahakam” ciptaan Drs. Roesdibyono.
Lirik pada kedua lagu tersebut sama-sama menggambarkan keelokan juga histori dari sungai yang mengalir sepanjang 920 km di Kalimantan Timur ini. Pada lagu “Balarut di Sungai Mahakam”, misalnya, terdapat lirik berbunyi:
“Sungai Mahakam… memecah buih… basinar putih… diayun angina puhun rumbia…”
Nama “Mahakam” sendiri diketahui berasal dari bahasa Sanskerta, yakni kata “maha” yang berarti tinggi atau besar dan “kama” yang berarti cinta. Jadi, makna kata “mahakama” dapat diterjemahkan sebagai cinta yang sangat besar atau agung.
Sementara itu, lagu “Sungai Mahakam” juga menceritakan manfaat sungai ini sebagai jalur lintas perahu perahu yang membawa masyarakat sekitar menyebrang atau pun singgah di suatu tempat.
Kapal-kapal dari hulu sungai mahakam sering membawa hasil kekayaan daerah Kaltim seperti batu bara dan kayu. Bahkan, pemanfaatan sungai untuk transportasi kapal pembawa batu bara sudah dilakukan sejak tahun 1888 oleh Kesultanan Kutai Kartanegara.
Sungai yang bermuara di Selat Makassar itu juga menopang kebutuhan air bagi kurang lebih 3 juta penduduk di Kota Samarinda, Kutai Kartanegara, dan Kutai Barat. Melalui pengolahan oleh PDAM, penduduk kota bisa menggunakan air tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.
Apalagi, Sungai Mahakam juga menjadi habitat bagi hewan air yang kini telah langka keberadaannya, yaitu Pesut Mahakam. Selain itu, lumba-lumba air tawar juga bermukim di sungai ini.
Tak hanya menginspirasi pemusik daerah. Aliran sungai juga membanjiri para musisi nasional dengan kreatifitas. Pada era 1960-an, Alfian Rusdi Nasution mempopulerkan lagu berjudul “Sebiduk di Sungai Musi”.
Single tersebut sempat menjadi hits pada eranya, mengisahkan tentang cinta yang berawal dari Sungai Musi dengan sepenggal lirik syahdu seperti berikut ini:
“Terpesona aku melihat wajahnya… Tatkala aku duduk di dekatnya… Sebiduk seiring kali menyeb’rang… Berperahu ke seb’rang sungai Musi.”
Lalu, jauh ke belakang saat penjajahan Jepang, lagu “Bengawan Solo” ciptaan Gesang sang maestro keroncong Nusantara, berhasil memikat pecinta musik dalam negeri hingga daratan Asia setelah tentara Jepang ikutan mempopulerkannya.
Hingga kini, musisi luar negeri masih sering menembangkan lagu ini dengan beragam sentuhan musikalitas lain. Lisa Ono, merupakan salah satu penyanyi asal Jepang pernah membawakan lagu ini, yang videonya masih bisa diakses via Youtube.
Komponis musik kerakyatan, Sutanto Mendut pernah berujar bahwa “Bengawan Solo” ialah salah satu karya Gesang yang menunjukkan melodi dan syair yang relatif sederhana, tetapi memiliki makna mendalam.
“Bengawan Solo itu berbicara tentang perasaan-perasaan Solo, geografi Solo, sejarah Solo, lingkungannya, tentang dia sendiri yang orang Solo. Beliau melihat dirinya berhadapan dengan sejarah dan mencatat apa yang terjadi, mewakili lingkungannya,” kata Sutanto.
Namun sekarang, nasib sungai terpanjang di Pulau Jawa ini cukup tragis. Bengawan Solo tercemar parah, yang terlihat kian mencolok pada musim kemarau. Airnya tak layak jadi bahan baku air, warnanya berubah merah pekat akibat mengandung logam berat.
Dampak pencemaran akibat limbah tersebut di antaranya gangguan pasokan air bagi 24.000 pelanggan dua perusahaan air minum di Surakarta dan Blora, Jawa Tengah. Habitat sungai pun rusak, ikan-ikan mati terpapar limbah.
Dari identifikasi Pemprov Jawa Tengah dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, limbah cair berasal dari industri tekstil, alkohol (ciu), dan peternakan babi baik skala kecil atau besar. Bentuknya berupa limbah cair dan padat.
Pada 2018, riset Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menunjukkan ada tumpukan sampah popok yang dibuang di Bengawan Solo, tepatnya di Jembatan Gawan, Sidoharjo, Sragen. Lebih dari 1.500 popok ditemukan.
Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi, mengatakan sampah popok tergolong residu yang tak bisa diolah dan dimanfaatkan lagi. Sampah ini seharusnya ditempatkan di sanitary landfill TPA.
Oleh karena itu, momen Hari Sungai Nasional sepatutnya menjadi waktu bagi kita berpikir sejenak, sambil meresapi lagu-lagu tentang sungai-sungai indah di Indonesia.
Semoga kita tergerak untuk bisa mencintai sungai yang merupakan penopang kehidupan makhluk hidup, salah satunya dengan cara tidak membuang sampah ke sungai. (Mela)
Photo credit : Aek Kapuas doc gencil.news
- RUA dan RUALB PROPAMI 2023: Catatan Penting untuk Pasar Modal - 29 September 2023 | 4:02 PM
- Langkah Strategis KPK: Meminimalisir Politik Uang di Pemilu Mendatang - 29 September 2023 | 2:50 PM
- Afriansyah Noor: Membangun Kepercayaan, Tantangan Legislator PBB di Tahun Politik - 29 September 2023 | 2:05 PM
Telerasi
Belum Banyak Tahu, Pernikahan Dini Ternyata Melanggar Hak-Hak Perempuan

Telegraf – Ternyata banyak perempuan yang belum memiliki akses sepenuhnya untuk mengambil keputusan terhadap tubuhnya sendiri, salah satunya memutuskan kapan akan menikah atau memiliki anak. Padahal perempuan seharusnya memiliki hak penuh dan hak ini harus dijamin oleh negara.
Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), yang ditandatangani pada 1979 dalam konferensi yang diadakan Komisi Kedudukan Perempuan PBB, menyebutkan bahwa perempuan memiliki hak dalam bidang kesehatan.
Artinya, perempuan berhak mendapatkan kesempatan sama untuk melahirkan secara aman. Negara juga berkewajiban menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan KB, kehamilan, persalinan, dan pasca-persalinan. Hak ini berlaku untuk semua perempuan.
Apalagi, Indonesia juga telah mengesahkan konvensi tersebut pada tahun 1984 yang kemudian tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
Dalam undang-undang tersebut tertulis bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, sehingga segala bentuk diskriminasi terhadap wanita harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Meski demikian, pada kenyataannya tak semudah itu. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo pernah menyatakan bahwa masih banyak perempuan di dunia yang belum memiliki hak akan tubuhnya. Hampir setengah dari 57 negara berkembang di mana perempuan masih belum bisa menggunakan haknya.
“Bahkan jutaan wanita belum bisa menentukan dirinya mau pakai apa dalam urusan kontrasepsi. Belum merdeka untuk menentukan bahwa keputusan ada pada dirinya untuk mau hamil atau tidak hamil. Belum sepenuhnya memiliki kekuatan apakah dirinya berhak atau belum menikah,” kata Hasto dikutip dari Republika, Jumat (2/7/2021).
Pasalnya otonomi tubuh perempuan sangat berkaitan erat dengan kesehatannya. Hasto mencontohkan ketika perempuan dipaksa menikah pada usia muda, kesehatan mental dan fisik mereka sangat berpotensi terganggu. Hal semacam ini seharusnya tidak boleh terjadi.
Peneliti Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Dian Kartikasari menyampaikan, faktor pendorong perkawinan dini ternyata cukup banyak dan yang paling tinggi adalah faktor sosial sebanyak 28%.
Perempuan kerap terpaksa menikah dini akibat dorongan keluarga atau lingkungan yang melabeli mereka sebagai “perawan tua” atau “tidak laku”, pada usia yang sebenarnya masih terbilang remaja. Hal ini berdampak pada mental anak sehingga mereka tergesa-gesa menikah, padahal secara fisik dan psikologis belum siap.
Child Marriage Report yang disusun oleh Badan Pusat Statistik, Bappenas, dan Unicef menyebutkan bahwa pada tahun 2018 sekitar 1 dari 9 anak perempuan berusia 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun. Secara total ada sekitar 1,2 juta anak yang melakukan praktik ini.
Bayangkan pada usia masih belasan mereka harus menanggung beban di luar kesiapan usianya. Apalagi, kehamilan dini juga menjadi penyebab tertinggi kematian ibu saat melahirkan.
Hal tersebut diamini oleh Hasto. Pernikahan usia muda sering kali menimbulkan risiko kematian ibu. Perempuan muda masih memiliki panggul yang sempit sehingga kerap terjadi persalinan yang macet lalu menyebabkan pendarahan. Akhirnya, kematian ibu pun tidak bisa dihindari, yang menyedihkan bila diikuti dengan kematian bayi.
Selain itu, dampak negatif dari pernikahan dini juga berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi anak perempuan. Menurut Hasto, hubungan seksual yang terlalu dini bisa menyebabkan masalah kesehatan yang berbahaya seperti kanker mulut rahim.
“Itu kan mereka tidak mengerti bahwa sebetulnya mulut rahim kita masih sangat immature. Kalau mulut rahimnya masih immature, kemudian dilakukan hubungan layaknya suami istri itu kan repot sekali. Dalam hal ini terjadi kanker mulut rahim,” ucap Hasto.
Dari aspek psikologis pun, pasangan dini cenderung belum siap. Mereka seringkali mengedepankan ego masing-masing. Terlebih lagi pasangan muda belum kuat secara ekonomi sehingga menyebabkan perdebatan dalam rumah tangga.
Pada masa pandemi ini, keharmonisan rumah tangga sedang masuk dalam ujian maha berat. Perekonomian yang mandek, layanan kesehatan yang sulit diakses, dan kondisi sosial yang mulai terguncang bisa menimbulkan stress dan menyebabkan keretakan dalam rumah tangga.
BKKBN mencatat sekitar 2,5% dari 20.400 responden yang merupakan pasangan usia subur, menunjukkan mereka mengalami stres dan terjadi cekcok antara suami dan istri selama pandemi.
“Sehingga pertimbangan bahwa kematian ibu dan kematian bayi menjadi indikator derajat kesehatan bangsa belum mendapatkan perhatian khusus. Oleh karenanya, masukan dari para pakar itu sangat penting agar kedepan kita bisa merumuskan kebijakan khusus di masa pandemi ini,” tutur Ketua BKKBN ini.
Photo credit : ilustrasi primocanale.it/Mela
- RUA dan RUALB PROPAMI 2023: Catatan Penting untuk Pasar Modal - 29 September 2023 | 4:02 PM
- Langkah Strategis KPK: Meminimalisir Politik Uang di Pemilu Mendatang - 29 September 2023 | 2:50 PM
- Afriansyah Noor: Membangun Kepercayaan, Tantangan Legislator PBB di Tahun Politik - 29 September 2023 | 2:05 PM
Telerasi
Diplomasi, Sebuah Buku Rekaman Kiprah Para Diplomat Indonesia

Telegraf – “Sumbangan tulisan dan pemikiran diplomat sangat diperlukan saat sekarang. Tidak saja sebagai bentuk pertanggung jawaban publik, tetapi juga pengenalan. Kita tahu bahwa kesadaran masyarakat tentang politik luar
negeri semakin tinggi,” kata Siswo Pramono, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri (BPPK Kemlu) pada saat membuka acara virtual “Debriefing dan Peluncuran Buku Diplomasi Indonesia” 10 Maret 2021 lalu.
Acara peluncuran buku tersebut menampilkan sebuah buku yang ditulis oleh tujuh belas diplomat Indonesia alumnus Sekolah Dinas Luar Negeri Angkatan X atau dikenal dengan Sekdilu X lulusan tahun 1984.
Dubes atau Wakil Tetap RI di Wina Darmansjah Djumala menyampaikan bahwa gagasan awal penerbitan buku tersebut dilandasi oleh keinginan para penulis untuk berbagi pengalaman dan memberi kontribusi pemikiran bagi masa depan diplomasi Indonesia.
Diberi judul “Diplomasi: Kiprah Diplomat Indonesia di Mancanegara” buku tersebut memuat pengalaman yang diperoleh dan digali saat mereka ditugaskan sebagai diplomat di berbagai negara.
Mungkin pengalaman masa lalu belum tentu relevan dengan tuntutan jaman saat ini, namun hakikat tujuan diplomasi masih sama, yaitu memperjuangkan kepentingan nasional.

Photo Credit: Image Cover Both Sampul buku Diolomasi (Kiprah Diplomat Indonesia di Mancanegara). Kompas Gramedia
Secara singkat isi buku dijelaskan oleh A Agus Sriyono, Dubes RI di Vatican (2016-2020). Topik yang dibahas adalah mengenai pembagian isu, dimulai dari isu kewilayahan Asia, Pasifik, Timur Tengah, Amerika, dan kemudian Eropa.
Tulisan yang bersifat cross regional ditempatkan pada bagian akhir buku. Kemudian enam fungsi dari diplomasi termasuk yang menjadi bahasan buku. Setiap topik yang dibahas dipetik dan digali dari pengalaman paling berharga selama masa kerja para penulis di Kementerian Luar Negeri dalam kurun waktu tahun 1985 sampai sekarang.
Sangat diperlukan kerjasama dan kolaborasi para pelaku diplomasi, mahasiswa, peminat isu-isu hubungan internasional, dan masyarakat luas pada umumnya.
Bagas Hapsoro yang pernah menjadi Dubes di Swedia (2016-2020) menjelaskan harapannya bahwa buku ini bisa menjadi bahan penelitian, masukan atau feedback penting bagi civitas Academica dan masyarakat umum. Mengingat buku ini adalah bersifat praksis. Sementara civitas academica adalah dalam tataran akademis. Buku ini bisa menjadi food for thought.
Trias Kuncahyono, wartawan senior Kompas selaku pembahas memberikan apresiasinya terkait Buku tersebut. Dikatakan bahwa dewasa ini informasi sangat cepat dan masif. Oleh karena itu laporan para diplomat tidak boleh kalah cepat dan perlu up to date dengan perkembangan yang ada.
”Analisa yang ditulis para diplomat senior tersebut tajam,” kata Trias.
Oleh karena itu mewujudnyatakan politik luar negeri bebas-aktif dan menjelaskan peranan Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia harus bisa disebarkan oleh para diplomat senior ini.
“Para diplomat muda, para mahasiswa hubungan internasional, serta peminat masalah-masalah internasional perlu dan wajib membacanya,” terang Trias.
Sementara itu, dalam sambutan tertulisnya Menlu Retno Marsudi menyatakan bahwa pengalaman dan pengetahuan diplomat selama melaksanakan tugasnya itu baik untuk diketahui publik, khususnya bagi masyarakat yang berminat terhadap diplomasi, hubungan
internasional, dan politik luar negeri.
“Dalam upaya berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada publik, saya menyambut baik diterbitkannya buku kumpulan tulisan alumni Sekdilu X ini. Saya menghargai niat baik dan kerja keras para alumni Sekdilu X yang berbagi dan berusaha menjelaskan politik luar negeri dan pelaksanaan diplomasi dalam tataran praktis,” kata Menlu perempuan pertama Indonesia itu.
Adapun para diplomat alumnus Sekdilu X penulis buku adalah: A Agus Sriyono, Aburrachman M. Fachir, Bagas Hapsoro, Darmansjah Djumala, E.D. Syamsuri, Hadi Sasmito, Hari Asharyadi, M.G.H. Henny Andries da Lopez, Niniek Kun Naryati, Nur Syahrir Rahardjo, Prayono Atiyanto, Simon Ginting, Sutadi, Taufiq Rhody, Tri Edi Mulyani, Widyarka Ryananta dan Wiwiek Setyawati Firman. Penyunting bahasa adalah Irawati Hapsari dan koordinator grafis Rudhito Widagdo. Penyunting dan koordinator grafis juga lulusan Sekdilu X.

Penulis buku Diplomasi (Kiprah Diplomat Indonesia di Mancanegara).
Sebagai informasi sepanjang pengabdian mereka selama tiga puluh enam tahun di Kementerian Luar Negeri, mereka juga telah membuat dua buku sebelumnya dan penerbitnya adalah PT Gramedia. Pengalaman, fakta, pengamatan, dan analisa yang mengacu pada tugas dan fungsi diplomat telah dijabarkan dengan baik oleh dua puluh satu tulisan di atas.
Bagi yang berminat membeli buku tersebut, bisa melalui e-book dengan akses link ini. Untuk yang versi cetak dapat menghubungi: E.D. Syarief Syamsuri di nomor : +62 812 9061 015.
Photo Credit: Image Cover Both Sampul buku Diplomasi (Kiprah Diplomat Indonesia di Mancanegara). Kompas Gramedia
- RUA dan RUALB PROPAMI 2023: Catatan Penting untuk Pasar Modal - 29 September 2023 | 4:02 PM
- Langkah Strategis KPK: Meminimalisir Politik Uang di Pemilu Mendatang - 29 September 2023 | 2:50 PM
- Afriansyah Noor: Membangun Kepercayaan, Tantangan Legislator PBB di Tahun Politik - 29 September 2023 | 2:05 PM
-
Lifestyle2 weeks ago
Keampuhan CHANDO Himalaya: Solusi Khusus Permasalahan Kulit
-
Ekonomika4 weeks ago
Tingkatkan Perekonomian Indonesia RINS Gandeng Kombis Gelar Safari Bazar
-
Lifestyle3 weeks ago
Kampanye Go Global, BNI Dukung Ghea Resort dan Cover Me Not di New York
-
Corporate3 weeks ago
Brawijaya Healthcare Group Merayakan Ulang Tahun ke-17: Bersinergi Menuju Layanan Kesehatan Berkualitas
-
Ekonomika2 weeks ago
Dunia Perketat BPA pada Kemasan Pangan Air Minum, Apakah Indonesia Akan Menyusul?
-
Regional3 weeks ago
Bupati Kabupaten Teluk Bintuni Menetapkan 6.262 Hektar wilayah Adat Tiga Marga Pada Suku Moskona
-
Humaniora3 weeks ago
Kampanyekan Stop Menyampah Aktivis Sampah & TNI Tempuh 3.141 Km dari Sabang ke Jakarta
-
Ekonomika3 weeks ago
Peran Sentral Profesional Pasar Modal dalam Stabilitas Ekonomi Indonesia
-
Ekonomika4 weeks ago
Untuk Peluang UMKM, BNI Kenalkan Hibank Indonesia di AIPF 2023
-
Ekonomika2 weeks ago
DSC: Jadilah Anak Muda Pembawa Perubahan Menuju Indonesia Maju Melalui Kewirausahaan
-
Corporate3 weeks ago
bp dan Chubu Electric Teken MoU untuk Penyelidikan Penyimpanan CO2 di Tangguh
-
Ekonomika2 weeks ago
Usai RUPS-LB Ini Susunan Pengurus Perseroan BNI Terbaru