Vegetarian, Golf dan Tantangan Kualitas Hidup

Oleh : Atti K.

Teleperson – Menjadi vegetarian bukan hanya alasan untuk hidup sehat, tetapi juga tantangan untuk lebih menangkal emosi serta energy negative. Menjadi vegetarian tidak sesulit seperti yang dibayangkan banyak orang. Di sisi lain, tren menjadi seorang vegetarian juga semakin meningkat dari berbagai lapisan masyarakat. Salah satunya, eksekutif muda yang sehari-harinya bergelut dengan urusan penanganan hukum bisnis. “Saya suka dengan tantangan. Seperti (mengatasi) hobi makan saya. Di sisi lain, saya melihat perlunya pengendalian diri. Sama seperti ketika saya memilih untuk menjadi seorang vegetarian. Ini adalah tantangan untuk meningkatkan kualitas hidup, atau menangkal semua energy dan emosi negative,” Ferry Yang mengatakan kepada Telegraf.

Sekitar 20 tahun yang lalu, sekembali dari Australia ia mengaku punya kebiasaan buruk. Kebiasaan tersebut yakni makan dengan porsi yang tidak normal. Sehingga ia terkena obesitas. Selain hobi makan, ia juga sering undang rekan-rekan sejawat makan. Beberapa resto ternama di Jakarta sudah memberi label “pelanggan setia” terhadap dirinya. “Sampai manager, pelayan (resto) mengenali saya. Karena saya sering order full menu makanan satu meja.”

Sampai akhirnya, pada satu momen tertentu ia merenung dan mencari makna hidup. Ia melihat kebiasaan buruk, terutama makan berlebihan jauh dari penentuan kualitas hidup. Ia mengibaratkan semua makanan yang enak-enak hanya dalam ukuran centimeters bahkan millimeters (mm). “Enaknya (pengecap rasa makanan) hanya 5 – 6 centimeters atau 50 – 60 millimeters. Panjang lidah normal manusia mencapai 5-6 cm, dimana proses pengecapan makanan berlangsung. Setelah (makanan) lewat kerongkongan, tidak ada rasa lagi.”

Di sisi lain, tantangan hidup yang terkait dengan hobi main golf. Hal ini ada keterkaitannya dengan menjalani kehidupan seorang vegetarian. “Saya suka main golf yang sebetulnya bertautan dengan pola hidup vegetarian.” Golf baginya adalah kegiatan olahraga rekreasi yang unik. Tapi hanya segelintir orang menyadari bahwa di balik permainan golf, ada tantangan yang sangat tinggi. Main golf sangat relevan dengan upaya self control atau pengendalian diri. Kendatipun demikian, main golf tidak bersebrangan dengan pemain lain. “Pemain golf tidak ada musuh lain, selain dirinya sendiri. Tidak ada lawan yang sentuh bola kita. Tetapi kalau pemain bulutangkis, volley, basket semuanya saling menyentuh bola. Ibaratnya lawan mau mematikan kita. Atau sebaliknya kita mau mematikan lawan. Saya suka menghadapi berbagai tantangan. Sehingga saya menemukan makna pengendalian diri, terutama emosi dan energy negative dari setiap ayunan stick terhadap bola golf. Sama seperti tantangan untuk menjadi seorang vegetarian. Saya bisa melewati kebiasaan buruk makan berlebihan.”

Contoh yang paling kentara yakni kasus pemain golf Amerika profesional Tiger Woods. Ia dulunya berprestasinya sampai pada tingkat pegolf tersukses sepanjang masa. Tetapi perjalanan karir tersandung ketika emosinya lepas kendali, terutama  perselingkuhan. Kabar perselingkuhan pemain golf paling berbakat dunia menyeruak. Bahkan sudah ada daftar 10 perempuan yang diselingkuhi suami perempuan sangat cantik Elin Nordegren itu.Selingkuhan miliader yang kaya raya dari bermain golf itu mulai dari model bikini, pelayan rumah makan, sampai peserta acara reality show. Akibatnya, citra Tiger Woods yang semula mulus, sehingga banyak produk menyewanya sebagai bintang iklan, tiba-tiba saja dipenuhi cela. “Pengalaman saya keliling dunia main golf, setiap mengayunkan stick golf harus dengan benar, seperti irama. Tetapi kalau kita bernafsu memukul bola golf, emosi kita rusak. Akibatnya, energy negative yang muncul. Sama seperti Tiger Woods yang ibaratnya tersandung karena godaan selingkuh. Mentalitas rusak. Sekarang dia bukan lagi pentolan golf di dunia. Pengendalian diri, emosi jelas merupakan tantangan untuk meningkatkan kualitas hidup kita.” (S.Liu)

Lainnya Dari Telegraf