JAKARTA, TELEGRAF.CO.ID — Apa itu jalur sutra? Adalah skema penjajahan purba yang dihidupkan lagi oleh negeri China demi eksistensialnya. Kita harus bagaimana? Buat kontra skema. Lawan kecerdasannya. Tikam kejeniusannya. Dengan apa?
Mengkreasi kembali “jalur rempah.” Kita tahu bahwa jalur maritim adalah jalur rempah. Keduanya merupakan jalur purba Atlantik dan Nusantara. Keduanya menjadi aksiologi bangsa Indonesia. Keduanya menegaskan dominasi peradaban spiritual dan jamu di semesta.
Tetapi, kini kondisinya dilupa: diucapkan tak dikerjakan. Akhirnya kita ikut jalur pasar gila: satu praktik dari teori usang dan jahat neoliberalisme yang menjijikkan karena melakukan panca program: (1)Debt Manipulation, (2)Economic Dependency, (3)Corporate Interests, (4)Political Influence dan (5)Global Impact.
Padahal, anugerah rempah, herbal dan jamu adalah mukjizat. Kita harus terus mengolahnya dengan panduan, supervisi dan ketekunan plus rasa cinta yang luarbiyasa agar maksimal jadi modal-model-modul peradaban besar, inspiratif plus berkeadilan.
Maka, kontra skema ini akan hasilkan keindahan negeri, keadilan umum, kemuliaan rakyat, kebaikan sesama, keagungan bangsa, kejeniusan pemimpin, kehormatan pemerintahan sebagai mahkota kita: mula dan akhir nusantara. Jalan dan cita-cita atlantis.
Dus, kita harus segera kerjakan tahapan-tahapan kontra skema. Pertama, dengan menghadirkan narasi maritim dan negara bahari. Beberapa langkah dua rezim sudah lumayan bekerja di ranah itu.
Kedua, kami akan luncurkan buku berjudul, “Indonesia’s Maritime Interest, Cooperation and Capacity Building,” karya Laksamana Muda TNI (Purn) Rosihan Arsyad, pada hari Sabtu, 28 September 2024, di Auditorium Perpustakaan Nasional Jl. Medan Merdeka Selatan No.11. Jakpus.
Acara ini dihadiri oleh narasumber terpilih yang akan memberikan perspektif mendalam terkait tema maritim, yaitu: Surya Wiranto, dosen Universitas Pertahanan (Unhan); Dani Setiawan, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI); dan Ali Saleh, pakar maritim nasional.
Ketiga, kita ciptakan lembaga National Security Council (NSC) atau Dewan Keamanan Nasional yang merupakan badan pemerintah cabang eksekutif. Lembaga spesial bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan kebijakan mengenai isu keamanan nasional dan memberi nasihat kepada presiden mengenai masalah yang terkait dengan keamanan nasional.
Keempat, kita ciptakan lembaga Banrehi. Ini adalah badan nasional yang mengurus rempah dan herbal plus jamu Indonesia. Sebuah alat perang dagang bagi republik yang “bukanlah tentang sikap menunggu badai berlalu,” tapi tentang belajar bagaimana menari di banjir bandang. Memenangkan perang dan pertempuran dengan mental pancasila yang menyemesta.
Satu lembaga super penting karena pemerintah Indonesia saat ini memilih menjadi high context culture sehingga rakyat dan elitenya banyak dalih, tafsir serta hobi “ngeles” cari pembenaran sekalipun jelas salah dan kalah.
Sisanya, mari kita berdiskusi dan saling meneguhkan Indonesia sebagai poros maritim dunia menyongsong Indonesia Emas 2045.(*)