Urbanisasi: Langkah Tepat Presiden Jokowi Terbitkan Perppu

Oleh : Edo W.

Telegraf, Jakarta, – Pengamat Hukum Urbanisasi mengatakan, langkah tegas yang diambil pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan penerbitan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 untuk menyempurnakan UU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dinilai sebagai langkah yang tepat dan positif.

“Ini langkah tegas Bapak Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan kepentingan yang lebih besar, jika tidak segera dikeluarkan Perppu ini maka ormas yang bertentangan dengan Pancasila akan makin massif menyebarkan ajarannya hingga membahayakan cara berpikir masyarakat,” ujar staf pengajar Universitas Tarumanegara ini di Jakarta, Kamis (20/7/2017)

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi salah satu syarat Presiden mengeluarkan Perppu jika memang dirasakan ada kegentingan. Sejumlah kalangan pun mempertanyakan alasan mengeluarkan Perppu jika dikaitkan dengan apakah memang kondisi saat ini ada kegentingan.

Menurut Urbanisasi, terminologi kegentingan sebagai landasan dalam menerbitkan Perppu tersebut justru ada dalam materi UU Organisasi Masyarakat Nomor 13 Tahun 2017. “Bagaimana pemerintah akan menindak dan memperingati Ormas yang menyimpang jika proses hukum peringatan dan pembubaran Ormas harus dilakukan dengan mekanisme pengadilan dan membutuhkan sedikitnya masa 450 hari lebih untuk proses pengadilannya sendiri, menurut saya keburu Ormas tersebut membesar dan mengubah Pancasila tapi pemerintah tak mampu bertindak karena tersandera oleh UU Ormas yang memiliki proses panjang dalam penindakan dan pembubaran Ormas,” tuturnya.

Urbanisasi mengharapkan pemerintah dan negara tidak boleh didikte suara sumbang yang menyatakan langkah pemerintah diktator dan menyumbat demokrasi.

“Di negara manapun, semua ada aturan hukumnya, tidak lantas membuat demokrasi kemudian kebablasan. Karena jika kebebasan itu dibiarkan kebablasan justru ia akan mengarah pada otoriteriasnisme gaya baru,” katanya.

Urbanisasi justru melihat ada sejumlah ormas yang berplatform anti demokrasi dan otoriterianisme dalam bentuk mengajarkan pembatasan dalam kehidupan bernegara berdasarkan keyakinannya. “Saya melihat justru ada ormas yang merasa paling benar, dalam platformnya kemudian ia memaksakan keyakinannya itu terhadap orang lain. Bahkan kadang ada ormas bertindak anti demokrasi dan mengganti peran penegak hukum,” katanya.

Misalnya, lanjut Urbanisasi, ada ormas melakukan sweeping, mengintimidasi warga yang berbeda pandangan dengan memprovokasi warga agar mengeroyok warga yang berbeda keyakinan dan pandangan tersebut. Ada Ormas yang juga mengajarkan ke publik pada ajaran sempit dalam bernegara.

Nilai-nilai ini, lanjut Urbanisasi tentunya sangat bertentangan dengan Pancasila yang ideologinya melindungi semua warga negaranya tanpa memandang agama tertentu atau kelompoknya. “Negara tentunya harus hadir jika kepentingan nasional terancam, yakni munculnya paham sempit dalam berbangsa yang dalam ajaran tersebut seringkali tidak mengakui sistem tatanan hukum kenegaraan,” katanya.

Karena jika Ormas semacam ini dibiarkan maka akan menganggu stabilitas politik dan ekonomi bangsa. “Kita butuh kepercayaan dari masyarakat internasional bahwa di Indonesia mampu menjaga dan merawat stabilitas, agar ekonomi bisa bergerak,” katanya.

Selain itu pemerintah harus menjaga konsensus nasional yang sudah dicita-citakan para pendiri republik ini agar tetap mempertahankan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Tidak boleh ada ideologi lain yang dikembangkan untuk meruntuhkan Pancasila.

“Ketika Presiden dan Wakil Presiden dilantik dia disumpah agar tetap menjaga dan mempertahankan Pancasila dan UUD 1945, maka sudah menjadi tugas pemimpin negara untuk tetap mempertahankan keduanya, jika kemudian dirasakan adanya anasir yang mencoba mengubah pemahaman itu melalui penyebaran ajaran yang bertentangan dengan Pancasila maka negara berhak mengambil langkah tegas,” katanya.

Karena demokrasi yang dianut Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang tidak menganut paham demokrasi liberal yang kebablasan. “Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang bertanggung jawab, bukan demokrasi terbuka dan liberal tanpa pembatasan, tapi demokrasi yang menghormati hak-hak orang lain, yang melindungi hak minoritas,” sambungnya. (Edo)

Photo Credit : Ist. Photo


Lainnya Dari Telegraf