Telegraf – Di sela kesibukan kampanye, Ganjar Pranowo menyempatkan singgah di kediaman kampung kelahirannya di Tawangmangu RT 02 RW 03, Karanganyar, Senin (25/12/2023). Capres nomor urut 3 itu mengenang rumah masa kecilnya sembari menyapa teman dan tetangga.
Setibanya, Ganjar pun langsung berkeliling di komplek rumahnya, rumah yang ditempati keluarganya itu, dahulunya berstatus rumah kontrak.
“Saya lahir di sini. Dulu tidak seperti ini, sekarang sudah ada penambahan (renovasi),” ujar Ganjar.
Dikisahkan, mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode itu tinggal di Tawangmangu sampai kelas V SD. Lalu, ia bersama keluarga pindah ke daerah Kutoarjo, Purworejo.
“Sejak lahir sampai kelas lima SD saya di sini dan sempat pindah di Karanganyar sebentar dan ke Kutoarjo,” ungkapnya.
Setelah dewasa, rumah kontrakannya di Tawangmangu itu kemudian dibeli dan saat ini dinamai Griya Sri Soeparni, diambil dari nama ibundanya.
“Baru setelah pada besar-besar, rumah ini kita beli,” katanya.
Ia menceritakan, di rumahnya itu dulu ia suka menanam dan merawat pohon jeruk asli Tawangmangu. Selain itu, ibunya senang menanam bunga mawar.
“Iya, di belakang rumah dulu ada kebun kecil. Saya suka tanam jeruk karena jeruk sini memang terkenal. Kalau ibu suka dengan bunga mawar,” kisahnya.
Capres berambut putih itu dengan ramah menyapa para tetangga dan teman masa kecilnya.
“Bapak saya polisi, ibu senang berkebun terus hasilnya dijual ke pasar. Rumah ini seingat saya dulu tidak sebesar ini, kompornya masih pakai kayu dan dinginnya minta ampun,” kenangnya.
Ganjar kemudian mengajak awak media berkeliling halaman rumahnya sembari bercerita kalau dulu ibunya saat berkebun itu senang menanam bunga di halaman.
“Kalau ibu saya dulu senangnya menanam mawar, bunga-bunga, macam-macamlah ya, banyak di halaman itu bunga-bunga hiasan, begitu nanti dibeli orang. Jadi, saya ini anak gunung makanya programnya banyak soal tani, soal tanam-menanam,” katanya.
Ganjar juga bercerita kalau waktu masih duduk di bangku sekolah dasar dulu banyak warga negara Jepang yang datang ke Tawangmangu untuk menerapkan teknologi pertanian infus jeruk.
Pada waktu kecil, kegiatan warga negara Jepang itu sempat membuat Ganjar bingung, tetapi dia berteman dengan anak-anak orang Jepang itu dan bertukar kirim lukisan.
“Saya ingat, dulu waktu jeruk kena virus itu datang tim dari Jepang. Saya masih ingat betul, itu waktu SD. Baru tahu ternyata pohon jeruk itu diinfus, termasuk jeruk yang di rumah ini dulu ditempeli infus. Apakah itu eksperimen atau memang tenaga yang disiapkan untuk merawat dan menghidupkan kembali pohon yang diserang virus itu,” kenang Ganjar.
Mengenai rumah yang sekarang sudah dimiliki dan ditinggali keluarga besarnya itu, Ganjar menyebut rumah masa kecilnya itu sebagai bagian dari proses perjalanan hidup.
Dia bahkan mengingat bagaimana dari depan rumahnya itu dapat melihat pemandangan bukit Mogol. Di sana juga Ganjar belajar hidup mandiri dan memahami bagaimana kebutuhan pokok bisa diambil dari kebun sendiri.
“Dari kecil diajari masak dan cuci piring. Itu berguna karena ketika sudah dewasa bisa mandiri. Lalu dari kebun itu hampir semua kebutuhan sehari-hari ambil di situ, bahkan orang datang membeli hasil panen atau sekadar berbagi hasil panen dengan tetangga,” ungkapnya.
“Ini namanya mas Agus Maryono, kakak kelas saya. Dia teman kakak saya,” tutur Ganjar.
Sementara itu, Agus Maryono mengatakan bahwa Ganjar adalah sosok yang baik dan rendah hati.
“Saya berharap Pak Ganjar menjadi presiden. Saya tahu Pak Ganjar itu orang baik sejak kecil. Dan, sampai kapanpun akan menjadi baik ketika mengemban amanah,” tandasnya.
Ganjar merupakan anak dari seorang polisi berpangkat letnan satu (Lettu) atau kini disebut inspektur polisi satu (Iptu).