Borobudur Butuh Revitalisasi Nilai Spiritual

“Kami menyadari bahwa semenjak berdirinya Borobudur telah menjadi sebuah pusat pertumbuhan peradaban manusia,”

Oleh : A. Chandra S.

TELEGRAF – Sebagai warisan dunia, pengelolaan Borobudur masih terus menjadi perhatian banyak pihak yang mendambakan terwujudnya model ideal sehingga muncul wajah baru. Saat ini para pegiat masyarakat terus prihatin atas terabaikannya nilai-nilai spiritual seiring meningkatnya aktifitas pariwisata.

Terkait dengan hal itu Yayasan Brayat Panangkaran bekerjasama dengan Agenda 45 akan menggelar sebuah diskusi ahli tentang Borobudur, Rabu siang, 7 Mei 2025 di Tebet, Jakarta Selatan.

Adapun tema diskusi adalah Borobudur dalam Keragaman Spiritual Sucoro Setrodiharjo, penggiat budaya dari Yayasan Brayat Pangkaran Borobudur menjelaskan bahwa dalam perkembangan pengelolaannya Borobudur telah menuai banyak persoalan.

“Untuk itu sangat penting untuk membuat ruang bersama, untuk menyelesaikan masalah secara bersama,” ujarnya, Selasa, (06/05/2025).

Disebutkan pegiat aksi Ruwat Rawat Borobudur yang telah berlangsung sejak tahun 2003 (23 tahun), itu mengingatkan bahwa aksi penolakan rencana kremasi jenazah seorang pengusaha beberapa saat lalu oleh warga Dusun Ngaran merupakan salah satu dampak terabaikannya nilai spiritual itu. Dalam ini sebuah langkah revitalisasi nilai spiritual amat diperlukan.

Dalam acara diskusi itu akan hadir budayawan, pejabat pemerintah dan intelektual seperti Hilmar Farid, Riwanto Tirtosudarmo, William Kwan, Heru Mulyantoro, Ibnu Maryanto, Chatrini Ari, Titin Fatimah, Dundin Zaenudin dan lainnya.
Diskusi ini diadakan bertujuan untuk menghasilkan sejumlah rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti oleh semua pihak agar Borobudur dapat kembali berfungsi sebagai pusat pengembangan peradaban manusia sebagaimana saat awal pendiriannya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Agenda 45, Warsito Ellwein mengatakan bahwa pihaknya tertarik mendiskusikan Borobudur karena lembaga itu salah satu tujuannya adalah memberi kontribusi bagi penyusunan program pembangunan nasional menuju seabad Indonesia 2045. Dalam hal ini, Agenda 45 bekerja dengan perspektif dengan keyakinan kelak Indonesia mesti ikut berperan di tingkat global.

“Kami menyadari bahwa semenjak berdirinya Borobudur telah menjadi sebuah pusat pertumbuhan peradaban manusia,” tutur Warsito.

Oleh karenanya, sebagai warisan dunia, saat ini Borobudur bisa menjadi pusat pengembangan peradaban baru untuk dunia yang sedang membutuhkan perdamaian, keamanan, gotong-royong dan toleransi. Ini terjadi karena dunia semakin kecil sehingga batas batas negara semakin tipis.

Ilmu pengetahuan yang tersimpan dan berakar kuat di sana perlu disebarluaskan ke seluruh dunia lewat berbagai kegiatan, termasuk pariwisata dan kebudayaan. Untuk itu kegiatan kegiatan yang dimaksud mesti ditata sedemikian rupa agar dunia bisa menjadi lebih damai, berkeadilan sosial, aman dan lebih ramah bagi lingkungan hidup.

“Untuk itulah rekomendasi yang akan disampaikan nanti salah satunya adalah konsilidasi dan sinergi semua pihak untuk membuat Borobudur pusat peradaban masa depan,” imbuhnya.

Regulasi dan keterlibatan masyarakat menjadi hal penting lain yang mesti ditata agar saling mendukung dalam upaya mewujudkan kepentingan tersebut. Beragam kegiatan warga, kelompok masyarakat dan pemerintah mesti berjalan seiring.

Wisatawan yang datang tidak hanya mendapatkan keindahan candi dan pulang dengan perasaan damai dan toleransi. Wisatawan mesti merasakan perbedaan pengalaman dibandingkan yang mereka dapatkan dari tempat tempat lain.

Di sisi lain Novita Siswayanti Peneliti Masyarakat dan Budaya BRIN mengatakan bahwa pentingnya lembaga di bawah Kementerian Kebudayaan yang mengurus tentang keberagaman dan kemanfaatan Nilai Spiritualitas Borobudur serta tradisi budaya di lingkungan Kawasan Borobudur penting diapresiasi dan dilestarikan sebagai penyangga.

Lainnya Dari Telegraf