Telegraf, Jakarta – Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam waktu dekat ini akan memasuki masa pensiun. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo diminta untuk segera melakukan pergantian pucuk pimpinan TNI.
Panglima TNI yang baru nanti diharapkan bisa membawa TNI menjadi aktor pertahanan yang semakin profesional dan modern serta dapat mendorong keberlanjutan proses reformasi TNI. Hal itu dikatakan Deputi Direktur Elsam, Wahyudo Djafar di Jakarta, Minggu (12/11/2017). Dia bersama Indra dari Setara Institute dan Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri menggelar konferensi pers terkait pergantian Panglima TNI.
“Kami memandang, sudah semestinya Presiden Jokowi segera melakukan proses pergantian Panglima TNI, mengingat Jenderal Gatot Nurmantyo dalam waktu dekat akan memasuki masa pensiun. Ada tiga alasan mengapa pergantian Panglima TNI penting dan perlu segera dilakukan,” ujarnya.
Alasan pertama mengacu pada UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang menyebutkan bahwa pergantian Panglima TNI membutuhkan persetujuan DPR. Dengan pengajuan nama calon Panglima TNI baru sebagai pengganti Gatot Nurmantyo dari sekarang tentu akan memberikan keleluasaan bagi DPR untuk mencermati dan memeriksa profil kandidat sebelum memberi keputusan. Dengan begitu, ujarnyam pengambilan keputusan yang tergesa-gesa dapat dihindari.
Alasan kedua, memberikan ruang bagi masyarakat sipil untuk ikut berpartisipasi dalam mencermati sosok kandidat calon Panglima TNI. Meski pemilihan Panglima TNI merupakan hak prerogratif Presiden, namun sangat penting bagi Presiden untuk mempertimbangkan dan mencermati masukan dari publik.
Alasan terakhir, semakin cepat proses pergantian Panglima TNI dilakukan akan membantu memperlancar proses transisi manajerial organisasi di dalam tubuh Mabes TNI. “Kami menilai bahwa pergantian Panglima TNI ke depan sudah seharusnya dijalankan dengan mempertimbangkan pola rotasi atau dijabat secara bergiliran oleh setiap matra atau angkatan,” ujarnya.
Gufron Mabruri mengatakan, Pasal 13 Ayat 4 UU TNI menyatakan bahwa jabatan panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan. Artinya, kata dia, jika melihat Panglima TNI saat ini yang berlatarbelakang Angkatan Darat, maka posisi Panglima TNI berikutnya sepatutnya dirotasi kepada Angkatan Udara (TNI AU) atau Angkata Laut (TNI AL).
“Penerapan pola rotasi jabatan Panglima TNI tentu saja penting bukan hanya karena telah dimandatkan oleh UU TNI, tetapi juga demi membangun soliditas dan profesionalitas di tubuh TNI. Pola rotasi jabatan Panglima TNI akan semakin menumbuhkan rasa kesetaraan dalam TNI. Rasa setara ini akan menjadikan aspek kesatuan antarmatra lebih baik,” tuturnya.
Dikatakan, kebijakan merotasi jabatan Panglima TNI berikutnya kepada TNI AU atau TNI AL juga selaras dengan agenda kepentingan pemerintah untuk membangun dan memperkuat kekuatan maritim Indonesia. Dalam upaya mendukung itu, rotasi jabatan Panglima TNI yang sekarang dijabat oleh TNI AD kepada TNI AU atau TNI AL sangat penting.
“Membangun maritime security membutuhkan pembangunan kekuatan terintegrasi antarangkatan udara dan angkatan laut dengan tidak meninggalkan kekuatan angkatan darat,” ujarnya.
Indra menambahkan, pihaknya mendesak Presiden Jokowi untuk secara serius mencermati setiap calon kandidat Panglima TNI yang baru. Dalam konteks ini, pergantian Panglima TNI harus juga dijadikan sebagai momentum untuk membangun TNI yang profesional, yakni tidak berpolitik, memiliki kompetensi dalam bidangnya, dan tunduk pada perintah otoritas sipil.
Apalagi, kata dia, di tengah kondisi politik penyelenggaraan agenda politik elektoral, seperti Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019. Di tengah dinamika politik itu, tentu dibutuhkan Panglima TNI yang tegas dan mampu menjaga netralitas serta profesionalisme militer.
“Proses pergantian Panglima TNI oleh Presiden tidak boleh dilepaskan dari kerangka untuk membangun sektor pertahanan Indonesia yang kuat dan modern ke depan serta kepentingan melanjutkan agenda reformasi sektor keamanan. Dalam konteks itu, sangat penting bagi Presiden untuk mencermati dan memilih sosok kandidat Panglima TNI ke depan yang bisa mendukung arah reformasi sektor keamanan dan pembangunan kekuatan pertahanan ke depan selaras dengan visi pemerintah.” ujarnya.
Dia juga mengingatkan, sejumlah agenda reformasi TNI yang dicanangkan sejak Reformasi 1998 belum selesai dan menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh Panglima TNI yang baru. “Beberapa agenda tersebut antara lain reformasi sistem peradilan militer serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas. Dalam konteks ini, Presiden Jokowi perlu memilih dan mendorong Panglima TNI baru yang berkomitmen melanjutkan sejumlah agenda reformasi TNI yang tertunda.” tuturnya. (Red)