Telegraf, Jakarta – Aliansi Kemanusiaan untuk Myanmar (AKIM) siap menggelontorkan bantuan senilai dua juta USD (sekira Rp dua puluh empat miliar) dari masyarakat Indonesia untuk mengatasi konflik di Rakhine State. Ketua Pelaksana AKIM, yang juga Ketua Pengurus Pusat Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (PP LPBI NU) M. Ali Yusuf mengatakan, bantuan tersebut adalah bentuk sinergi antara pemerintah dan masyakarat Indonesia.
“AKIM ini terdiri dari sebelas lembaga yang berkoalisi untuk menyelenggarakan program di Myanmar. Bantuan tersebut adalah bentuk sinergi antara pemerintah, masyakarat Indonesia, dan Lembaga/Organisasi Non Pemerintah,” ujar Ali Yusuf dalam sambutannya pada acara peluncuran bantuan kemanusiaan untuk Myanmar di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Kamis (31/08/2017).
Ia menambahkan, AKIM sudah dua kali melakukan assessment di lokasi target program. Hal itu dilakukan agar AKIM dapat memotret kondisi sesungguhnya, sehingga program yang disusun dapat memiliki relevansi yang tinggi dengan kebutuhan masyarakat setempat.
“Kami melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat Myanmar dan Rakhine State. Selain itu kami juga berkomunikasi intens dengan lembaga non-pemerintah lokal dan internasional di sana serta perwakilan PBB,” terang Ali Yusuf.
Program bantuan bertajuk Humanitarian Assistance for Sustainable Community (HASCO) itu rencananya dilaksanakan selama dua tahun dan sangat mungkin berlanjut. Ruang lingkup bantuan meliputi bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan relief.
AKIM melihat, kedua komunitas yang ada di Rakhine sama-sama membutuhkan bantuan, baik itu Budhis maupun yang Muslim. Ali Yusuf berharap, dengan pendekatan inklusif, bantuan tersebut akan tepat sasaran dan tepat guna bagi masyarakat yang membutuhkan.
Terkait dana senilai 2 juta USD, Ali Yusuf mengaku mendapatkan donasi dari masyarakat Indonesia lewat sebelas lembaga anggota AKIM. Adapun selama ini bantuan yang sudah diberikan AKIM kepada masyarakat setempat selalu berjalan lancar.
“Kendalanya cuma satu, soal bahasa. Kami tidak mengerti bahasa mereka, yang sana juga tidak paham bahasa Melayu, bahasa Inggris juga tidak bisa. Tapi sejauh ini lancar-lancar saja karena disupport oleh otoritas setempat. Selama ini kami selalu menyalurkan bantuan melalui dan atas izin otoritas setempat.” tandas Ali Yusuf. (Red)