Telegraf, Jakarta – Hingga tahun ke 5 implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) terus diwarnai dinamika yang berkembang hal itu membuat ada beberapa ketentuan yang harus disesuaikan.
Bukan hanya itu beberapa kelemahan dalam UU SJSN dan UU BPJS juga membutuhkan penguatan. Untuk memperkuat implementasi serta menjamin keberlangsungan penyelenggaraan SJSN, terdapat tingkat urgensi yang cukup tinggi dalam mengkaji ulang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Sigit Priohutomo, dalam pembukaan workshop yang bertema Empat Belas Tahun UU SJSN, Dinamika Implementasi Program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan dan Urgensi Penguatan Melalui Revisi.
“Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang dibentuk dan diamanatkan oleh UU SJSN untuk menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional, serta diberikan fungsi perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN, telah melakukan kajian hingga penyusunan draft Rancangan Naskah Akademik dan draft RUU revisi UU SJSN dan draft RUU revisi UU BPJS,” tuturnya.
Guna mencegah terjadinya disharmoni regulasi, UU SJSN dan UU BPJS menurut Sigit, harus memuat secara tegas ketentuan tentang lembaga yang berwenang melakukan sinkronisasi regulasi penyelenggaraan SJSN. Bahkan disharmonsi pada tataran UU terjadi antara pasal dalam UU SJSN, dan UU BPJS dan antara UU SJSN dengan UU lainnya.
Harmonisasi antar Pasal dalam UU SJSN yang perlu dilakukan antara lain adalah definisi operasional tentang ‘Jaminan. Sosial” yang dimuat dalam Pasal 1 angka 1 UU SJSN dan Pasal 1 angka 2 UU BPJS; yaitu “Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak’, dengan pengaturan dalam Pasal-Pasal yang mengatur tentang kewajiban membayar luran.(Red)
Credit photo: Banyaknya Dinamika Yang Berkembang UU SJSN dan UU BPJS Perlu di Revisi/telegraf