Pengamat Kritik Pernyataan Panglima Soal Korupsi Heli

Oleh : Edo W.

Telegraf, Jakarta – Pengamat hukum Urbanisasi mengkritisi langkah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menggelar jumpa pers kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AgustaWestland (AW) 101 di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Staf Pengajar Program Pasca Sarjana Universitas Tarumanegara ini menilai apa yang dilontarkan Panglima TNI merupakan sikap yang tidak lazim

Praktisi hukum ini menyebut ada tiga alasan kuat mengenai ketidaklaziman pernyataan Panglima dalam penjelasan terkait kasus dugaan korupsi Heli AW 101.

“Pertama, Bapak Panglima TNI bukan pimpinan institusi penegak hukum tapi kenapa pada saat jumpa pers beliau meng judge seseorang bersalah, bahkan ada yang sudah dinyatakan sebagai tersangka,” ujar Doktor lulusan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin ini kepada wartawan di Jakarta, Jumat (2/6/2017)

Lebih lanjut pengurus Asosiasi Doktor Hukum Indonesia ini menyatakan dalam hukum yang berlaku di Indonesia lembaga yang berhak menetapkan seseorang terduga atau tidak dalam sebuah kasus hukum apalagi korupsi adalah domain lembaga yudikatif atau penegak hukum yakni Kepolisian, Kejaksaan dan KPK.

“Tapi ini kenapa justru Bapak Panglima yang memberikan pernyataan bahwa ada prajurit TNI AU dinyatakan terlibat kasus korupsi,” katanya.

Kedua, lanjut Urban, sesuai UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 Pasal 70 menyebutkan pengawasan dan pemeriksaan pengelolaan anggaran pertahanan negara oleh TNI dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

“Namun dalam jumpa pers kepada wartawan di KPK, Panglima menyebutkan ada kerugian negara sebesar Rp220 miliar. Yang boleh menyatakan ada tidaknya kerugian negara harus memiliki pijakan yang kuat yakni hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sehingga tuduhan itu tidak membingungkan masyarakat,” kata Urban.

Barulah, lanjut Urbanisasi, Panglima TNI bisa menyatakan bahwa pembelian alutsista memenuhi unsur merugikan negara.

Ketiga, prajurit TNI AU yang disebutkan Panglima sebagai tersangka dalam faktanya masih saksi. “Tapi kenapa tiba-tiba sudah menjadi tersangka, ini namanya kriminalisasi prajurit, seharusnya sebagai pimpinan tertinggi di TNI, Panglima melakukan pembinaan bukan justru mengjugde para prajuritnya,” ujarnya.

Urbanisasi berharap ke depan dalam penegakan hukum di tubuh TNI dilakukan secara transparan dan memenuhi ketentuan Undang-Undang yang berlaku. “Diawali adanya informasi temuan tindak pidana barulah dibentuk tim gabungan antara TNI dan aparat penegak hukum dan barulah dimulainya penyelidikan untuk mencari fakta, bukan langsung membuat kesimpulan seolah semua prosedur hukum sudah dipenuhi,” kata Urban.

Menurut Urbanisasi, untuk mencegah terjadinya ketidaklaziman dalam melakukan penegakan hukum terutama kasus korupsi di tubuh TNI, Panglima TNI seyogyanya bersikap proporsional dan prosedural. Hal ini agar memberikan pendidikan yang baik kepada masyarakat. (Red)


Lainnya Dari Telegraf