Telegraf, Jakarta – Sejumlah pelaku industri properti terlanjur berharap banyak pada rembesan aliran dana repatriasi pada program pengampunan pajak (tax amnesty) ke sektor properti. Kondisi ini dipicu oleh statement sejumlah pengamat yang over optimistic. Center for Urban Development Studies (CUDES) pada 6 Agustus 2016 telah menyebutkan, dampak ril tax amnesty bagi sektor properti nasional, baru akan terlihat dalam beberapa tahun ke depan.
Pendapat CUDES ini senada dengan pandangan pakar properti nasional, Ir. Panangian Simanungkalit yang mengatakan, investor harus bisa memastikan apakah pasar sedang bertumbuh atau stagnan. Mereka para investor juga harus mempelajari, jenis properti apa yang cocok untuk investasi, apakah rumah, kantor, apartemen atau lahan. Pembeli properti akan melihat dulu jenis dan pasar properti, dan itu butuh waktu.
Memasuki tahun 2017, CUDES merilis 10 faktor fundamental yang menjadi alasan paling realistis mengapa pelaku industri harus optimis terhadap kondisi pasar properti di tahun ini. Berikut 10 faktor dimaksud:
- Target pertumbuhan ekonomi : Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2017 senilai 5,1%, angka yang realistis sesuai perkembangan ekonomi global. Angka ini tidak terpaut jauh dari pencapaian di tahun 2016, artinya tidak terjadi penurunan secara year on year.
- Inflasi dan nilai tukar yang relatif stabil: Indonesia menutup tahun 2016 dengan realisasi inflasi di bawah target yang dipatok pemerintah, 3% dari target 4%. Ini bagus, artinya tidak ada lonjakan harga dari perkiraan pemerintah secara makro. Daya beli terjaga baik. Sementara itu, nilai tukar pun relatif stabil.
- BI Rate yang stabil: Sepanjang 2016, BI Rate berada diangka 7%-an pada kwartal I 2016 dan mulai kwartal II hingga akhir 2016 berada di kisaran 6,50%. Artinya tidak ada lonjakan berarti dari tingkat suku bunga KPR.
- DPK naik sekitar 8% dari tahun sebelumnya: Ada sejumlah instrumen investasi yang paling digemari, selain properti, juga emas, pasar uang dan pasar modal serta deposito. Pelambatan sektor properti tahun 2016 ternyata dibarengi dengan naiknya dana pihak ketiga di perbankan sebesar 8%-an. Artinya ada uang yang tidak dibelanjakan di sektor properti yang beralih ke produk investasi perbankan baik tabungan maupun deposito. Belum diketahui, berapa banyak yang mengalir ke pasar uang, pasar modal dan instrumen surat berharga lainnya.
- Paket Kebijakan Ekonomi yang pro ke industri properti: Ada sejumlah kebijakan pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi yang kondusif bagi psikologi pelaku industri properti. Diantaranya, Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I yang membuka kepemilikan orang asing terhadap rumah susun mewah dengan harga Rp10 miliar ke atas. Juga Dana Investasi Real Estate (DIRE) dalam paket ekonomi XI, tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) meskipun keinginan pemerintah pusat untuk menyunat BPHTB dari 5 persen menjadi 1 persen, tidak serta merta diikuti pemerintah daerah.
- Suku bunga KPR yang relatif stabil dan terjangkau: Dengan stabilnya tingkat BI Rate dan berbagai elemen makro lainnya, perbankan pun senantiasa menjaga tingkat suku bunga KPR mereka.
- Progres pembangunan infrastruktur: Lebih ke aspek mikroekonomi tetapi riil terasa oleh masyarakat. Tekad pemerintah membangun infrastruktur di seluruh negeri mulai menunjukan hasil dengan beroperasinya sejumlah ruas tol baru, jembatan dan moda transportasi perkotaan yang dengan sendirinya akan menciptakan efesiensi baru bagi pasar dan menjaga daya beli.
- Moda transportasi moderen di depan mata: Jika Jakarta menjadi barometer utama perkembangan pasar properti maka warga dapat menyaksikan bagaimana pemerintah telah membenahi kwalitas layanan transportasi publik, baik untuk wilayah Jakarta maupun kawasan suburbs di Bekasi, Depok, Bogor, Tangsel dan Tangerang.
- Masuknya korporasi asing mengembangkan properti di Indonesia: Salah satu indikator untuk mempertebal optimisme pelaku industri adalah semakin banyak proyek yang dikembangkan oleh kolaborasi pengembang lokal dan asing. Sebuah sentimen positif lantaran investor asing tak akan mengambil risiko untuk masuk ke pasar Indonesia jika tidak didasari pada optimisme keuntungan yang mereka peroleh.
- Potensi rembesan dana repatriasi program tax amnesty 2016/2017: Meskipun tidak dapat diperkirakan, kapan mulai terasa aliran dana repatriasi hasil penerapan program pengampunan pajak ke sektor properti namun ini menjadi sebuah potensi besar bagi properti. (Red)
Photo credit : Shutterstock