Telegraf, Jakarta – Gerakan Pemuda Anshor menyatakan, pasal 156a yang dikenakan hakim untuk menjatuhkan pidana penjara 2 tahun kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sangat diskriminatif. Guna mengakhiri kriminalisasi tersebut maka GP Anshor menyerukan pemerintah dan DPR RI perlu mencabut dan atau merevisi aturan tersebut.
Menurut Badan Otonom Nahdlatul Ulama ini yang menjadi akar permasalahan di dalam Kasus Ahok dan kasus-kasus penistaan agama lainnya (Ahmadiyah, Syiah, dan lain-lain) sesungguhnya adalah UU PNPS No. 1 Tahun 1965 Pencegahan Penyalahgunaan dan atau penodaan pada pasal 156a KUHP yang sangat diskriminatif dan terbukti seringkali digunakan untuk mengkriminalisasi pemeluk agama dan kepercayaan minoritas.
Anshor juga meminta aparat tegas menindak kelompok yang menganjurkan tindakan diskriminatif, mengancam eksistensi Negara bangsa, dan bahkan mempromosikan cara-cara kekerasan dalam mencapai tujuannya. Langkah ini dilakukan demi menjaga keharmonisan hubungan antar umat beragama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda.
Pernyataan sikap ini disampaikan Departemen Hukum GP Anshor pasca putusan kasus Ahok menyikapi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menjatuhi pidana penjara 2 (dua) tahun terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Putusan pidana penjara 2 (dua) tahun terhadap Ahok belum merupakan Putusan Yang Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap karena terdakwa sudah menyatakan banding (appeal). Oleh karena itu, seluruh pihak harus menghargai hak-hak terdakwa dan menghormati proses hukum selanjutnya, baik di tingkat banding maupun jika sampai kasasi nantinya,” ujar Ketua Abdul Hakam Aqsho Departemen Hukum PP GP Ansor dalam siaran pers yang dikirimkan ke redaksi di Jakarta.
Oleh karena itu, lanjut Abdul Hakam, Departemen Hukum Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor perlu menyampaikan poin-poin pandangan, sebagai berikut:
1. Bahwa proses hukum di tingkat banding maupun kasasi harus dilaksanakan secara bebas, adil, dan tidak memihak (free, fair, and impartial). Dengan demikian, tidak ada satu pihak pun yang boleh memengaruhi proses peradilan dan aparat penegak hukum, khususnya hakim, harus bersikap independen untuk mewujudkan suatu keadilan yang substantif sehingga putusannya nanti bukanlah merupakan suatu produk hukum dari hasil pesanan maupun tekanan pihak-pihak tertentu;
2. Bahwa kepada aparat penegak hukum diminta mengambil langkah-langkah tegas dengan berdasarkan hukum dan keadilan untuk menertibkan oknum-oknum dan kelompok-kelompok yang selama ini nyata-nyata menyebarkan ujaran kebencian, menganjurkan tindakan diskriminatif, mengancam eksistensi Negara bangsa, dan bahkan mempromosikan cara-cara kekerasan dalam mencapai tujuannya. Langkah ini dilakukan demi menjaga keharmonisan hubungan antar umat beragama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda.
3. Bahwa pasca putusan Ahok, PP GP Ansor menghimbau kepada seluruh pihak untuk menjaga ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Edo)