Telegraf – Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut menyikapi konflik dan perang antara Rusia dan Ukraina.
“Di sela-sela melakukan aktivitas utama saya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu melukis dan membina klub bola voli Lavani, hampir sepanjang hari saya menyimak perkembangan situasi di Ukraina. Berbagai perbincangan yang menarik di sejumlah televisi internasional juga terus saya ikuti,” kata SBY dalam tulisannya di The Yudhoyono Institute dikutip Telegraf, Jumat (18/03/2022).
Saya kira teman-teman masih ingat bahwa beberapa waktu yang lalu, saya telah mengeluarkan tweet berkaitan dengan perang yang tengah terjadi di Ukraina. Esensi dari cuitan saya tersebut ada tiga.
“Tak ada yang tahu pasti seperti apa ujung atau akhir (end game) dari perang itu. Yang kita ketahui adalah perkembangan dan dinamikanya. Mungkin ada yang kreatif dan bisa membangun sejumlah skenario. Tetapi semua itu tetaplah hanya merupakan prediksi alias ramalan. Bisa benar, bisa salah,” terangnya.
SBY juga menyebutkan bahwa adanya berbagai kalangan yang memang sudah memperkirakan bahwa Ukraina akan jatuh ke tangan Rusia.
“Setelah itu, meskipun kalah dalam perang konvensional, Ukraina akan melancarkan semacam perang gerilya atau operasi insurjensi. Jadi pasca pendudukan Ukraina oleh Rusia, dengan asumsi invasi Rusia sukses, akan terjadi perang berlarut (protracted war) di tanah Ukraina. Perkiraan seperti ini bisa iya, bisa juga tidak,” ungkapnya.
Menurutnya, ada beberapa esensi yang berkaitan dengan pertanyaan kritis apakah perang yang cukup dahsyat tersebut akhirnya bisa diselesaikan secara politik. Baik para politisi maupun jenderal sesungguhnya memiliki pengetahuan, belajar dari sejarah, bahwa perang kerap berakhir di meja perundingan. Karena sebuah perang terjadi karena politik tidak bisa mencegahnya, tetapi kemudian politik pulalah yang akhirnya menjadi solusi.
“Saya ingin menyampaikan bahwa saya memilih menggunakan istilah perang, dan bukan operasi militer khusus (special military operation) sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Putin, sahabat saya. Pengetahuan yang saya miliki selama hampir 30 tahun mengabdi di dunia militer, meniscayakan saya untuk lebih tepat menggunakan istilah perang ketimbang operasi militer khusus. Namun, bagi yang sependapat dengan istilah yang dipilih oleh Putin, operasi militer khusus, dan bukan perang ya anggaplah istilah perang yang saya gunakan ini sama saja dengan istilah yang dipakai oleh Presiden Putin,” bebernya.
Dalam tulisannya itu SBY ingin berpartisipasi melalui sumbangan pemikiran menyangkut isu-isu besar yang dinilainya kompleks.
“Delicate dan memiliki beragam kepentingan ini. Apa yang hendak saya sampaikan ini benar-benar pendapat dan pikiran pribadi saya sebagai seorang warga dunia (citizen of the world). Mungkin tidak selalu sama dengan sikap dan pandangan pemerintahan Presiden Jokowi yang sudah barang tentu saya mesti menghormatinya. Jadi benar-benar merupakan pemikiran pribadi saya yang sederhana, apa adanya, dan tidak mewakili siapa-siapa. Pandangan dan pemikiran ini saya kedepankan sebagai wujud kepedulian saya,” imbuhnya lagi.
SBY juga menjelaskan bahwa meskipun telah “pensiun” dari kegiatan politik praktis (day-to-day politics) di dalam negeri ia akan tetap menyampaikan pendapat pribadinya untuk ikut berkontribusi pada perdamaian, ketertiban dan keadilan dunia karena panggilan, dan juga sebagai seorang mantan presiden.
“Dalam menyampaikan pandangan-pandangan saya berkaitan dengan perang di Ukraina ini, saya memilih mengambil posisi tidak berpihak. Hal begitu akan memudahkan dan membuat saya terbebas dari subyektifitas yang justru akan melemahkan argumentasi yang saya bangun,” tegasnya.
Photo Credit: Presiden ke-6 RI yang juga Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memberikan keterangan pers di kediamannya di kawasan Mega Kuningan, Jakarta. ANTARA/Hafidz Mubarak