Jakarta, Telegraf,- Alfian Tanjung mangkir dari panggilan polisi atas ulahnya menyebarkan tudingan dan dugaan fitnah, ke sejumlah pihak sebagai antek PKI. Pria yang sehari-hari mengajar di perguruan swasta ini menyebarkan tuduhan PKI melalui ceramah-ceramahnya dan media sosial. Ia beberapa kali menuding istana disusupi PKI.
Namun ketika akan diperiksa polisi dalam laporan kasus ujaran kebencian di Polda Metro Jaya, Alfian mangkir dengan alasan sedang pergi ke luar kota.
“Tadi pihak kepolisian juga sudah telepon saya, saya belum bisa hadir hari ini, masih di luar kota,” kata Alfian ketika dihubungi, Kamis (18/5/2017).
Alfian mengatakan ia sudah mengabari penyidik Polda Metro Jaya bahwa ia siap hadir pekan depan. Ia menegaskan siap menghadiri panggilan kepolisian dan tak akan lari ke mana-mana.
“Saya menawarkan geser hari Kamis depan,” kata Alfian.
Alfian dilaporkan oleh seorang bernama Pardamean atas ucapan Alfian yang menyebut 85 persen anggota PDI-P adalah kader Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menyebut Alfian harusnya memenuhi panggilan pukul 10.00. Pria ini diperiksa karena adanya pengaduan atas kasus ujaran kebencian dengan menyebut kader PDI-P dan orang dekat Presiden Joko Widodo adalah PKI.
“Terkait laporan PDI-P (yang) disebut oleh beliau dalam akun Twitter-nya bahwa PDI-P 85 persen isinya kader PKI,” kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Kamis.
Argo mengatakan Alfian saat ini masih berstatus sebagai saksi. Selain Alfian, polisi juga akan memeriksa ahli untuk bisa menemukan ada atau tidaknya tindak pidana dalam kasus ini.
“Nanti kami gelar apakah ada tidaknya pidana. Nanti kalau ada pidana ya kami penyidikan,” ujar Argo.
Alfian Tanjung bukan kali pertama ini tersandung masalah karena tuduhan PKI-nya kepada sejumlah pihak.
Dia juga dilaporkan oleh seorang warga Surabaya, Jawa Timur bernama Sujatmiko lantaran memberikan ceramah dengan materi tentang PKI.
Saat itu dia tengah berceramah di Masjid Mujahidin, Surabaya. Nama Alfian Tanjung mencuat setelah ia menyebut Nezar Patria dan Teten Masduki sebagai antek PKI.
Istana Negara, kata Alfian, sering digunakan sebagai rapat PKI di malam hari. Ia menyampaikan tudingannya ini dalam berbagai kesempatan mulai dari pengajian hingga acara diskusi.
Setelah menerima surat teguran dan somasi tersebut, Alfian mengaku salah dan keliru dengan menyebut Nezar sebagai kader PKI saat berceramah di beberapa komunitas pengajian.
“Di sini saya datang untuk menyatakan kekeliruan dan permohonan maaf saya kepada Pak Nezar dan kepada masyarakat luas yang mungkin telah mendapatkan persepsi yang keliru,” ujar Alfian di kantor Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2017).
Alfian menuturkan, setelah Nezar mengirimkan somasi dan bertemu dengan tim pengacara, dia sempat kembali memeriksa data nama-nama yang dia sebut sebagai kader PKI.
Dari penelusuran serta konfirmasi langsung kepada Nezar, dia menyimpulkan adanya kekeliruan dalam data nama tersebut.
“Setelah saya mencoba menelusuri secara mendalam ternyata ada kekeliruan data nama yang saya sebutkan dalam ceramah. Memang pada masa lalu beliau adalah seorang aktivis PRD. Tapi dalam bab PKI yang tersemat dalam pernyataan saya, itu merupakan sebuah kesalahan,” kata Alfian.
“Jadi kesimpulannya bahwa secara tegas saya katakan bahwa saya keliru dan saya cabut sebutan itu kepada beliau. Saya nyatakan beliau bukan menjadi bagian yang saya ceramahkan itu (kader PKI),” ucapnya.
Selain itu, Alfian juga mengklarifikasi pernyataannya yang menyebut Nezar pernah memimpin rapat PKI di Istana Negara.
“Kedua, yang berhubungan dengan Istana, secara fisik, praktik dan interaksi, beliau tidak ada dalam kegiatan secara aktivitas di istana,” ungkap Alfian. Setiap berceramah pria ini memang dikenal kritis dan provokatif dalam soal mengangkat isu PKI.