Yang Benar Bentuk Bumi Itu Tidak Bulat Tetapi Geoid Apalagi Datar

Oleh : Atti K.

Telegraf, Bogor – Bentuk bumi itu memang tidak bulat, tidak pula datar melainkan elipsoid dengan permukaannya yang tidak beraturan karena berbagai topografi yang ada di bumi ini, nah bentuk semacam ini juga disebut Geoid.

Munculnya Flate Eart Society itu bermula dari sekelompok orang orang pintar, sebagian masuk NASA, sebagian lagi tidak diterima masuk NASA, dan sekelompok lagi orang-orang yang malas masuk NASA, nah sekelompok orang-orang yang malas masuk NASA dan sekelompok orang-orang yang tidak diterima masuk NASA inilah yang awalnya iseng menjahili anak-anak yang diterima di NASA dengan membuat teori Flate Eart Society, hal itu diungkapkan oleh Heri Andreas Dosen Prodi Geodesi dan Geomatika Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam Media Gathering dengan tema “Geoid Bumi Datar atau Bumi Bulat?” di Bogor, Selasa, (20/02/18).

“Masuk ke Indonesia dan di Indonesia peliknya dicampur adukkan dengan keyakinan bahwa bumi itu datar dan digabunglah dengan teorinya dari orang-orang iseng tadi sehingga langsung diserap 63 ribu folowernya Flate Eart Society di Indonesia tidak berhenti di situ kemudian di bumbui dengan sentimen, yang mana harus memerangi kaum kapitalis,” tuturnya.

Sementara itu Badan Informasi Geospasial (BIG) berpaya menyediakan data yang akurat dan update terkait Informasi Geospasial Dasar (IGD) yang berupa Jaring Kontrol Geodesi (JKG), dimana JKG itu terdiri dari beberapa unsur antara lain Jaring Kontrol Horisontal Nasional (JKHN), Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN), dan Jaring Kontrol Gayaberat Nasional (JKGN). JKHN merupakan kerangka acuan posisi horisontal untuk Informasi Geospasial (IG). Yang mana JKVN digunakan sebagai kerangka acuan posisi vertikal untuk IG dan JKGN digunakan sebagai kerangka acuan gaya berat untuk IG.

Antonius Bambang Wijanarto, Kepala Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika Badan Informasi Geospasial mengugkapkan Peraturan Kepala (PERKA) BIG Nomor 15 tahun 2013 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013 menyebutkan sistem referensi geospasial terdiri dari sistem referensi geospasial horisontal dan sistem referensi geospasial vertikal. Dimana keduanya sudah bisa dimanfaatkan dan terselengara secara memadai, yang di tunjukan melalui pemanfaatan dan ketersediaan dan dan distribusi stasiun pengamatan tetap Global Navigation Satellite System (GNSS) berbasis Continously Operating Reference Station (CORS) di Indonesia yang mencapai 125 stasiun.

“Alat inilah yang bisa menghasilkan Gojek, Grab, Uber, jaman dulu itu tidak ada, inilah profit yang didapat dari pemanfaatan teknologi yang sudah diusahakan mati-matian oleh para ilmuan-ilmuan geodesi, menyederhanakan dan memudahkan hal-hal yang sangat rumit,” kata Bambang.

Heri menambahkan Google Maps, Google Earth, Waze adalah hasil dari perhitungan bumi itu bulat, “jadi sebenarnya kalau resikonya bumi itu tidak bulat, berarti produk-produk tadi tidak akan ada,” ungkapnya. (Red)


Photo Credit : Sebuah mobil melintas di samping gedung Badan Informasi Geospasial, Jl. Raya Bogor, Cibinong. Telegraf/Atti Kurnia

Lainnya Dari Telegraf