Sign In
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
Telegraf

Kawat Berita Indonesia

  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Lainnya
    • Regional
    • Didaktika
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telegrafi
    • Telecoffee
    • Telefokus
    • Telerasi
Membaca Likuiditas Mengering Tersedot Tax Amnesty
Bagikan
Font ResizerAa
TelegrafTelegraf
Cari
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Lainnya
    • Regional
    • Didaktika
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telegrafi
    • Telecoffee
    • Telefokus
    • Telerasi
Punya Akun? Sign In
Ikuti Kami
Copyright © 2025 Telegraf. KBI Media. All Rights Reserved.
Ekonomika

Likuiditas Mengering Tersedot Tax Amnesty

KBI Media Kamis, 29 Desember 2016 | 19:10 WIB Waktu Baca 3 Menit
Bagikan
Petugas melayani wajib pajak untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di "Help Desk" Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak I, Jakarta Selatan, Senin (19/9). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, hingga Senin (19/9), jumlah uang tebusan baru menyentuh angka Rp16,8 triliun, setara 10,8 persen dan masih jauh dari target awal Rp165 triliun. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/foc/16.
Bagikan

Telegraf, Jakarta – Sepanjang 2016 merupakan tahun yang berat buat perbankan karena harus berebut likuiditas. Dan likuiditas semakin mengering karena tersedot oleh program pengampunan pajak (tax amnesty) pemerintah.

Peneliti Institute for Development on Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan likuiditas perekonomian semakin menghadapi tantangan karena terjadi perang likuiditas masih terus berlanjut.

Semua berawal dari terpilihnya Presiden AS, Donald Trump, yang berdampak pada respon pasar surat utang dengan kenaikan yield atau imbal hasil yang cukup tinggi. Di bawah kepemimpinan Trump, beberapa program seperti belanja infrastruktur yang besar, pemotongan pajak diprediksi mendorong naiknya inflasi. Proyeksi kenaikan inflasi direspon dengan meningkatnya bunga obligasi.

“Sepanjang tahun ini merupakan masa paceklik industri perbankan. Pertumbuhan dana pihak ketiga atau simpanan terus melambat bahkan terus di bawah pertumbuhan kredit. Bahkan hingga Agustus 2016, kondisi perbankan justru membahayakan karena terus menunjukkan tren DPK yang menurun drastis,” kata Bhima.

Padahal, lanjutnya, pada periode yang sama tahun 2015, pertumbuhan DPK masih di atas pertumbuhan kredit. Menurut dia, kondisi tersebut bisa memicu semakin sulitnya sektor riil mendapatkan pembiayaan yang murah dari perbankan.

“Penyebab keringnya likuiditas itu karena terpengaruh dari program pengampunan pajak. Pada November-Oktober itu karena banyak yang ikut tax amnesty, lalu ada Natal dan Tahun Baru banyak nasabah tarik perbankan. Tapi saya kritisi yang paling menarik adalah tax amnesty,” ujarnya.

Baca Juga :  Dorong Hilirisasi Riset dan Penguatan Produk Obat-Makanan Nasional BPOM Gelar Gebyar ABG Kolaborasi

Ia mengungkapkan, pada bulan tersebut banyak nasabah yang bayar uang tebusan amnesti pajak, yang hampir terjadi di seluruh bank, baik bank BUKU I, II, III, dan BUKU IV. Namun yang perlu diperhatikan bahwa tidak semua bank dipilih jadi bank persepsi, sehingga dana tersebut beralih ke bank persepsi yakni bank BUKU III dan IV.

“Nah, kondisi inlah yang kita anggap membahakayan. Likuditasnya sangat ketat. Dana repatrisi pun ternyata sampai saat ini belum teralisasi penuh. Karena tidak semua cash. Ada properti dan kendaraan. Artinya butuh waktu lama untuk dijual dan direpatriasi. Ini sebabkan perang suku bunga,” jelasnya.

Sementara itu, Bhima menuturkan, perbankan juga harus berebut likuiditas dengan pemerintah yang gencar dan agresif menerbitkan SUN dengan tingkat imbal hasil yang tinggi sekitar 8-9%. Sehingga mau tidak mau perbankan juga harus memberikan yield yang lebih tinggi ketika menerbitkan obligasi dibanding bunga SBN.

“Likuditas ketat itu juga kadang-kadang waktunya bersamaan ketika perbankan terbitkan obligasi dan penerbitan surat utang pemerintah. Ketika bank terbitkan obligasi maka bunganya harus lebih menarik dibanding bunga SBN. Ini memacu kondisi likuiditas perbankan,” ucapnya.

Ia menambahkan, kebijakan prefunding atau pembiayaan di awal sebelum tahun anggaran berjalan 2017 saja pemerintah sudah merealisasikan Rp116 triliun. Dalam merealisasikan strategi prefunding tersebut, pemerintah berencana menerbitkan SBN sekitar Rp63,5 triliun. (Red)

Photo credit : Antara/Yudhi Mahatma


Bagikan Artikel
Twitter Email Copy Link Print

Artikel Terbaru

BTN Resmi Spin-Off Unit Syariah, BSN Melonjak Jadi Bank Syariah Terbesar Kedua di Indonesia
Waktu Baca 4 Menit
DKPP Berhentikan Anggota KPU Kota Gorontalo
Waktu Baca 4 Menit
Butuh Sikap Kritis Untuk Membaca Data Ekonomi Pemerintah
Waktu Baca 4 Menit
Identitas Wonosobo Hadir Dalam Pementasan Tari Wayang Bundeng Gepuk
Waktu Baca 3 Menit
Draft Revisi Daftar Aturan Baru di KUHAP Akan Segera Disahkan
Waktu Baca 5 Menit

Dorong Hilirisasi Riset dan Penguatan Produk Obat-Makanan Nasional BPOM Gelar Gebyar ABG Kolaborasi

Waktu Baca 2 Menit

Cabutnya Investor Asing Membuat Rupiah Kian Melemah Pekan Ini

Waktu Baca 2 Menit

Kementerian UMKM Pastikan KOPLING 2025 Jadi Ajang Kolaborasi Musik dan Ekonomi Lokal

Waktu Baca 6 Menit

Perhelatan Sepakbola Special Olympics Asia Tenggara Berakhir Malam Ini

Waktu Baca 3 Menit

Lainnya Dari Telegraf

Ekonomika

Purbaya: Bank Sentral Yang Akan Jalankan Strategi Redenominasi

Waktu Baca 3 Menit
Photo Credit: Pengolahan Tambang Freeport. ANTARA
Ekonomika

Freeport Buka Sebagian Tambang di Grasberg Atas Izin ESDM

Waktu Baca 3 Menit
Ekonomika

ABB Insurance Brokers Dorong Literasi Asuransi Lewat Digitalisasi

Waktu Baca 2 Menit
Ekonomika

Pemerintah Optimistis Investasi dan Sektor Properti Jadi Penggerak Ekonomi 2026

Waktu Baca 4 Menit
Ekonomika

Permudah Kepemilikan Rumah Bagi Hakim, BTN Gandeng IKAHI Hadirkan Program “Graha Hakim”

Waktu Baca 4 Menit
Ekonomika

Bahas Utang Kereta Cepat Whoosh, RI Kirim Tim Negosiasi ke China

Waktu Baca 3 Menit
Ekonomika

Dalam 10 Tahun BNI Salurkan KUR Pekerja Migran Rp936 Miliar

Waktu Baca 2 Menit
Ekonomika

BPKN Desak AQUA Lakukan Pembenahan Tiga Tahap: Label, Kandungan, dan Distribusi

Waktu Baca 3 Menit
Telegraf
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Regional
  • Internasional
  • Cakrawala
  • Didaktika
  • Corporate
  • Religi
  • Properti
  • Lifestyle
  • Entertainment
  • Musik
  • Olahraga
  • Technology
  • Otomotif
  • Telemale
  • Opini
  • Telerasi
  • Philantrophy
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber

KBI Media

  • Kirim
  • Akunku
  • Hobimu
  • Subscribe
  • Telegrafi
  • Teletech
  • Telefoto
  • Travelgraf
  • Musikplus

Kawat Berita Indonesia. Copyright © 2025 Telegraf. KBI Media. All Rights Reserved.

Selamat Datang!

Masuk ke akunmu

Lupa passwordmu?