Jumlah Guru Normatif Lebih Banyak Dibandingkan Guru Produktif

Oleh : KBI Media

Telegraf, Jakarta – Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) setiap tahun melulusan lebih dari 200.000 guru, sehingga terjadi kelebihan. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, keluhan kelebihan guru ini telah disikapi oleh Kemristekdikti melalui moratorium program studi (prodi) untuk guru normatif seperti prodi matematika, Bahasa Indonesia, atau guru konseling.

“Sejak 2017, kami telah menutup prodi untuk guru normatif yang berlebihan seperti konseling dan matematika. Kita stop dulu,” kata Nasir di Jakarta, belum lama ini, seperti dilansir dari Suara Pembaruan.

Nasir menjelaskan, guru terbagi menjadi tiga jenis yakni guru normatif, adaptif, dan produktif. Ia membenarkan jika kelebihan jumlah guru terjadi karena LPTK membuka prodi yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

Pasalnya, bersamaan dengan terjadinya kelebihan guru, Indonesia juga mengalami kekurangan guru produktif seperti guru pertanian dan elektronika yang kebanyakan diisi oleh guru normatif.

“Semisalnya, untuk mata pelajaran teknologi penangkapan ikan ada yang diajarkan oleh guru biologi. Hal ini tidak sesuai dan tidak tepat sasaran,” kata Nasir.

Meski begitu, Nasir mengatakan, izin pembukaan prodi tetap diberikan, dengan persyaratan LPTK mengajukan pembukaan prodi yang sejalan dengan kebutuhan tenaga pendidik yang ada di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

“LPTK harus membuka prodi untuk calon guru produktif. Seperti kebutuhan SMK akan pendidikan mesin maka kami dorong LPTK untuk membuka prodi tersebut dan memoratorium ilmu sosial,” kata mantan rektor Univeristas Diponegoro (Undip) ini.

Selanjutnya, Nasir mengatakan, seiring berjalannya revitalisasi LPTK sesuai dengan peta jalan yang sedang berlangsung. kebutuhan akan asrama tetap dipertimbangkan. Pasalnya, sebagai lembaga yang menyiapkan tenaga pengajar. LPTK perlu dilakukan revitalisasi untuk memperbaiki kualitas dunia pendidikan di Indonesia.

Menurut Nasir, revitalisasi LPTK yang sedang dilakukan saat ini bukan pada pembangunan asrama, tetapi pada proses pembinaan kualitas dan mutu agar LPTK dapat menghasilkan calon guru profesional dengan kualitas baik.

“Revitalisasi bukan untuk asramanya tapi bagaimana menghasilkan guru profesional. Itu harapan saya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nasir menuturkan, Kemristekdikti fokus pada mutu, karena berdasarkan data Kemristekdikti, dari 422 LPTK, 41 di antaranya Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Namun, PTN yang bergerak di LPTK yang prodinya memiliki akreditasi A masih 7%, akreditasi B sebanyak 35%, akreditasi C sebanyak 23%, dan 35% lagi belum terakreditasi.

Nasir mengatakan, 35% LPTK yang belum terakreditasi adalah LPTK baru. Pihaknya telah memberikan waktu untuk dilakukan pembinaan peningkatan mutu karena keberadaan LPTK yang tidak sesuai dengan standar pendidikan tinggi (Dikti) akan merugikan calon guru.

Untuk itu, Nasir menyebutkan, Kemristekdikti terus melakukan program revitalisasi LPTK. Tujuannya agar LPTK mampu menunjukkan peningkatan kualitas input, proses serta output dan outcome yang terukur. Selain itu, lanjutnya, pelaksanaan Program Profesi Guru (PPG) SMK Produktif diprioritaskan sesuai dengan Inpres 9 Tahun 2016. Serta semua LPTK yang direvitalisasi harus menerapkan Standar Nasional atau SN Dikti 44 Tahun 2015.

Nasir menyebutkan, berdasarkan hasil dialog dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), untuk mengisi kekurangan guru produktif yang dibutuhkan SMK, pemerintah memberi beasiswa untuk dikuliahkan lagi atau melalui training selama satu tahun dalam skema pendidikan ganda.

Berdasarkan data Kemdikbud 2018, SMK mengalami kekurangan guru sebanyak 100.071 orang untuk perhitungan standar atau untuk yang mengajar maksimal 24 jam pelajaran seminggu. Sedangkan perhitungan efisiensi atau guru yang mengajar 30 jam pelajaran seminggu sebanyak 68.098 guru.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengeluhkan kelebihan jumlah guru yang dihasilkan LPTK. Kehadiran guru baru tersebut akan menambah daftar pengangguran karena pemerintah daerah (pemda) dilarang untuk merekrut guru honorer di masa mendatang.

Selain itu, pemerintah sedang sibuk menyelesaikan masalah guru honorer, yang mendominasi dari total jumlah 3.017.296 guru yang ada di Indonesia. Rinciannya, guru PNS ada 1.483.265 orangdan guru bukan PNS atau honorer secara keseluruhan ada 1.534.031 orang.

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (IGI) Ramli Rahim sepakat perlunya mengurangi jumlah guru normatif.

“Persoalan utama kita adalah kekurangan guru produktif untuk SMK. Sedangkan untuk guru normatif misalnya guru Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan lainnya lebih mudah, berbeda dengan guru produktif susah. Jadi, prioritas utama perekrutan untuk guru produktif,” kata Ramli.

Selanjutnya, Ramli mengatakan, setelah guru produktif, guru Sekolah Dasar (SD) harus menjadi prioritas selanjutnya. Kekurangan guru SD akan berdampak pada pembelajaran. Pasalnya, guru SD memiliki tanggungjawab sebagai guru kelas, sehingga ketika sekolah tidak memiliki guru SD lengkap, kegiatan belajar mengajar (KBM) akan pincang. (Red)


Photo Credit : FILE/Dok/Ist. Photo

Lainnya Dari Telegraf