Diplomasi Indonesia Tangani Claim BMKT Belanda

Oleh : Atti K.

Telegraf, Jakarta – Koordinasi lintas kementerian terkait dengan penanganan Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) menjadi titik awal, dan penajaman diplomasi dengan negara lain yang claim atas hak kepemilikan. Hal ini terkait dengan kisruh pemerintah Indonesia dengan Belanda yang meng-claim hak atas BMKT. Sementara pemerintah Indonesia juga menyatakan keberatan atas tindakan penyelaman untuk mencari BMKT di wilayah perairan Indonesia. “Kami protes kepada (pemerintah) Belanda, (melakukan) survey tanpa izin. Mereka melakukan penyelaman walaupun dengan orang dalam negeri. Kemhan (Kementerian Pertahanan) juga menegaskan bahwa tidak pernah ada pengajuan izin,” Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Riyanto Basuki mengatakan kepada Telegraf.

Rapat koordinasi lintas kementerian termasuk Kementerian Luar Negeri (Kemlu) sudah kelihatan hasilnya. Minimal, semua pihak pada tingkat kementerian akan bertindak transparan pada kepemilikan data. Sehingga setiap kali rapat koordinasi, setiap pihak bisa merumuskan tindakan untuk solusi. Rapat di Kemlu, semua pihak sebaliknya sempat bertanya-tanya. Bagaimana hal ihwal Belanda ujuk-ujuk punya (pemetaan) titik-titik kapal tenggelam. “Kami (KKP) juga tidak tahu, dari mana (pemetaan).”

Kemlu dan Kemhan menjadi leading sector untuk diplomasi BMKT. Para penyelam bisa mencari dua kapal Belanda dengan BMKT nya melalui penentuan koordinat. Rapat koordinasi juga menyepakati agar tidak muncul ego sektoral kementerian. “Kami tidak boleh saling menyalahkan walaupun kegiatan penyelaman tanpa izin sudah berlangsung.”

Potensi kekayaan laut Indonesia yang berkaitan dengan benda berharga asal muatan kapal kuno yang tenggelam sebelum Perang Dunia II sekurangnya terdapat di 463 lokasi. Diketahui kapal-kapal tersebut tenggelam antara tahun 1508 sampai dengan tahun 1878. Selain Belanda, Duta Besar (Tiongkok) atau negara lain meminta (pengangkatan BMKT dan pengembalian) sempat berharap mendapat kewenangan untuk menangani BMKT. “Mark Rutte (Perdana Menteri Belanda) waktu berkunjung ke Indonesia (Nopember 2016) sempat protes keras karena kapalnya di (wilayah perairan) Jawa tinggal separo. Kapal-kapal tenggelam pada Perang Dunia II (dua) setelah Belanda kalah perang dengan Jepang. Tapi kami juga tidak bisa ladeni protesnya karena (pemerintah Indonesia) tidak ikut tanda-tangan konvensi Unesco (badan PBB yang tangani masalah kebudayaan, pendidikan). Kami juga berusaha tidak menyinggung hal terkait ratifikasi konvensi Unesco tersebut. Kami khawatir negara-negara pemilik kapal desak Indonesia terus menerus. Sampai sekarang, Indonesia masih berhak mengatur kapal-kapal tersebut (dengan BMKT nya).”

Kasus BMKT Belanda dengan Tiongkok agak berbeda. Sebagaimana wilayah perairan Indonesia dulunya merupakan lalu-lintas ratusan sampai ribuan kapal dagang, sampai akhirnya beberapa sempat karam. Perlintasan kegiatan perdagangan akhirnya tidak lepas dari penyerangan, sengaja ataupun tidak sengaja. Misalkan ada kapal yang tidak mau bersandar atau membayar pajak pelayaran di kerajaan yang dilalui. Kapal-kapal Tiongkok melalui Kerajaan Melayu, Aceh dan Sriwijaya. Kapal-kapal karam tersebut membawa berbagai benda artefak seperti keramik, logam mulia (emas, perak, perunggu), batuan berharga dan lain sebagainya. “Kalau BMKT China (atau Tiongkok), kami bisa mengerucut (ide kerjasama) untuk marine heritage. Waktu pemeriksaan BMKT hasil penyelaman tahun 2010 yang lalu, kami gudangkan (BMKT Tiongkok) di Cileungsi (Bogor). Berbagai keramik guci dari Dinasti Ming abad ke 16 masih tersimpan. BMKT Tiongkok relative tidak ada masalah.”

Penataan BMKT terkait dengan kedaulatan wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) tetap tidak boleh dibenturkan dengan hukum internasional khususnya ranah pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya. Semua negara di dunia harus ikut serta menjaga kerjasama antara negara melalui berbagai sector, termasuk pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya dan sejarah.

Sehingga negara-negara yang sempat meng-claim seperti Tiongkok sangat berkepentingan menjaga BMKT peninggalan Dinasti Ming untuk anak cucu mereka. Kalaupun saya sebagai Warga Negara Indonesia yang masih ‘berafiliasi’ pada Tiongkok, sebaiknya dikaitkan dengan kepentingan pembelajaran sejarah. Mereka bisa melihat langsung artefak sejarah semasa kejayaan Dinasti Ming. Mereka juga masih bisa berkenang-kenangan, termasuk anak cucu bisa merasakan kenangan masa lalu. “Masalah BMKT ke depan bisa diarahkan pada kegiatan konservasi (sumber daya kelautan, perikanan). Konservasi maritime sangat parallel dengan wisata kapal tenggelam. Wisata bahari, kegiatan konservasi dan BMKT harusconnect.”  (S.Liu)

Photo credit : Reuters


 

Lainnya Dari Telegraf


 

Copyright © 2024 Telegraf. KBI Media. All Rights Reserved.