Connect with us

Telecoffee

Corinna Lim An Evening With Michelle Obama

Published

on


Teleperson – Corinna Lim, mantan pengacara dan wirausahawan, dan sekarang ketua Asosiasi Wanita untuk Aksi dan Penelitian (AWARE), telah diumumkan sebagai moderator An Evening with Michelle Obama di Singapore Expo pada 14 Desember 2019.

Mengumumkan penunjukannya, penyedia acara bisnis terkemuka The Growth Faculty mengatakan bahwa perjalanan akademik, kewirausahaan, dan kepemimpinan yang mengesankan dari Ms. Lim membuatnya secara unik cocok dengan peran moderator di An Evening with Michelle Obama.

Michelle Obama, mantan Ibu Negara Amerika Serikat, dan orang Afrika-Amerika pertama yang mengisi peran tersebut, akan memperluas tema-tema yang diuraikan dalam buku terlaris globalnya yang berjudul ‘Becoming’, dalam 60 menit percakapan yang didampingi oleh moderator pada malam 14 Desember.

Corinna Lim mengatakan hari ini dia merasa terhormat dipilih sebagai moderator untuk An Evening with Corinna Lim

“Saya merasa sangat terhormat untuk menjadi bagian dari kunjungan pertama Michelle Obama ke Singapura ini. Michelle Obama, dalam banyak hal, adalah ikon feminis global,” katanya.

“Saya sangat terinspirasi oleh otobiografinya yang luar biasa, dan saya tidak sabar menunggu pembicaraan kita bersama.” imbunya.

Corinna Lim menjadi Direktur Eksekutif AWARE pertama setelah karir selama satu dekade sebagai pengacara. Dia juga merupakan salah satu pendiri dan CEO dari perusahaan teknologi yang melayani industri hukum.

Pendiri The Growth Faculty, Karen Beattie, mengatakan hari ini bahwa An Evening with Michelle Obama melanjutkan misinya untuk membantu orang tumbuh sebagai pemimpin dengan menawarkan ide-ide yang memberi dampak.

“The Growth Faculty telah meluncurkan program ini di Singapura dengan tujuan ganda – untuk menghibur dan menginspirasi. Kami berharap dapat mendorong diskusi yang akan memberikan perubahan yang berarti di semua tingkat kepemimpinan,” katanya, (12/12/19).

“Dalam mengkonfirmasi Corinna Lim sebagai moderator untuk An Evening dengan Michelle Obama, kami senang untuk menawarkan diskusi yang menarik yang akan membantu lebih banyak wanita belajar, tumbuh dan sukses.”

Tentang The Growth Faculty

The Growth Faculty sedang memperluas layanannya secara global setelah menjadi penyedia pendidikan kelas dunia terkemuka Australia untuk para pengusaha dan eksekutif melalui acara-acara kelas dunia dan program online. Perusahaan ini menyediakan akses ke pemikir strategis terbaik dunia, pencapai prestasi global, dan pendongeng terlaris untuk menumbuhkan dan meningkatkan pemimpin.

Acara pembicara termasuk Hillary Clinton, Peraih Nobel Malala Yousafzai, Jim Collins, Simon Sinek, Brené Brown, George Clooney, dan Malcolm Gladwell.

Melalui pengalaman belajar yang kuat, para profesional dapat mengasah keterampilan kepemimpinan mereka, menavigasi gangguan dan mendorong pertumbuhan.

Tentang Michelle Obama

Michelle Obama adalah seorang pengacara, penulis, dan istri mantan Presiden AS Barack Obama. Sebagai Ibu Negara Amerika Serikat – orang Afrika-Amerika pertama yang menjalani peran tersebut – ia membantu menciptakan Gedung Putih yang paling ramah dan inklusif dalam sejarah, sementara juga membangun dirinya sebagai advokat yang kuat bagi perempuan dan anak perempuan.

Corinna Lim

Kecintaannya pada masalah sosial membuatnya dihormati dan dikagumi di seluruh dunia. Sebelum berperan sebagai Ibu Negara, ia adalah seorang pengacara, administrator kota Chicago dan pekerja penjangkauan komunitas.

Riwayat hidup singkatnya pada tahun 2018, Becoming, berada di jalur untuk menjadi otobiografi terlaris sepanjang masa. Presiden Obama dan mantan Ibu Negara Michelle Obama memiliki dua anak perempuan: Malia dan Sasha.

Tentang Corinna Lim

Corinna Lim adalah seorang aktivis hak-hak perempuan, seorang pengacara dan pengusaha. Pada 2010, ia ditunjuk sebagai Direktur Eksekutif AWARE pertama, di mana ia memimpin transformasi AWARE dari kelompok yang dipimpin sukarelawan menjadi badan amal pemenang penghargaan. Dia telah menjadi pelindung hak-hak perempuan untuk sebagian besar kehidupan dewasanya, mengadvokasi isu-isu seperti kekerasan gender dan dukungan untuk perempuan yang terpinggirkan.

Sebelum mengambil peran penuh waktu dalam AWARE, Corinna belajar hukum selama lebih dari 10 tahun. Dia juga merupakan salah satu pendiri dan CEO dari perusahaan teknologi hukum. Corinna memiliki gelar Magister Administrasi Publik dari Columbia University dan peraih beasiswa Fulbright. Dia lulus sarjana hokum (LLB) dari National University of Singapore dan dipanggil ke Singapore Bar pada tahun 1988.

Tentang AWARE

Didirikan pada tahun 1985, AWARE (Asosiasi Perempuan untuk Tindakan dan Penelitian) adalah kelompok advokasi hak-hak perempuan dan kesetaraan gender terkemuka di Singapura. AWARE bekerja untuk mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan berbasis gender melalui penelitian, advokasi, pendidikan, pelatihan dan layanan dukungan. AWARE mengelola satu-satunya Pusat Perawatan Wanita dan Penyerangan Seksual di Singapura dan telah menjadi yang terdepan dalam kesetaraan gender di berbagai permasalahan, termasuk kekerasan berbasis gender, dukungan untuk pengasuh dan keadilan ekonomi. (Red)


Photo Credit : Michelle Obama. GETTY IMAGES/Roy Rochlin

Advertisement
Click to comment

Telecoffee

Kenaikan PPN 12% Tanggung Jawab siapa?

Published

on

Kenaikan PPN 12%

TELEGRAF – Dalam suasana politik yang memanas, Ketua Bintang Garuda, Handiyono Aruman, tidak bisa menahan keheranannya atas sikap PDIP yang kini menolak PPN 12%, Jakarta (23/12/24).

Sikap tersebut tampaknya bertentangan dengan peran mereka sebagai inisiator dan pengesah kenaikan pajak tersebut dalam Undang-Undang (UU) yang disahkan beberapa tahun lalu.

“Ini adalah sebuah permainan ‘playing victim’ yang tidak bertanggung jawab,” ungkap Handiyono, menyoroti ketidakselarasan antara tindakan dan kata-kata partai berlambang banteng moncong putih itu.

Kenaikan PPN 12% yang menjadi perbincangan publik sebenarnya adalah hasil dari kebijakan berdasarkan UU yang disahkan pada tahun 2021.

Namun, sikap PDIP yang kini menolak kebijakan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai konsistensi dan kejujuran mereka dalam berpolitik.

Mengapa partai yang pernah mendukung kini berbalik arah?

Handiyono Aruman yg merupakan mantan PIC Segmen Akademisi dan Alumni TKN Golf. mengajak seluruh pihak, termasuk PDIP, untuk berani mengakui peran mereka dalam pengesahan PPN 12%.

“Jangan mainkan peran korban dan mengelabui masyarakat,” tegasnya.

Dalam pandangannya, penting untuk menunjukkan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap keputusan politik.

“Kita harus bertanggung jawab atas kebijakan yang telah diambil,” tambahnya, menegaskan perlunya integritas dalam dunia politik.

Masyarakat kini menuntut kejelasan dari PDIP mengenai alasan di balik penolakan mereka terhadap PPN 12%.

Banyak yang mempertanyakan konsistensi partai ini dan meminta mereka untuk mengakui peran mereka dalam pengesahan UU tersebut.

“Kami ingin keadilan dan kejujuran dalam pengambilan keputusan politik,” seru Erwin Rolan, pengurus Bintang Garuda Jakarta menggambarkan keresahan yang dirasakan banyak orang terhadap situasi ini.

Handiyono Aruman menyambut baik langkah Presiden Prabowo dengan menetapkan pemberlakuan PPN 12% hanya untuk barang mewah, sehingga masyarakat umum diharapkan tidak terdampak dari kenaikan PPN 12% .

Sehingga ekonomi kerakyatan dapat terus berjalan dengan baik tanpa ada gonjangan sosial ekonomi, tutup Handiyono, menunjukkan harapan untuk masa depan yang lebih baik dalam kebijakan perpajakan di Indonesia.

Continue Reading

Telecoffee

Memenangkan Pancasila

Published

on

By

DEPOK, TELEGRAF.CO.ID — Sore yang temaram. Ia menungguku di perpus kampus UI Depok. Saat bertemu, ia langsung bertanya, “bagaimana kabar kabinet dan masa depan paradok pangan kita?” Ya, orang yang kutemui adalah Pratama Nusantara, praktisi pertanian dan produsen beras nasional. Tentu ini pertanyaan serius. Selalu begitu kalau bertemu ngopi dan diskusi dengannya.

Daulat pangan tentu cita-cita Presiden Prabowo Subianto sejak lama. Di banyak kesempatan, termasuk saat pidato pertama di depan MPR, ia dengan lantang menyebutkan isu ini. Baginya, daulat pangan adalah swasembada pangan karena kemampuan memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional.

Demi program itu, Presiden Prabowo membentuk kementrian kordinator pangan yang mengkordinasi kementrian pertanian; kehutanan; kelautan dan perikanan; lingkungan hidup. Target swasembada pangan jadi prioritas. Semua lini didukung oleh Bulog dan Badan Pangan Nasional. Mereka adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dengan tugas mendaulatkan pangan kita.

Harus diakui, pangan kita sudah lama tak berdaulat. Penuh konglomerat hitam dan hobi impor. Akibatnya, kita terus menerima krisis pangan. Riilnya, kelangkaan pangan dialami oleh sebagian besar warga negara yang disebabkan oleh kesulitan dan gagal panen, distribusi pangan, dampak perubahan iklim, bencana alam dan lingkungan serta konflik sosial, monopoli-oligopoli, termasuk akibat perang.

Saat yang sama, jumlah penduduk terus meningkat tiap harinya karena terlalu banyak kelahiran (natality). Padahal, semakin besar jumlah manusia di dunia, maka volume permintaan terhadap pangan akan makin tinggi. Singkatnya, kita juga gagal melakukan pengaturan KB (keluarga berencana) secara signifikan sambil menolak program depopulasi.

Lalu, apa solusinya? Pertama, habisi mafia pangan. Kedua, hadirkan big data. Ketiga, realisasikan road map keberdikarian pangan. Keempat, optimalisasi kualitas produksi pangan, baik dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Ekstensifikasi bisa dilakukan dengan menghidupkan tanah mati, yaitu tanah yang tidak subur atau tidak cocok untuk pertanian. Kelima, sehatkan tata kelola pasar sosial pangan. Keenam, perbanyak kader lewat kurikulum dan sekolah pangan. Ketujuh, menangkan perang dagang dan pertempuran narasi plus pemikiran.

Saat ini, perang pemikiran, agensi dan kelembagaan yang terjadi harus dihadapi dengan serius. Ini perang hidup matinya negara. Tetapi, bagi rakyat, perang ini harus dihadapi dengan senyuman. Sebab senjata tak ada, duit tak seberapa, doa terus tertolak, pertolongan tak hadir. Modal rakyat hanya niat baik dan ilmu, itupun sedikit.

Rakyat harus sadar bahwa hidup mereka tentu saja tidak selalu lurus dan tidak seperti kemauan mereka. Ya, mereka harus menyadari bahwa setiap belokan dan ujian kehidupan memiliki makna. Maka, teruslah melangkah. Mereka harus yakin akan sampai ke tujuan yang berkah. Terus berjalan walau tak ada jalan di depan. Sebab, setelah rakyat berjalan, sesungguhnya sedang buat “jalan.”

Mereka harus segera siuman bahwa persoalan hak milik tanah, air, udara adalah persoalan purba dan akar masalah yang selalu diperebutkan di dunia. Persoalan kedaulatan pangan itu inti dan hakiki: terus datang tanpa henti. Sayangnya di kita, itu diindustrikan dan dikomersilkan dengan ontologi pasar neoliberal yang jahat dan mencekik.

Dengan lanskap seperti di atas, Presiden Prabowo harus segera sadar. Sesungguhnya, tak ada revolusi tanpa redistribusi aset. Tak ada pemilu tanpa redistribusi kapital. Tak ada pilpres tanpa redistribusi uang. Saat team ekonomi hasil revolusi, pemilu dan pilpres tidak berubah: agensi dan programnya, rakyat hanya sedang menonton sinetron.

Dengan tesis itu, mari tumpuk semangat dan refokusing program. Tentu sambil ingat bahwa apa yang ditakdirkan untuk kita akan menjadi milik kita. Maka, hidup adalah seni mengelola hati, imaji dan cita-cita plus harapan agar jadi kenyataan. Saat bersamaan, kita perlu kemampuan meneladani, meyakinkan dan memahami apa yang terjadi di hati dan pikiran sekitar agar konsensus dan ikhlas. Selanjutnya, kita perlu kurikulum geopolitik dunia yang dahsyat.

Dengan keyakinan memenangkan Pancasila kita sadar bahwa revolusi yang hilang akan dengan sendirinya menemukan jalan pulangnya, meski tidak selalu berarti ke rumah yang sama. Ia akan mendapat sekutu-sekutu dari sumber tak disangka-sangka. Wahai warganegara, mari bersekutu dan berbaris dalam kesatuan revolusi Pancasila. Tentu agar menang dan para mafia pangan tumbang.

Jangan lupa, setiap kekuasaan itu dipergilirkan. Jangan putus asa! Mari gunakan ia untuk menciptakan kebaikan, keadaban, kebijaksanaan dan keadilan yang legendaris di republik pancasila.(*)

Continue Reading

Telecoffee

Menghadirkan Kembali Negara Pancasila

Published

on

By

Photo Credit: Siswa SDN Munggung 1 dan Siswa SDN Nayu Barat 2 Solo, belajar menggambar lambang Garuda Pancasila di Kadipiro, Kecamatan Banjarsari. Kegiatan tersebut untuk mengenalkan lambang Garuda Pancasila beserta artinya dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila. FILE/SP

JAKARTA, TELEGRAF.CO.ID — Jenius dan fokus. Begitulah kunci dan metodanya jika ingin berhasil. Ini berlaku buat siapa saja. Termasuk pemerintahan baru yang dipimpin Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Mengapa?

Karena pemerintahan baru, di samping akan meneruskan program-program bagus

Yudhie Haryono

pemerintahan sebelumnya, juga mewarisi beberapa problem besar yang menyertainya. Setidaknya ada lima problem besar tersebut. Pertama, jumlah kemiskinan yang terus meningkat (11.03%). Kedua, jumlah pengangguran yang signifikan (6.78%). Ketiga, skor ketimpangan yang terus melebar (0.397). Keempat, praktik ekopol yang makin mahal (rerata 25 milyar/orang untuk DPR). Kelima, merosotnya lembaga dan agensi penegak hukum (3.95, 1-5).

Bagaimana cara mengatasinya? Ada banyak formula. Terapi, semua dapat diringkas menjadi satu kalimat: dengan cara menghadirkan negara pancasila. Hal ini karena Pancasila merupakan dasar dan landasan ideologi bagi bangsa Indonesia. Maka, setiap warga negara (terutama aparatur pemerintah) wajib mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kenegaraan.

Dus, negara dan pemerintah harus segera menggelorakan kembali semangat Pancasila Sakti agar tumbuh kesadaran bersama bahwa Pancasila adalah pusaka dan sumber kekuatan untuk membangkitkan keagungan bangsa sekaligus menyelamatkan rakyatnya yang sengsara.

Pemerintah baru harus menjadikan pelantikan mereka sebagai momentum agung bagi kebangkitan Indonesia Raya sebagai bumi surgawi. Semangat lemurian, atlantik dan nusantara yang agung harus disajikan kepada semua warga negara. Mereka harus kolaboratif dalam kerja jenius yang fokus berbasis intelektual, spiritual dan kapital sehingga menghasilkan modal, model dan modul negara pancasila yang nyata.

Dari sini, tesis yang bekata bahwa, “tak akan sukses bernegara jika sumber bernegaranya mengkhianati Pancasila” menemukan buktinya. Hal ini karena Indonesia adalah buah pikiran tulus dan jenius dari para pemuda (pribumi) yang berdedikasi, berkompentensi, beritegritas dan bercita-cita luhur sehingga gagasan negaranya merupakan kesepakatan dalam kesejahteraan dan keadilan untuk seluruh warga bangsanya dengan dasar negara Pancasila yang menjunjung etik dan moral serta mental.

Maka, yang akan membuat Indonesia jadi peradaban besar adalah yang punya visi, misi, gagasan dan ide besar serta setia dengan hal-hal tersebut. Setia dengan ipoleksosbudhankam bersendi pancasila. Demikian pula demokrasi politiknya.

Demokrasi yang cocok dan khas Indonesia adalah demokrasi dengan sistem perwakilan yang mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Perwakilannya diisi lewat keterpilihan (utusan parpol) dan keterwakilan (utusan daerah dan utusan golongan). Ketiganya membentuk trikameral yang manunggal menjadi lembaga tertinggi negara: MPRRI.

Seperti yang dikatakan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI: “Saudara-saudara, saya usulkan, kalau kita mencari demokrasi hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-ecconomische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial. Rakyat Indonesia lama bicara tentang ini. … Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang kita akan buat hendaknya bukan badan permusyawaratan politik democratie saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakat dapat mewujudkan dua prinsip: politieke rectvaardigheid dan sociale rechtvaardighaeid.”

Sangat jelas dari sila keempat bahwa negara Indonesia tidak boleh dipimpin oleh satu golongan agama, oleh satu golongan orang kaya (oligarkhi), oleh satu gologang ras dan etnis; tidak dipimpin oleh para bangsawan atau salah satu raja; tidak dipimpin oleh satu kekuatan bersenjata; tidak juga para preman. Bangsa Indonesia harus dipimpin oleh “hikmat kebijaksanaan.”

Pertanyaannya, “mengapa hukum tata negara yang canggih itu dihapus lewat amandemen?” Entahlah. Sejarah kita memang parah. Para pendiri republik susah payah merekonstruksinya, generasi setelahnya membuangnya.

Akhir kata, selamat bekerja keras dan cerdas pada pemerintahan baru. Kerja akbarnya balik ke konstitusi asli. Kerja subtantifnya membalikkan kondisi ekonomi gelisah menjadi cerah. Mengapa akbar dan subtantif? Karena tingkat kerusakan ekosistem berbangsa dan bernegara kita tidak bisa diatasi kecuali dengan revolusi pancasila yang struktural dan kultural agar hadir kembali negara pancasila. Semoga.(*)

Continue Reading

Telecoffee

Tentara Pancasila : Mengenang AH Nasution

Published

on

By

JAKARTA, TELEGRAF.CO.ID Ialah satu dari dua arsitek utama Orde Baru. Jenderal intelektual cum santri puritan sejati. Pada hari TNI, kita layak menyajikan kembali lima gagasan besar AH Nasution agar kecerdasan serdadu tak limbo: terterjang arus besar pasar pemroduk ketimpangan dan pengemis di republik pancasila.

Kita tahu, Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) yang ke-79 pada 5 Oktober, hari ini. Peringatan HUT ke-79 TNI ini dimeriahkan dengan berbagai kegiatan yang berpusat di Silang Monas Jakarta. Kita paham, di umur yang tak lagi remaja, tatangan serdadu di zaman modern makin komplek. Maka, merefleksikan dan memproyeksikan pemikiran AH Nasution menjadi keniscayaan.

Mengapa pilihannya tokoh AH Nasution? Karena warisan tapak sejarahnya yang luar biasa. Ia adalah satu dari tiga jenderal besar dan politikus jenius Indonesia. Ia bertugas di militer selama revolusi nasional Indonesia dan tetap di militer selama gejolak berikutnya dari demokrasi Parlementer ke Demokrasi Terpimpin. Lalu, ia menjadi kreator kembali ke Konstitusi Asli sebagai cara bernegara pancasila.

Setelah jatuhnya Presiden Soekarno dari kekuasaan, ia menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), saat bersamaan presidennya Soeharto. Lahir dari keluarga Batak Mandailing, di desa Hutapungkut, ia belajar dan mendaftar di akademi militer di Bandung. Sekolah yang nanti membentuk karakternya yang patriotik, idealistik dan konsensualis.

Pikiran utama AH Nasution adalah gerilya. Nasution menyadari bahwa persenjataan TNI dan strategi konvensional tidak akan mampu menghadapi penjajah yang serakah sehingga diperlukan adanya kantong-kantong gerilya. Maka dari itu, dibentuklah daerah pertahanan (wehrkreise) untuk menghadapi tentara penjajah yang lebih lengkap persenjataannya. Dengan cara hit and run serta tahu seluk beluk teritorial, gerilya akan efektif memenangkan perang.

Kedua, AH Nasution berpikir dan menulis bahwa tingkat pengabdian tertinggi serdadu adalah pada kebenaran yang bersumber dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka, bagi Nasution, “hanya pengkhianat yang tidak mengikuti dan melanjutkan perjuangan pahlawan yang syahid demi negara dan rakyatnya. Sebaliknya, mereka biasanya akan menghancurkan negara sehingga layak disebut perusak dan penjahat.”

Ketiga, AH Nasution selalu mengulang tesis keren yaitu, “TNI harus menjaga dan mempertahankan keluhuran, kehormatan serta martabat bangsa dan negara bukan karena nafsu kebendaan melainkan didorong oleh keinsyafan jiwanya dalam mengabdi kepada ibu pertiwi.” Tentu bukan serdadu membela yang bayar, tetapi bersama yang benar.

Keempat, AH Nasution menegaskan bahwa mental serdadu kita itu republiken. Dus, “dalam tubuh TNI diintegrasikan sifat keprajuritan, kenasionalan, kerakyatan dan kerevolusioneran. Darinya terbentuk watak TNI bahwa mereka bukan prajurit sewaan. Mereka manusia yang terpanggil demi republik, dari republik dan untuk republik.”

Kelima, AH Nasution menghimbau agar pimpinan serdadu memahami teori dan isu geoekonomi. Ya, geoekonomi adalah kajian aspek ruang, waktu, dan politik dalam ekonomi dan sumber daya. Geoekonomi juga dapat diartikan sebagai penggunaan ekonomi untuk tujuan geopolitik, dengan lebih menekankan pada implementasi kebijakan. Dengan memahami ini serdadu akan siap jika terjadi perang modern, seperti perang dagang dan perang asimetrik.

Singkatnya, sebagai pilar utama berbangsa dan bernegara, serdadu harus melahirkan agen-agen kepemimpinan inklusif jenius, yang membebaskan, memajukan, memuliakan keadilan dan persaudaraan demi tumpah darah daratan, air dan udara serta seluruh penghuninya. Mereka disebut Tentara Pancasila. Tentara Indonesia yang patriotik. Tentara bermental semesta.

Tentu saja, ini semua merupakan kumpulan mentalitas dan karakter yang harus dikurikulumkan kembali saat kita lupa dan berkubang dosa: kalah dilindas oligarki dunia yang rakus. Inilah jenis kepemimpinan tentara yang lapang dan toleran serta memberi semangat jihad dalam seluruh ultima berwarga, bernegara, berbangsa, dan bersemesta. Dirgahayu TNI. Maju terus dan berdaulatlah penuh.(*)

Opini : Yudhie Haryono | Rektor Universitas Nusantara

Continue Reading

Telecoffee

Membangun Dengan Basis Konstitusi

Published

on

By

JAKARTA, TELEGRAF.CO.ID — Demi bangsa, demi negara dan demi warganya. Itulah pokok pembangunan kita. Dus, pilarnya harus mencakup minimal lima poin: 1)Indonesia tanpa kelaparan; 2)Indonesia tanpa kemiskinan; 3)Indonesia tanpa kebodohan; 4)Indonesia tanpa kesakitan; 5)Indonesia tanpa diskriminasi dan ketimpangan.

Basisnya ada dalam pasal 28H dan pasal 33 ayat (3), (4) UUD 1945. Kedua pasal itu harus disinergiskan: pembangunan ekonomi dengan aspek lain seperti ideologi, kemasyarakatan, kebudayaan, tradisi, hankam, lingkungan hidup, kesehatan, sosial, dan politik/demokrasi.

Bunyi pasal 28H adalah: 1)Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; 2)Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan; 3)Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat; 4)Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Sedangkan pasal 33 berbunyi: 3)Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; 4)Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Karena teks konstitusi itulah maka pembangunan nasional itu bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.

Dulu via GBHN (garis-garis besar haluan negara), kini via visi misi presiden yang dibungkus oleh SPPN yang dibagi menjafi RPJM (rencana pembangunan jangka menengah) sebagai dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun dan RPJP (rencana pembangunan jangka panjang) sebagai dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun.

GBHN sendiri merupakan haluan negara tentang penyelenggaraan pemerintahan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh MPR sehingga lebih mondial dan semesta. Karena itu disebut pembangunan semesta.

Sementara gantinya, via UU No. 25/2004 adalah SPPN (sistem perencanaan pembangunan nasional) yang menyatakan bahwa penjabaran dari tujuan dibentuknya Republik Indonesia seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, dituangkan dalam bentuk RPJP dan RPJM.

Berdasarkan PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, maka Menteri PPN/Kepala Bappenas bertugas menyiapkan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Tetapi, menteri PPN menyusunnya dari masukan kegiatan musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) yang tercantum dalam beberapa undang-undang dan perda terkait dengan perencanaan pembangunan daerah. Undang-undang tersebut adalah UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah,dan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.

Atas beberapa konstruk landasan SPPN maka terlihat lima kelemahannya: 1)Bias parpol; 2)Bias pemilu; 3)Bias eksekutif; 4)Bias ekonom(i), dan 5)Bias negara, anti rakyat.

Singkatnya, menurut Hendrawan Soepratikno (2015) GBHN dan SPPN memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya merupakan dokumen imajinasi pembangunan. Kalau GBHN terlihat lebih konsisten, tapi miskin improvisasi. Sementara SPPN yang hasilkan RPJPN yang dilaksanakan sekaramg kaya improvisasi tapi sering tidak konsisten.

GBHN adalah produk lembaga tertinggi negara, sehingga penyelenggaraan dan pengawasan lebik baik. Sedangkan SPPN lebih sensitif, memiliki peluang besar, ada dinamika, tapi tidak konsisten karena sangat tergantung pada sikon presiden.(*)

Continue Reading

Telecoffee

Kontra Skema Jalur Sutra

Published

on

By

JAKARTA, TELEGRAF.CO.ID — Apa itu jalur sutra? Adalah skema penjajahan purba yang dihidupkan lagi oleh negeri China demi eksistensialnya. Kita harus bagaimana? Buat kontra skema. Lawan kecerdasannya. Tikam kejeniusannya. Dengan apa?

Mengkreasi kembali “jalur rempah.” Kita tahu bahwa jalur maritim adalah jalur rempah. Keduanya merupakan jalur purba Atlantik dan Nusantara. Keduanya menjadi aksiologi bangsa Indonesia. Keduanya menegaskan dominasi peradaban spiritual dan jamu di semesta.

Tetapi, kini kondisinya dilupa: diucapkan tak dikerjakan. Akhirnya kita ikut jalur pasar gila: satu praktik dari teori usang dan jahat neoliberalisme yang menjijikkan karena melakukan panca program: (1)Debt Manipulation, (2)Economic Dependency, (3)Corporate Interests, (4)Political Influence dan (5)Global Impact.

Padahal, anugerah rempah, herbal dan jamu adalah mukjizat. Kita harus terus mengolahnya dengan panduan, supervisi dan ketekunan plus rasa cinta yang luarbiyasa agar maksimal jadi modal-model-modul peradaban besar, inspiratif plus berkeadilan.

Maka, kontra skema ini akan hasilkan keindahan negeri, keadilan umum, kemuliaan rakyat, kebaikan sesama, keagungan bangsa, kejeniusan pemimpin, kehormatan pemerintahan sebagai mahkota kita: mula dan akhir nusantara. Jalan dan cita-cita atlantis.

Dus, kita harus segera kerjakan tahapan-tahapan kontra skema. Pertama, dengan menghadirkan narasi maritim dan negara bahari. Beberapa langkah dua rezim sudah lumayan bekerja di ranah itu.

Kedua, kami akan luncurkan buku berjudul, “Indonesia’s Maritime Interest, Cooperation and Capacity Building,” karya Laksamana Muda TNI (Purn) Rosihan Arsyad, pada hari Sabtu, 28 September 2024, di Auditorium Perpustakaan Nasional Jl. Medan Merdeka Selatan No.11. Jakpus.

Acara ini dihadiri oleh narasumber terpilih yang akan memberikan perspektif mendalam terkait tema maritim, yaitu: Surya Wiranto, dosen Universitas Pertahanan (Unhan); Dani Setiawan, Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI); dan Ali Saleh, pakar maritim nasional.

Ketiga, kita ciptakan lembaga National Security Council (NSC) atau Dewan Keamanan Nasional yang merupakan badan pemerintah cabang eksekutif. Lembaga spesial bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan kebijakan mengenai isu keamanan nasional dan memberi nasihat kepada presiden mengenai masalah yang terkait dengan keamanan nasional.

Keempat, kita ciptakan lembaga Banrehi. Ini adalah badan nasional yang mengurus rempah dan herbal plus jamu Indonesia. Sebuah alat perang dagang bagi republik yang “bukanlah tentang sikap menunggu badai berlalu,” tapi tentang belajar bagaimana menari di banjir bandang. Memenangkan perang dan pertempuran dengan mental pancasila yang menyemesta.

Satu lembaga super penting karena pemerintah Indonesia saat ini memilih menjadi high context culture sehingga rakyat dan elitenya banyak dalih, tafsir serta hobi “ngeles” cari pembenaran sekalipun jelas salah dan kalah.

Sisanya, mari kita berdiskusi dan saling meneguhkan Indonesia sebagai poros maritim dunia menyongsong Indonesia Emas 2045.(*)

Continue Reading
Advertisement
Advertisement
Advertisement

/Lainnya Dari Telegraf/

close