Telegraf – Rapat Paripurna ke-18 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk disahkan menjadi undang-undang.
“Apakah dapat disetujui untuk menjadi undang-undang? Terima kasih,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani yang dijawab setuju oleh seluruh anggota DPR RI yang hadir dalam rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa, (18/11/2025).
Hal itu dilakukan setelah seluruh fraksi partai politik di DPR RI menyampaikan pandangannya dan persetujuannya terhadap RUU KUHAP yang telah rampung dibahas oleh Komisi III DPR RI.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa pengesahan KUHAP yang baru merupakan hal yang penting, mengingat KUHAP yang lama sudah berusia 44 tahun.
”KUHAP baru, diarahkan untuk menuju keadilan yang hakiki.” katanya.
Dia mengatakan KUHAP yang baru itu akan mendampingi penggunaan KUHP baru yang sudah disahkan sebelumnya. KUHP sebagai hukum materiil, harus dilengkapi oleh KUHAP baru sebagai hukum formil untuk operasionalnya.
“Pembentukan RUU KUHAP ini tidaklah terburu-buru sama sekali, bahkan kalau hitungannya ya, waktu kita membentuk KUHAP ini lebih dari satu tahun,” ujarnya.
Dia menjelaskan, sejumlah perubahan dalam KUHAP pada intinya memperkuat hak-hak warga negara dalam menghadapi aparat penegakan hukum.
Selain itu, menurutnya, peran profesi advokat juga diperkuat untuk mendampingi warga negara.
Selain itu, dia mengatakan KUHAP baru juga mengakomodasi secara maksimal terhadap masyarakat kelompok rentan.
“KUHAP itu juga mencantumkan pengaturan spesifik terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, dan lansia.” ungkapnya.
Kemudian, dia mengatakan bahwa KUHAP baru itu akan mewajibkan penggunaan kamera pengawas dalam proses pemeriksaan saksi maupun tersangka dalam suatu kasus, guna mencegah praktik penyiksaan dan intimidasi oleh aparat.
Dia juga mengatakan bahwa syarat penahanan dalam KUHAP baru dibuat seobjektif mungkin guna menghindari penahanan yang dilakukan oleh aparat karena bersifat subjektif atau “suka-suka”.
“Jadi di KUHAP lama itu penahanan bisa sangat subjektif, bisa seleranya penyidik saja, suka-sukanya, di KUHAP baru tidak,” tegasnya.
Kemudian pengaturan baru yang diatur dalam KUHAP, di antaranya bantuan hukum, jaminan tersangka, keadilan restoratif, pendamping saksi, penguatan praperadilan. Pada intinya, dia memastikan bahwa KUHAP yang baru itu sangat progresif.
“Kritik maupun dukungan terhadap pengesahan RUU KUHAP ini kami maknai sebagai keniscayaan berdemokrasi di negeri tercinta ini,” tandasnya.
“Selanjutnya, peraturan pelaksana KUHAP tak menyebabkan kekosongan hukum. Peraturan pelaksana KUHAP harus ditetapkan paling lama 1 tahun sejak KUHAP diundangkan,” bebernya.
Pengesahan di Tengah Kritik
“Kami akan menanyakan sekali lagi ke seluruh anggota, apakah rancangan undang-undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang? setuju. terima kasih,” kata Ketua DPR Puan Maharani, Selasa (18/11/2025).
Habiburokhman sendiri membantah sejumlah informasi yang beredar bahwa KUHAP yang baru akan memberikan kewenangan berlebihan kepada Kepolisian Republik Indonesia. Pertama, Habiburokhman membantah adanya ketentuan dalam KUHAP bahwa polisi diam-diam bisa menyadap merekam dan mengutak-atik alat komunikasi digital tanpa batasan penyadapan sama sekali.
Dia mengatakan berdasarkan Pasal 135 KUHAP baru, penyadapan tidak diatur sama sekali di beleid yang baru disahkan. Namun, pengaturan itu akan dilakukan di undang-undang lainnya soal penyadapan. Sejauh ini, kata dia, semua fraksi di Komisi III DPR menginginkan penyadapan nantinya diatur secara hati-hati dan harus dengan izin ketua pengadilan.
Kedua, Habiburokhman membantah bahwa polisi bisa membekukan sepihak tabungan dan semua rekening online. Menurut Pasal 139 ayat 2 KUHAP baru, semua bentuk pemblokiran harus dilakukan dengan izin hakim ketua pengadilan. Ketiga, Habiburokhman membantah adanya ketentuan polisi bisa mengambil telepon genggam (handphone), laptop dan alat elektronik. Menurut Pasal 44 KUHAP baru, semua bentuk penyitaan harus dengan izin ketua pengadilan negeri.
“Hoaks keempat, polisi bisa menangkap, melarang meninggalkan tempat, menggeledah dan melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana. Hal ini juga tidak benar bahwa menurut Pasal 93 dan Pasal 99 KUHAP baru, penangkapan, penahanan dan penggeledahan harus diilakukan dengan hati-hati dan berdasakan minimal dua alat bukti,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) akan berlaku serentak pada 2 Januari 2026.
“Iya otomatis. Hal yang jelas dengan berlakunya KUHP kita pada 2 Januari 2026 yang akan datang, sekarang KUHAP-nya juga sudah siap. Jadi otomatis dua hal ini, hukum materiil dan formilnya itu dua-duanya sudah siap,” katanya.
DPR telah menyusun siasat agar KUHAP bisa digunakan oleh seluruh aparat penegak hukum mulai awal tahun depan. Siasat itu dilakukan melalui aturan bahwa ketentuan lain tak boleh bertentangan dengan KUHAP, kecuali diatur dalam beleid itu sendiri.
Selain itu, peraturan pelaksana harus menyesuaikan dan sinkron dengan KUHAP, dan pelaksanaan acara pidana yang sedang berjalan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan KUHAP.
DPR telah mengesahkan revisi KUHAP menjadi undang-undang. Pengesahan dilakukan satu tahun setelah legislatif mulai meminta Badan Keahlian Dewan untuk menyusun naskah akademik dan revisi undang-undang KUHAP pada 6 November 2024.