Keamanan Data Yang Dijamin Kemenkominfo Masih Ada Yang Bocor?

Oleh : KBI Media

Telegraf, Jakarta – Masih segar dalam ingatan ketika Menkominfo Rudiantara mewajibkan para pelanggan telpon seluler pra bayar untuk mendaftar ulang nomor lewat Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK). Tujuannya agar setiap nomor terdaftar secara legal dan tahu siapa pemakainya.

Pada saat yang sama Menkominfo menjamin semua data KK dan NIK yang didaftarkan akan dijamin keamanannya. Faktanya, ternyata ada pencurian data dimana pemegang NIK dan KK digunakan untuk mendaftar nomor orang lain. Atau ada NIK dan KK digunakan berulang-ulang untuk banyak nomor.

Sebagimana diakui akun Aninda Indrastiwi dalam akun twitternya @anindrastiwi mengeluh NIK dan KK-nya digunakan oleh 50 nomor telpon seluler yang tak dikenalnya.

Aninda melakukan mention kepada Indosat Care untuk meminta solusi. “@IndosatCare bagaimana kak ini NIK saya bisa terpakai lebih dari 50 nomor saat saya cek registrasi di web indosat @kemkominfo tolong solusi nya bagaimana. Takutnya dipakai orang jahat,” tulisnya pada 28 Februari silam.

Admin Indosat Ooredoo pun meminta Aninda untuk melakukan registrasi ulang dan menjamin data yang dimasukkannya akan valid dan terjaga kerahasiannya. Saat Aninda melakukan pengecekan, dia hanya mengenali satu deret nomor yang digunakannya sendiri.

Peristiwa pencurian data ini adalah nyata. Walaupun Kemenkominfo berkelit bahwa tidak ada data bocor, yang ada hanyalah penyalahgunaan data. Di mata pengguna NIK dan KK, yang jelas ini adalah kebocoran. Publik tak paham apa beda bocor dan penyalahgunaan data, yang publik pahami datanya sudah dipakai orang lain tanpa diketahuinya.

Konsekuensi lanjutan dari pencurian data ini adalah, data itu bisa saja disalahgunakan untuk kegiatan kriminal, menipu, mencuri, merampok atau bahkan membunuh. Tiba-tiba polisi menjemput si pemilik NIK dan KK tanpa ia tahu telah melakukan apa, padahal yang melakukan kejahatan adalah si pencuri data.

Panggil Menkominfo

Itu sebabnya Ketua DPR RI Bambang Soesatyo cukup geram melihat janji data aman tapi nyatanya tidak aman. Dia telah memerintahkan Komisi I DPR untuk memanggil Menkominfo Rudiantara dan jajarannya untuk menjelaskan kebijakan mengenai kewajiban registrasi kartu seluler yang menyertakan NIK dan KK.

“Pimpinan DPR akan meminta komisi terkait untuk memanggil Kemenkominfo untuk menjelaskan secara tuntas mengenai hal itu,” ujar Bambang tegas.

Bambang mengatakan kebijakan untuk registrasi ulang menimbulkan tanda tanya di masyarakat dan menimbulkan potensi bahaya jika data itu disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Kita juga nanti menanyakan ke Kemenkominfo mengenai isu bocornya data tersebut. Hal ini bisa membahayakan kepentingan nasional negara ini,” tegas Bamsoet.

Ketua DPR RI itu menyesalkan jika isu penyalahgunaan data ini memang benar terjadi. Salah satu pengguna twitter yang kebetulan pelanggan Indosat Ooredoo misalnya sempat berkicau NIK dan nomor KK dipakai oleh 50 nomor sedangkan ia hanya mengaku memiliki satu nomor.

“Ini satu hal yang mengejutkan bahwa niat baik kita sebagai warga negara yang patuh terhadap peraturan untuk memenuhi permintaan pemerintah untuk melakukan pendataan ulang terhadap kepemilikan nomor handphone, dimana kita mempunyai data yang sangat penting yaitu NIK dan No. KK, bisa diakses dan bisa bocor kemana-mana, itu merupakan suatu pelanggaran yang harus diselidiki,” tegasnya.

Soal Data Bocor Adalah Bohong

Sementara Rudiantara bersikeras bahwa bocornya data pengguna adalah bohong atau hoax. Ia menegaskan jika secara sistem, data pengguna registrasi prabayar tidak tersebar ke mana-mana sama sekali.

“Kita registrasi lewat SMS ke operator dengan mengetik NIK dan KK. Nah, operator meneruskannya ke Dukcapil. Data base-nya ada di Dukcapil. Itu dikonfirmasi, selesai. Di kami nggak mungkin bocor, kan nggak pegang datanya,” kata dia kemarin.

Ia mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memberikan data NIK dan KK kepada pihak yang tidak dikenal. Menurutnya, masyarakat hanya memberikan data penting kepada pihak yang terpercaya dan resmi.

“Sistem tidak mengenali benar atau tidak (kecocokan antara data dengan pemilik nomor prabayar). Jadi lolos-lolos saja,” tuturnya.

Rudiantara juga mengingatkan bahwa siapapun yang melakukan penyalahgunaan data NIK dan KK akan terkena hukuman yang sesuai dengan peraturan pemerintah.

Ia menambahkan waktu tahap pemblokiran saat ini dari 1 hingga 30 Maret 2018. Untuk itu pihaknya terus mengevaluasi diri mengenai berbagai masalah yang muncul saat registrasi dilakukan.

Rudiantara mengingatkan, pencuri data NIK dan KK di kartu Prabayar akan dikenakan sanksi hukum karena itu merupakan tindakan kriminal. Pihak Kemkominfo bersama dengan operator, Rudi memastikan, mampu melacak penyalahgunaan data NIK dan KK itu.

Rudiantara juga sekaligus menegaskan mengenai kabar yang beredar di masyarakat mengenai adanya kebocoran data NIK dan KK. Jikapun ada kebocoran data, kata Rudiantara, itu disebabkan karena fotocopy KK dan NIK yang sudah tersebar di mesin pencari Google.

Rudi kembali menegaskan, pihaknya tidak akan membiarkan pencuri data NIK dan KK merasa aman. Pihaknya bersama dengan operator juga akan segera menemukan pencuri data lalu diserahkan ke pihak berwajib.

“Jadi kepada bersangkutan yang main-main pakai punya orang, bisa dikejar secara hukum,” tegas Rudiantara.

Pencuri data NIK dan KK jelas Rudi akan dikenakan Undang-undang Sisminduk dengan pidana 2 tahun penjara. Juga bisa terjerat Undang-undang ITE dengan maksimal pidana 12 tahun penjara.

Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Noor Iza mengatakan terdapat laporan masyarakat terkait pendaftaran sejumlah nomor dengan satu NIK. Selanjutnya dilakukan pendalaman dan ditemukan penyalahgunaan penggunaan NIK dan KK dengan berbagai modus mengingat NIK dan KK seseorang bisa diperoleh dengan berbagai cara.

“Yang terjadi saat ini dan menjadi berita adalah penyalahgunaan NIK dan KK yang digunakan registrasi secara tanpa hak dan bukan terjadi kebocoran data,” ucap Noor Iza.

Dia menegaskan penyalahgunaan identitas kependudukan dalam registrasi merupakan pelanggaran hukum.

Lepas dari janji Kemenkominfo bahwa data NIK dan KK aman, lepas dari tak ada data bocor tapi data disalahgunakan, yang jelas data NIK dan KK sudah terlanjur didaftarkan. Sudah ada preseden bahwa data itu dicuri dan dan disalahgunakan.

Tinggal sekarang bagaimana Menkominfo Rudiantara dan jajarannya mempertanggunggjawabkan data yang telah dicuri tersebut di hadapan Komisi I DPR RI dalam waktu dekat.

Yang jelas, kepercayaan masyarakat sudah berkurang, bahkan bagi si korban yang NIK dan KK-nya dicuri sudah hilang kepercayaan itu. Bagaimana solusi dari pencurian data NIK dan KK ini ke depan?

Sepertinya perlu ada Undang-Undang Perlindungan Data Kependudukan demi memastikan adanya keamanan data kependudukan yang sebagian sistemnya dikelola asing. Tentu saja banyak hal bisa dibuat dengan data yang ada di pihak asing tersebut.

Hal lain yang tak kalah pentingnya, data administrasi kependudukan yang mencapai sekitar 258 juta, hanya ditangani oleh pejabat setingkat dirjen, tepatnya Disdukcapil. Jadi sangat riskan dan penuh jebakan penyalahgunaan.

Dimana dari jumlah penduduk yang telah memiliki e-KTP mencapai hampir 200 juta, maka pendaftaran kartu prabayar hingga lebih dari 300 juta, itu artinya ada warga yang memiliki dua hingga tiga nomor yang mendaftar dengan identitas yang sama.

Sebagai bandingannya, 4 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS) ditangani oleh Badan Kepegawaian Nasonal (BKN) atau untuk urusan keluarga berencana sampai ditangani serius oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Artinya masalah PNS dan keluarga berencana dianggap penting.

Kalau saja PNS dan keluarga berencana di anggap penting, apatah lagi data kependudukan yang menyangkut 258 juta warga lebih. Maka sudah saatnya untuk urusan kependudukan ini dibentuk badan khusus setingkat BKN atau BKKBN agar urusan kependudukan benar-benar dikelola secara rapih, aman, dan tertib. (Red)


Photo Credit : Muncul isu soal data yang bocor ke pihak luar, setelah kewajiban para pelanggan telpon seluler pra bayar untuk mendaftar ulang nomor lewat Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK). | Telegraf/Koes W. Widjojo

Lainnya Dari Telegraf