Sosok Panutan Itu Telah Pergi, Buya Syafii Wafat Hari Ini

Oleh : Edo W.
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Buya Syafii Maarif menghembuskan napas terakhir pada hari ini, Jumat 27 Mei. ANTARA

Telegraf – Umat Islam bahkan bangsa Indonesia kehilangan sosok panutan dan tokoh, seorang guru bangsa yang selama ini menginspirasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tokoh bangsa dan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Buya Syafii Maarif meninggal dunia. Kabar ini disampaikan langsung oleh Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.

“Semoga beliau husnul khatimah, diterima amal ibadahnya, diampuni kesalahannya, dilapangkan di kuburnya, dan ditempatkan di jannatun na’im. Mohon dimaafkan kesalahan beliau dan doa dari semuanya,” kata Haedar dalam keterangannya, Jumat (27/05/2022).

Haedar mengatakan, Buya Ahmad Syafii Maarif tutup usia pada Jumat, 27 Mei 2022 Pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Yogyakarta.

“Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka,” ungkap Haedar.

Buya Ahmad Syafii Maarif dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah sejak Sabtu (14/05/2022) siang. Kepala Humas PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman Rubiyanto mengatakan, Buya Syafii masuk ke rumah sakit setelah ada keluhan sesak nafas karena masalah kesehatan jantungnya.

Ahmad Syafii Maarif lahir di Minangkabau pada 31 Mei 1935 dari pasangan Ma’rifah Rauf Datuk Rajo Malayu dan Fathiyah. Ibunya meninggal saat dia berusia satu setengah tahun dan dititipkan oleh ayahnya ke rumah bibinya yang bernama Bainah. Pada Tahun 1942, Syafii Maarif masuk Sekolah Rakyat (SR) di Sumpur Kudus. Dia menyelesaikan pendidikan di SR tahun 1947, dalam waktu lima tahun.

Dia juga belajar agama ke sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah Sumpur Kudus setiap sore. Sementara malamnya, Buya Syafii belajar mengaji di surau yang berada di sekitar tempat tinggal.

Setelah tamat dari SR, Syafii Maarif melanjutkan pendidikan di Madrasah Muallimin, Balai Tengah, Lintau pada 1950. Lalu, tahun 1953, saat usianya 18 tahun, memutuskan untuk merantau ke Jawa, tepatnya ke Yogyakarta. Awalnya, dia berniat melanjutkan di Madrasah Mualimin Yogyakarta, namun ditolak karena alasan kelas sudah penuh. Beberapa waktu kemudian akhirnya dia diterima di Madrasah Muallimin Yogyakarta dan tamat tahun 1956.

Syafii Maarif sempat ke Lombok Timur dan mengajar di sekolah Muhammadiyah di sana. Lalu, Tahun 1957, dia kembali ke Jawa dan melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Cokroaminoto, Surakarta dan memperoleh gelar sarjana muda tahun 1964.

Buya Syafii juga kemudian mengambil pendidikan tingkat sarjana penuh (doktorandus) pada Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta) dan tamat pada tahun 1968.

Untuk bertahan hidup, Syafii Maarif juga bekerja selama masa kuliah, antara lain menjadi guru mengaji dan buruh sebelum diterima sebagai pelayan toko kain pada 1958. Setelah kurang lebih setahun bekerja sebagai pelayan toko, dia membuka dagang kecil-kecilan bersama temannya, kemudian sempat menjadi guru honorer di Baturetno dan Solo. Syafii Maarif juga aktif menulis dan sempat menjadi redaktur Suara Muhammadiyah dan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Kemudian mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini menekuni ilmu sejarah dengan mengikuti program master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS. Dia meraih gelar doktor dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS dengan disertasinya yang berjudul Islam as the Basis of State: A Study of The Islamic Political Idead as Reflected in the Constituent Assembli Debates in Indonesia.

Selama di Chicago, Syafii Maarif terlibat secara intensif melakukan pengkajian terhadap Al-Qur’an, dengan bimbingan dari seorang tokoh pembaharu pemikiran Islam, Fazlur Rahman. Pada kesempatan itu juga, dia kerap terlibat diskusi intensif dengan Nurcholish Madjid dan Amien Rais yang sedang mengikuti pendidikan doktornya.

Kemudian, kembali ke Indonesia dan sempat menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah periode 1998-2005. Dia kemudian digantikan oleh Din Syamsuddin. Selepas dari Ketum PP Muhammadiyah, dia aktif di Maarif Institute yang juga didirikannya.

Di samping itu, guru besar IKIP Yogyakarta ini juga rajin menulis. Sebagian besar karyanya adalah mengangkat masalah-masalah Islam.

Pada tahun 2008, Syafii Maarif memperoleh penghargaan Ramon Magsasay Award Foundation (RMAF) karena komitmen dan kesungguhannya membimbing umat Islam untuk meyakini dan menerima toleransi dan pluralisme sebagai basis untuk keadilan dan harmoni di Indonesia bahkan di dunia. Buya dikenal sebagai seorang tokoh bangsa yang selalu menyiramkan kesejukan dalam tata kehidupan beragama dan berbangsa yang bertoleransi.

Lainnya Dari Telegraf