Telegraf, Banten – Dalam rangka perayaan Hari Lahan Basah Sedunia (World Wetlands Day/WWD), Wetlands International Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyelenggarakan serangkaian kegiatan pada 16 Februari 2017 di Teluk Banten, Desa Sawah Luhur, Serang, Banten. Acara ini melibatkan sekitar 200 orang dari berbagai unsur, yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, akademisi, mahasiswa, siswa sekolah, serta masyarakat lainnya.
Rangkaian kegiatan yang bertema “Lahan Basah untuk Pengurangan Risiko Bencana” ini terdiri dari kunjungan ke lokasi rehabilitasi mangrove dengan teknik inovatif hybrid engineering berupa pembangunan pemerangkap lumpur atau sediment trapping, pengamatan burung di Cagar Alam Pulau Dua (Pulau Burung), penelusuran jalur ekowisata mangrove dan pertambakan, penanaman mangrove, lomba menggambar siswa SD, pameran berbagai kegiatan dan produk masyarakat setempat berbahan mangrove serta kegiatan lainnya.
Dalam sambutan pembukaannya, Hilman Nugroho, Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menyampaikan bahwa kondisi ekosistem lahan basah di Indonesia saat ini terus mengalami penurunan peran dan fungsi. Menyadari pentingnya peran dan fungsi lahan basah tersebut, maka perlu upaya pengelolaan lahan basah secara tepat dan terpadu. Diperlukan upaya bersama dengan melibatkan secara aktif masyarakat, lembaga (instansi) pemerintahan, instansi keilmuan, serta pemangku kepentingan lainnya untuk mempertahankan dan merestorasi ekosistem lahan basah, tak terkecuali ekosistem lahan basah di wilayah pesisir Teluk Banten.
Lebih lanjut Hilman Nugroho mengatakan, “Kami mengapresiasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Wetlands International bersama masyarakat serta pihak-pihak lain dalam pengelolaan lahan basah, baik melalui kegiatan rehabilitasi pesisir, pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta pengembangan ekowisata di Teluk Banten.” Ia juga menyampaikan komitmennya untuk mendukung kegiatan masyarakat di Desa Sawah Luhur.
“Kami akan berikan bantuan pendanaan untuk kegiatan rehabilitasi dan pemberdayaan ekonomi masyarakat di Desa Sawah Luhur senilai 50 juta rupiah.” Imbuhnya.
Kemudian ia pun menekankan bahwa proses serta praktek-praktek rehabilitasi harapannya dapat mengikuti pola dan pendekatan yang telah diatur oleh pemerintah, seperti pola tanam sylvofishery yang ramah lingkungan.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Walikota Kota Serang, Sulhi Choir menyampaikan pentingnya kegiatan perbaikan ekosistem mangrove di Desa Sawah Luhur, (02/16/2017).
“Kami mengapresiasi seluruh pihak yang telah bekerja keras dalam rehabilitasi pesisir Teluk Banten, terutama di Kota Serang. Semoga kegiatan ini dapat direplikasi oleh masyarakat di sekitarnya, baik di Teluk Banten maupun di seluruh Indonesia”. Paparnya.
Teluk Banten dengan berbagai dinamika biofisiknya telah menyebabkan terjadinya perubahan bentang alam terutama di wilayah bagian timur. Abrasi dan banjir rob merupakan beberapa ancaman yang mengancam ekosistem pesisir Teluk Banten. Wetlands International Indonesia selama lebih dari satu dekade terakhir ini telah melaksanakan kegiatan restorasi pesisir terpadu di kawasan Teluk Banten.
Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk memperbaiki kondisi lingkungan pesisir di Desa Sawah Luhur, Banten, melalui kegiatan penanaman mangrove di lahan tambak. Kegiatan restorasi dilaksanakan bekerja sama dengan masyarakat setempat, di mana masyarakat melakukan penanaman dan pada saat yang sama masyarakat memperoleh penghasilan dari tambak yang mereka pelihara. Berbagai kegiatan ini juga akan mendukung upaya pengurangan bencana di wilayah pesisir.
I Nyoman Suryadiputra, Direktur Wetlands International Indonesia, menyampaikan bahwa pola kerja kolaboratif tersebut terbukti telah memotivasi masyarakat untuk tidak hanya menanam, tetapi juga memelihara tanaman mangrove dengan sangat baik. Dalam jangka panjang, selain mata pencaharian masyarakat yang meningkat, kegiatan restorasi juga diharapkan dapat memberikan kontribusi jasa lingkungan, seperti penyerapan dan penyimpanan karbon, menyediakan habitat yang memadai untuk hidupan liar dan menyediakan ruang bagi masyarakat untuk berekreasi di tengah lahan tambak yang telah direstorasi.
Berdasarkan hasil kajian Wetlands International Indonesia, dari tahun 1970-an hingga saat ini teridentifikasi jangkauan abrasi dari garis pantai ke daratan mencapai satu kilometer, dengan laju jangkauan maksimum 25 meter per tahun dan luas areal terabrasi mencapai 714,97 ha. I Nyoman Suryadiputra mengatakan, “ Permasalahan di Teluk Banten, terlepas dari adanya abrasi, adalah kondisi hamparan pertambakan seluas 500-an hektar yang gersang. Perlu diupayakan agar tambak-tambak ini dihijaukan, misal melalui penerapan sylvofishery (tambak tumpang sari dengan tanaman mangrove). Untuk mencapai tujuan ini, penerapan sistem insentif dapat diberikan kepada pemilik tambak berupa keringanan atau pengurangan biaya PBB (Pajak Bumi Bangunan); tapi jika tambak dibiarkan gersang, kepada mereka dikenakan PBB lebih tinggi .”
Pada kesempatan yang sama, Cherryta Yunia, Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial, KLHK, juga menyampaikan pentingnya pendidikan dan penyadartahuan lingkungan kepada masyarakat dan anak usia dini sebagai bagian dari pengarusutamaan IRM. Di sela kegiatan lomba menggambar siswa-siswa SD, Cherryta mengatakan, “Hubungan antara anak dengan alam sekitarnya merupakan landasan yang penting untuk membangun hubungan yang baik antara manusia dengan alam atau lingkungan hidup sekitarnya. Sehingga, kesadaran lingkungan tercermin dalam berbagai perilaku kehidupan di masyarakat.” (Red)
Photo credit : Yus Rusila Noor