Telegraf, Jakarta – Ucapan bela sungkawa lewat karangan bunga datang dari berbagai pihak, di antaranya dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Kepala Staf Kepresidenan, Deputi V Kantor Staf Presiden, Koalisi Untuk Kendeng Lestari (KUKL), keluarga besar Walhi, Komnas Perempuan, YLBHI, Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), Serikat Paguyupan Petani Qaryah Thayyibah, serta sejumlah politisi.
Begitupun dengan koalisi berbagai lembaga masyarakat peduli Pegunungan Kendeng, Koalisi Untuk Kendeng Lestari (KUKL), memastikan perjuangan masyarakat tidak akan surut menyusul meninggalnya salah satu peserta aksi, Patmi (48), yang meninggal pada Selasa dini hari, (21/03/2019).
“Yang terjadi hari ini tak akan menyurutkan semangat masyarakat Kendeng, malah memperkuat solidaritas untuk perjuangan ini,” kata salah seorang juru bicara KUKL yang Direktur Eksekutif Yayasan Desantara, Mokhamad Sobirin, dalam konferensi pers terkait kelanjutan aksi Kendeng menyusul meninggalnya mendiang Patmi.
“Masyarakat Kendeng meyakini bahwa apa yang mereka lakukan bukan hanya berkaitan langsung dengan keberlanjutan kelangsungan kehidupan mereka, yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani dan memanfaatkan Pegunungan Kendeng sebagai sumber pengairan, tetapi juga soal kelestarian lingkungan setempat.” Kata Sobirin.
“Ini bukan konflik lahan tetapi upaya penyelamatan lingkungan,” jelas Sobirin.
Hal senada juga disampaikan pegiat Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), Eko Arifianto, yang mengingatkan bahwa setiap orang pada akhirnya akan meninggal namun semua diberi pilihan mati dalam keadaan membela alam atau malah melukai alam.
Patmi, lanjut Eko, merupakan salah satu yang memilih meninggal dalam keadaan membela ibu pertiwi.
“Kita semua pasti akan mati, cuma kita yang memilih jalan kematian mana yang kita mau. Mati dalam perjuangan mencintai ibu pertiwi atau melukai ibu pertiwi,” kata Eko.
Oleh karena itu, Eko berharap kematian Patmi menjadi momentum muncul dan tumbuhnya bunga-bunga perlawanan dari masyarakat terhadap kesewenangan pemerintah yang tak mengindahkan rakyat dalam perencanaan pembangunan.
Sementara itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Alghiffari Aqsa, memastikan bahwa seluruh pihak yang terlihat dalam solidaritas untuk masyarakat Kendeng memutuskan untuk melanjutkan aksi-aksi penolakan pendirian dan pengoperasian pabrik semen PT Semen Indonesia di kawasan Pegunungan Kendeng, Rembang, Jateng.
Sementara itu jenazah Patmi (48), aktivis lingkungan yang berjuang untuk kelestarian Pegunungan Kendeng asal Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang meninggal di Jakarta, dimakamkan Selasa malam.
Kedatangan mobil ambulans yang mengangkut jasad Patmi, dari Jakarta, pukul 20.20 WIB, disambut ratusan warga desa setempat yang sejak sore berkumpul di rumah keluarga Patmi di Desa Larangan RT 3 RW 1.
Isak tangis keluarga pecah setelah peti jenazah dibuka anggota keluarga untuk memastikan peti tersebut berisi jenazah Patmi.
Sekitar pukul 21.00 WIB, Patmi dimakamkan di pemakaman desa setempat yang berjarak 1 kilometer dari rumah duka.
Sri Utami, anak almarhumah, mengaku tidak ada firasat apa pun atas meninggalnya ibundanya.
Awalnya, lanjut dia, sempat belum bisa merelakan, kemudian siang harinya bisa merelakan kepergiannya karena niatnya ke Jakarta memang berjuang.
Gunretno yang berkesempatan menyampaikan sambutan mengungkapkan, dirinya juga sempat terkejut dengan meninggalnya Patmi, karena selama di Jakarta dirinya juga berada di dekatnya.
“Saya juga ingin menyampaikan bahwa almarhumah di Jakarta dalam kondisi sehat,” ujarnya lagi.
Atas meninggalnya teman seperjuanganya itu, dia kemudian menginformasikannya kepada suaminya.
Ia mengatakan, sempat menanyakan keberangkatannya apakah berpamitan atau tidak.
“Suaminya sudah megizinkan untuk berjuang demi Pegunungan Kendeng,” ujar dia lagi.
Komnas Perempuan juga mendapat kesempatan sambutan yang diwakili Budi Wahyuni menyampaikan selamat jalan untuk almarhumah.
Suparmi, teman almarhumah yang juga ikut demo di Jakarta mengakui, merasa kehilangan atas meninggalnya Patmi.
“Selesai aksi, saya sempat bercanda berdua,” ujarnya pula.
Bahkan, lanjut dia, almarhumah pada Selasa dini hari sempat meminta pulang bersama, sebelum akhirnya meninggal dunia.
Ia menganggap, teman seperjuangannya itu merupakan sosok yang suka membantu temannya.
Keluarga di Kabupaten Pati mengetahui kabar meninggal almarhumah sekitar pukul 04.00 WIB.
Patmi dikabarkan meninggal sekitar pukul 02.55 WIB menjelang sampai di Rumah Sakit St Carolus Salemba, Jakarta. (Red)