Telegraf – Saat ini isu perubahan iklim menjadi fokus perhatian dunia. Melalui Paris Agreement yang ditetapkan pada COP-21 di Paris, dunia berkomitmen untuk menahan kenaikan suhu global sebesar 2oC dan berupaya lebih jauh untuk membatasinya hingga 1,5oC di atas era pra-industrial.
Sebagai komitmen Indonesia, dalam mengatasi ancaman perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK). Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement melalui UU No. 16 Tahun 2016 dan menuangkan aksi ketahanan iklim pada dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC). Di dalamnya, Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% dengan upaya sendiri, hingga 43,20% dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Komitmen iklim Indonesia pun diperkuat pada COP-26 di Glasgow dengan menetapkan target pencapaian Net-Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Mendukung pencapian tersebut Srikandi Energi Indonesia menggelar kegiatan Srikandi Energi outlook 2024 dengan tema “ kemandirian energi dan kesetaraan akses menuju Net zero emission 2060” di Jakarta.
Hadir dalam kegiatan tersebut Sahid Junaidi Sekertaris Dirjen EBTKE mewakili Menteri ESDM, Hery Haerudi (Vice President Pertamina Energi Institue), Khoiria Oktaviani (Communication & Publik Manager Kemenenterian ESDM), Ugan Gandar (Aktivis Energi Indonesia), Arie Gumilar ( Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu).
Sahid Junaidi mengatakan banyaknya potensi energi terbarukan di Indonesia perlu melibatkan peran perempuan dan laki-laki yang seimbang dalam mewujudkan kedaulatan energi.
“Perlunya kolaborasi dan penguatan kapasitas antar lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah dalam analisa gender dan implementasi Pengarusutamaan gender (PUG) dalam sektor energi,” ungkapnya.
Annisa Nuril Deanty menyampaikan Perlunya kolaborasi dan penguatan kapasitas antar lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah dalam analisa gender dan implementasi Pengarusutamaan gender dalam sektor energi.
“Bahwa pengarus utamaan gender pada sektor energi perlu di implementasikan dalam segala lini kementerian dari mulai perencanaan, anggaran, dan implemantasi program harus melihat aspek kesetaraan gender,” kata Annisa.
Sementara itu Hery Haerudin mendorong pencapian net zero Emission 2060 pertamina membangun bisnis baru terkait pengembangan energi terbarukan.
“Misalnya EV charging dan battery swap, natural based solutions, pengembangan hidrogen Biru/Hijau, pembangunan ekosistem baterai dan EV, Biofuel, CCS/ CCUS terintegrasi, dan bisnis pasar karbon,” kata Hery.
Sementara itu Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Arie Gumilar mengatakan potensi energi di indonesia yang cukup melimpah. “Melihat data potensi energi terbarukan kita hanya menggunakan 0,3 % dari potensi yang ada. Arie juga menekankan hal yang sama yakni dalam persecepatan transisi ruang tersebut harus di isi oleh anak muda,” tutup Arie