Mayoritas Penyandang Disabilitas Tak Kuliah dan Tak Bekerja

UNU Jogja - Komisi Nasional Disabilitas Berkomitmen Perluas Akses Penyandang Disabilitas

Oleh : msn

YOGYAKARTA, TELEGRAF.CO.ID – Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hanya 2,8 % dari 17,9 juta penyandang disabilitas di Indonesia yang mampu menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi. Data lain dari Kementerian Tenaga Kerja menunjukkan sekitar 75 % dari total 720.748 pekerja disabilitas di Indonesia bekerja di sektor informal.

Jumlah pekerja penyandang disabilitas itu hanya sekitar 0,55% dari total tenaga kerja nasional. Sementara data organisasi buruh dunia, ILO, per Desember 2024, menyebutkan hampir 90% penyandang disabilitas di Indonesia tidak aktif bekerja atau mencari pekerjaan.

Data-data memprihatinkan tersebut disajikan oleh Fatimah Asri Muthmainnah, komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) dalam kuliah umum di Kampus Terpadu Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Gamping, Sleman, DIY, Jumat (20/6/2025).

Acara bertajuk “KND Menyapa: Memperkuat Kampus UNU Jogja yang Inklusif Disabilitas” sekaligus menandai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama antara UNU Yogyakarta dan KND.

Fatimah menyatakan jumlah penyandang disabilitas yang mampu mengakses pendidikan tinggi masih minim, sehingga kesulitan pula bagi mereka untuk mengakses pekerjaan-pekerjaan profesional.

“Stigma negatif dan diskriminasi penyandang disabilitas dalam menempuh pendidikan perguruan tinggi masih kuat, sehingga penyandang disabilitas yang terserap di perguruan tinggi hanya 2,8%. Oleh karena itu, mereka sulit untuk bersaing mengakses pekerjaan,” tandasnya.

Karena itu, pekerjaan non-formal pun menjadi alternatif. Namun di sisi lain pelatihan wirausaha bagi penyandang disabilitas juga kurang dan mengakibatkan rendahnya kapasitas untuk membangun usaha.

“Untuk itu, perguruan tinggi perlu merumuskan solusi dengan tingginya angka penyandang disabilitas yang belum bekerja dan melaksanakan program pengabdian masyarakat dengan memberikan pelatihan pemberdayaan ekonomi untuk peningkatan kapasitas bagi penyandang disabilitas,” tutur penyandang disabilitas daksa ini.

Adapun Rachmita Maun Harahap, komisioner KND dari unsur disabilitas tuli, menekankan pentingnya perguruan tinggi memiliki Unit Layanan Disabilitas (ULD). Dari 4.593 perguruan tinggi di Indonesia, terdapat 291 kampus yang menerima mahasiswa disabilitas. Namun dari jumlah itu hanya 71 kampus yang mempunyai ULD.

“Padahal tugas ULD ini penting dalam melakukan analisis kebutuhan, memberikan rekomendasi, melaksanakan pelatihan dan bimbingan teknis hingga pendampingan, dan melaksanakan pengawasan terkait kebutuhan penyandang disabilitas,” paparnya.

Dalam sambutannya, Pelaksana Harian (Plh) Rektor UNU Yogyakarta Suhadi Cholil menyatakan UNU Yogyakarta memiliki peran strategis untuk menyuarakan pentingnya inklusi di lingkungan perguruan tinggi berbasis nilai-nilai Islam moderat dan humanis.

“Kuliah umum ini diharapkan mampu membangun kesadaran kolektif dan memperkuat kapasitas institusi dalam mengakomodasi kebutuhan mahasiswa disabilitas. Selain itu, juga menjadi sarana berbagi praktik baik dan pengalaman inspiratif dari KND, khususnya dalam melakukan pendampingan, pengawasan, dan kerja sama dengan perguruan tinggi,” tuturnya.

Dalam mewujudkan kampus inklusif terutama bagi warga disabilitas, UNU Yogyakarta telah membentuk Center for Gender, Equality, Diversity, and Social Inclusion (GEDSI) yang turut memberi perhatian pada mahasiswa penyandang disabilitas, misalnya melalui pemberian beasiswa dan pendampingan selama berkuliah.

Suhadi pun menjelaskan kampus UNU Yogyakarta berkomitmen menjadi kampus inklusif termasuk dalam sarana prasarana yang mendukung akses disabilitas, seperti keberadaan tempat parkir, lift, toilet, dan perpustakaan yang ramah difabel, termasuk menyediakan Quran Braille.

Direktur Center for GEDSI UNU Yogyakarta Wiwin Rohmawati menyatakan sejumlah tantangan dihadapi para penyandang disabilitas untuk memperoleh hak mendapatkan pendidikan. Mereka menemui hambatan kultural seperti pelabelan negatif, juga stigma dan perilaku diskriminatif dari masyarakat.

“Adapun hambatan-hambatan struktural seperti minimnya aksesibilitas fasilitas publik, kurangnya dukungan kebijakan yang implementatif dan masih banyak kebijakan pemerintah yang belum memberikan akses penuh bagi penyandang disabilitas di fasilitas-fasilitas publik,” paparnya.

Oleh karena itu, menurut Wiwin, agenda ini penting sekali untuk membangun dan meningkatkan kesadaran, baik di kalangan pemerintah maupun di masyarakat tentang pentingnya memahami isu disabilitas dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

“Kehadiran KND memiliki arti penting sebagai representasi negara dalam mengawal pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Namun demikian, masih banyak yang belum mengenal dan memahami KND dan tugas serta fungsinya,” ujarnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KND Jonna Aman Damanik mengapresiasi berbagai upaya UNU Yogyakarta dalam memperluas akses bagi penyandang disabilitas. “KND mendorong agar UNU Yoguakarta menjadi kampus inklusi sesuai indikator yang ditetapkan. Juga mengapresiasi teman-teman Center for GEDSI yang menjadi relawan bagi mahasiswa disabilitas. Saya bersyukur nilai-nilai inklusivitas sudah tertanam di civitas academica UNU Yogyakarta, ” ujarnya.

Lainnya Dari Telegraf