Telegraf, Jakarta – Bantuan dana dan peran pengusaha besar pada organisasi ke-Tionghoa-an Indonesia tidak serta merta menentukan keberhasilan pencapaian visi dan misi. Misalkan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), faktanya memang disokong oleh beberapa pengusaha. Tetapi sokongan dana tetap diselaraskan dengan kekuatan akar rumput. “PSMTI punya grass-root (akar rumput). Berkumpulnya ribuan anggota PSMTI dari Sabang sampai Merauke karena ada ikatan, (yakni) marga Tionghoanya. Kalau masing-masing kita sudah lupa dengan marganya, tidak ada kekuatan,” Eddy Sadeli, anggota Dewan Kehormatan PSMTI mengatakan kepada Telegraf.
Penyelenggaraan agenda three in one PSMTI, PMTI dan ACCC (ASEAN Chinese Clans Conference) di Batam relative berhasil. Bahkan tercatat ada 92 perwakilan marga Tionghoa hadir pada acara tersebut. Beberapa peserta dari berbagai rumah marga di luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Tiongkok, Thailand juga hadir pada acara ACCC. Bahkan pertemuan 92 perwakilan marga Tionghoa dibukukan dalam rekor dunia. “Selain beberapa konglomerat hadir di Batam, beberapa anggota dan pengurus kami juga datang dari kalangan pengusaha besar. Tetapi sokongan dana bukan penentu utama (pencapaian visi dan misi) organisasi.”
Contoh yang paling nyata yakni penyelenggaraan ACCC. Sebelumnya hari-H, beberapa pengurus dari luar negeri sudah survey. Sebagaimana PSMTI bukan satu-satunya organisasi yang menaungi Tionghoa Indonesia. Selain PSMTI, ada juga Perhimpunan Indonesia Tionghoa (Inti), Perkumpulan Hakka Indonesia, Forum Demokrasi Kebangsaan (Fordeka), Nation Building atau Nabil (Eddie Lembong) dan lain sebagainya. “Ada warga Penang (Malaysia) sebelumnya datang ke secretariat Inti (di bilangan Kemayoran Jakarta Pusat). Dia mau cek persiapan dan konsolidasi warga ACCC. Tetapi dia langsung beralih dari Perhimpunan Inti ke PSMTI. Karena memang, grass-root ada pada Clans (marga). Sokongan financial juga penting, tetapi bukan yang utama.”
Beberapa pengusaha besar yang bercokol pada Perhimpunan Inti antara lain Kuncoro Wibowo (PT Kawan Lama), Sudhamek AWS (Garuda Food), Teddy Sugianto dan lain sebagainya. Sementara pada PSMTI, bercokol antara lain David Herman Jaya (New Armada), Poo Murdaya (Berca Group, JIExpo Kemayoran), Eddy Hussy (REI) dan lain sebagainya. “Mereka berperan, tetapi para pengurus lain baik pada tingkat pusat maupun daerah harus bergerak. Kalau suatu organisasi tidak ada kegiatan apa-apa, ibarat layangan putus (tali).”
Selain pengusaha, beberapa kader PSMTI berasal dari kalangan politisi dan anggota DPR RI. Sebanyak empat anggota DPD MPR RI adalah etnis Tionghoa. Ketua kehormatan senior yang masi aktif juga bercokol pada DPD MPR RI. Tingkatan daerah anggota DPRD (provinsi dan kabupaten) juga menjadi anggota kehormatan PSMTI di daerah. “Seorang gubernur dan tiga wakil gubernur adalah etnis Tionghoa, duduk sebagai ketua kehormatan senior PSMTI.”
Di tempat berbeda, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anti korupsi di Magelang melihat adanya sinkronisasi dengan program kerja PSMTI di daerah. Momentum sinkronisasinya pas dengan kegiatan Satuan Tugas (Satgas) sapu bersih pungutan liar (pungli). “Ada dengungan dari program kerja PSMTI untuk sokong program pemerintah, termasuk stop praktik pungli. Semua elemen masyarakat bisa terlibat untuk tindakan hukum yang tegas,” Eddy Sutrisno, Ketua PSMTI Magelang mengatakan kepada Telegraf.
Selain aktif pada pengurusan PSMTI, Eddy Sutrisno juga mengaku mendirikan Forum Bersama (Forbes) Peduli Magelang. Ia juga aktif pada pengurusan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Forbes dan PITI sudah pas untuk watch dog berbagai praktik korupsi di berbagai lembaga eksekutif, legislative di Magelang. “Praktik korupsi, nepotisme di daerah seakan-akan ‘take it for granted’. Berbagai praktik korupsi di daerah serupa tapi tak sama dengan gejala ‘raja-raja kecil’. Tidak terkecuali, lembaga eksekutif, legislative di Jawa Tengah, khususnya di Magelang juga terkena virus KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). “Praktif mafia di seluruh daerah tidak terkecuali Jawa Tengah. Presiden Jokowi (Joko Widodo) sudah punya komitmen memberantas pungli, tapi aparat penegak hukumnya masih belum bersih 100 persen. Ini menjadi tantangan kita semua,” kata Eddy Sutrisno yang juga membidangi keorganisasian DPP PSMTI. (S.Liu)