Telegraf -Kementrian Keuangan melalui Lembaga National Single Window (LNSW) yang memiliki tugas melaksanakan pengelolaan Indonesia National Single Window (INSW) dan penyelenggaraan Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) dalam ekspor, impor, dan logistik, mengubah pola kerja manual/hardcopy/inhouse menjadi berbasis digital untuk setiap layanan pemerintah.
Kepala LNSW Oza Olavia mengatakan Angka dwelling time nasional yang pada 2019 silam mencapai 3,16 hari, kini terus membaik. Pada tahun 2023, rata-rata capaian dwelling time nasional sebesar 2,62 hari. Sementara itu capaian dwelling time sepanjang periode Januari s.d. Oktober 2024 adalah 2,85 hari. Capaian ini memenuhi target dwelling time nasional 2,9 hari.
“Peran dwelling time terbilang penting mengingat durasi bongkar muat kontainer yang terlalu lama, berpotensi menambah biaya logistik. Sementara itu, biaya logistik yang tinggi akan mendisrupsi perekonomian melalui sektor Industri yang terganggu pasokan bahan baku atau bahan penolongnya,” tuturnya dalam media gathering di Jakarta, Jumat (6/12).
LNSW juga terlibat dalam penataan ekosistem logistik nasional (national logistics ecosystem/NLE). Di antara layanan yang dikembangkan LNSW untuk mendukung penataan ekosistem logistik nasional adalah Delivery Order (DO) Online, Surat Penyerahan Petikemas (SP2) Online, Single Submission (SSm) Quarantine Customs, SSm Pengangkut, dan SSm Perizinan. NLE yang terus dikembangkan sesuai amanat Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional tersebut, saat ini telah diimplementasikan pada 52 pelabuhan dan 7 bandara. Sebaran pelabuhan dan bandara yang sudah mengimplementasikan program tersebut sudah mencakup nyaris 100 persen dokumen ekspor impor nasional.
Tidak hanya menghemat waktu biayapun bisa di pangkas, berdasarkan hasil survei tim independen dari Prospera pada tahun 2023 untuk mendapatkan gambaran efektivitas NLE, efisiensi waktu dari penerapan Deliveri Order (DO) Online mencapai 40,3% dan efisiensi biayanya mencapai 25,7%. Selanjutnya efisiensi waktu dari penerapan SP2 Online mencapai 47% sementara efisiensi biayanya 32,4%. Untuk penerapan SSm Quarantine Customs, efisiensi waktunya mencapai 73,4% dan efisiensi biayanya 46,1%. Untuk SSm Pengangkut, efisiensi waktu yang dihasilkan mencapai 21,6% dan efisiensi biaya 45%. Kemudian penerapan SSm Perizinan, menghasilkan efisiensi waktu 56,4% dan efisiensi biaya 97,8%.
Oza menerangkan bahwa INSW berpotensi terus dikembangkan untuk memperkuat logistik nasional ke depan. Termasuk di antaranya adalah melalui penguatan Maritime Single Window, yakni mengintegrasikan layanan kepelabuhanan sesuai dengan mandat dari International Maritime Organization (IMO).
Ia juga menyebutkan perlunya pengembangan mekanisme tracking and tracing barang dan dokumen yang menjadi salah satu parameter penialaian dalam Logistics Performance Index (LPI).
Demikian pula monitoring yang dilakukan melalui layanan pengangkutan antarpulau, perlu didorong agar mendukung efektivitas dan efisiensi distribusi komoditas pada lingkup nasional. Selanjutnya, layanan NLE juga perlu mengoptimalkan lingkup business to government (B2G), government to government (G2G), serta business to business (B2B). Tak kalah penting, adalah pengembangan INSW untuk mendukung program digital trade. Agar digital trade dapat berjalan, diperlukan portal untuk menerima data terkait digital trade.
“Saat ini sudah banyak program di tingkat internasional terkait dengan perdagangan seperti e-invoice, e-B/L dan sebagainya. Masih kita koordinasikan bagaimana agar dapat data-data tersebut,” tutup Oza.