Sertifikasi Tenaga Kerja Jadi Kunci Utama Wujudkan Semangat Harkitnas di Era Globalisasi

Harkitnas 2025 jadi momentum bangkitnya nasionalisme, kolaborasi, dan penguatan SDM Indonesia yang kompeten serta berdaya saing global

Oleh : Idris Daulat
NS Aji Martono Hari Kebangkitan Nasional

TELEGRAF.CO.IDLebih dari sekadar seremoni tahunan, Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) adalah pengingat sejarah dan panggilan moral untuk bergerak maju bersama.

Tahun ini, tema “Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat” menyiratkan sebuah ajakan untuk tidak menyerah pada tantangan zaman, melainkan meresponsnya dengan solidaritas, inovasi, dan kolaborasi nyata antar semua elemen bangsa.

Bukan hanya peringatan sejarah, Hari Kebangkitan Nasional juga menuntut aktualisasi nilai-nilai kebangsaan dalam bentuk nyata—dari penguatan sumber daya manusia hingga pembenahan sistem pendidikan, dari penguatan industri lokal hingga dukungan terhadap transformasi digital.

Menghadapi Tantangan Global dengan SDM Berkualitas

Dalam konteks kekinian, tantangan terbesar Indonesia bukan lagi penjajahan fisik, melainkan persaingan global yang menuntut keunggulan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Inilah yang menjadi titik tekan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dalam menjadikan Harkitnas 2025 sebagai ajakan nyata untuk membangun tenaga kerja Indonesia yang kompeten dan berdaya saing.

Aji Martono, Komisioner BNSP, menyampaikan bahwa kebangkitan nasional harus diartikan sebagai transformasi kapasitas bangsa melalui peningkatan kualitas tenaga kerja.

“Kebangkitan nasional bukan hanya mengenang sejarah, tetapi juga aksi nyata dalam membangun bangsa yang kompeten dan berdaya saing,” katanya.

Data BNSP menunjukkan, hingga Mei 2025, lebih dari 1,5 juta tenaga kerja Indonesia telah mengantongi sertifikasi kompetensi.

Mereka tersebar di berbagai sektor strategis seperti industri manufaktur, teknologi informasi, kesehatan, hingga pariwisata.

“Ini bukan sekadar angka, tapi simbol kesadaran kolektif bahwa kita harus siap dengan standar global. Tanpa SDM yang unggul, kita akan tertinggal,” jelas Aji Martono.

Sertifikasi kompetensi menjadi paspor bagi para pekerja Indonesia untuk bersaing secara adil dan profesional di dunia kerja, baik di dalam maupun luar negeri.

Kolaborasi Lintas Sektor Demi Masa Depan yang Lebih Kuat

Keberhasilan peningkatan kompetensi tenaga kerja ini, menurut Aji Martono, tak lepas dari kolaborasi yang kuat antara pemerintah, dunia pendidikan, dan sektor swasta.

Salah satu inisiatif kolaboratif yang patut dicontoh adalah kerja sama antara BNSP dan Universitas Hasanuddin, yang menyelenggarakan seminar nasional mengenai standardisasi kompetensi kerja.

Kegiatan ini tidak hanya memperkuat pemahaman mahasiswa akan tuntutan dunia kerja, tetapi juga menyelaraskan kurikulum pendidikan tinggi dengan kebutuhan industri.

“Kami ingin memastikan bahwa lulusan kita tidak hanya cerdas secara teori, tetapi juga siap secara praktik,” ujar Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Jamaluddin.

Semangat Harkitnas pun semakin terasa di berbagai daerah yang mulai mengadopsi pendekatan serupa.

Beberapa pemerintah daerah menggandeng Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) lokal untuk mempercepat proses peningkatan kompetensi di sektor UMKM dan pertanian.

Semua itu menjadi cerminan nyata bahwa Harkitnas hari ini bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga komitmen terhadap masa depan—masa depan yang disiapkan lewat kerja sama konkret dan investasi dalam kualitas manusia.

Bangkit di Era Digital: Nasionalisme yang Bergerak

Tak bisa dimungkiri, tantangan generasi muda hari ini sangat berbeda dibandingkan era awal kebangkitan nasional.

Nasionalisme kini tidak hanya dimaknai dalam bentuk simbolik, tetapi dalam kontribusi aktual melalui teknologi, kewirausahaan sosial, dan kepedulian terhadap isu-isu global seperti iklim dan keadilan sosial.

Kampanye “Bangkit, Berdaya, Berkarya” yang diluncurkan Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun ini bertujuan menanamkan semangat nasionalisme dalam wujud digital.

Ribuan konten edukatif bertema kebangkitan nasional dibuat oleh kreator muda, menyasar generasi Z dan milenial yang akrab dengan platform seperti TikTok dan Instagram.

“Nasionalisme era sekarang adalah nasionalisme yang adaptif dan produktif. Bukan sekadar bangga, tetapi membangun,” ujar Windi Maulina, penggerak gerakan digital literasi di Bandung.

Ia dan komunitasnya membuat aplikasi belajar sejarah interaktif sebagai bagian dari kontribusi memperkuat identitas bangsa di tengah gempuran informasi luar.

Dengan pendekatan seperti itu, semangat kebangkitan nasional tidak hanya lestari, tetapi juga relevan.

Ia menjelma menjadi kekuatan sosial yang dinamis, penuh warna, dan menjangkau hingga ke pelosok-pelosok digital negeri.

Refleksi, Harapan, dan Jalan Ke Depan

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional 2025 bukan sekadar catatan sejarah, melainkan refleksi atas apa yang sudah dicapai dan ke mana bangsa ini akan menuju.

Dari sudut pandang SDM, investasi dalam kompetensi menjadi salah satu kunci membangun Indonesia yang kuat dan mandiri.

Aji Martono menekankan bahwa momentum Harkitnas harus dijadikan semangat untuk terus beradaptasi dan berkembang.

“Kita butuh SDM yang tidak hanya kompeten, tapi juga punya etika kerja dan semangat gotong royong,” ujar Ketua Umum PROPAMI.

Di saat dunia berubah dengan cepat, kemampuan untuk belajar ulang, menyesuaikan diri, dan bekerja sama akan menjadi penentu nasib bangsa.

Oleh karena itu, tantangan pembangunan bukan hanya fisik atau ekonomi, tetapi bagaimana membentuk manusia Indonesia yang siap menghadapi kompleksitas zaman.

Kebangkitan bukanlah sebuah titik akhir, melainkan sebuah proses panjang yang harus terus dirawat.

Melalui kerja nyata, kolaborasi, dan komitmen terhadap kualitas, bangsa ini bisa berdiri sejajar dengan negara-negara maju.

Selamat Hari Kebangkitan Nasional 2025. Mari kita bangkit, bersama—membangun negeri dengan semangat, ilmu, dan kontribusi nyata untuk Indonesia yang kuat, kompeten, dan berdaya saing global.

Lainnya Dari Telegraf