Telegraf – Harga minyak melonjak lebih dari 7% pada Kamis (17/03/2022) setelah Badan Energi Internasional (International Energy Association/IEA) mengatakan 3 juta barel per hari (bph) minyak Rusia kemungkinan tidak bisa dijual ke pasar mulai bulan depan. Lonjakan harga di tengah keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (the Fed) menaikkan suku bunga.
“Kehilangan pasokan akan jauh lebih besar dari perkiraan penurunan permintaan 1 juta barel per hari yang dipicu kenaikan harga bahan bakar,” kata IEA dalam sebuah laporan Rabu (16/03/2022) lalu.
Harga acuan minyak mentah berjangka Brent naik US$ 7,47, atau 7,6%, menjadi US$ 105,49 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$ 6,85, atau 7,2%, menjadi US$ 101,89 per barel.
Morgan Stanley menaikkan perkiraan harga Brent sebesar US$ 20 pada kuartal ketiga menjadi US$ 120 per barel. Morgan Stanley juga memprediksi penurunan produksi Rusia 1 juta barel per hari mulai April.
“Penurunan produksi tersebut lebih banyak dari berkurangnya permintaan global 600.000 barel per hari,” kata bank tersebut.
“Pasokan dan permintaan minyak sedang menurun, tetapi pasokan saat ini lebih buruk dan pasar minyak akan lebih ketat pada dua kuartal mendatang,” terang bank itu.
Harga minyak telah merosot pada hari sebelumnya setelah data pemerintah menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik 4,3 juta barel pekan lalu, dibandingkan ekspektasi analis turun 1,4 juta barel.
Pasar minyak sebagian besar mengabaikan keputusan Federal Reserve AS menaikkan suku bunga 0,25 poin persentase, seperti yang diantisipasi.
Sentimen sedikit terdorong setelah Tiongkok menjanjikan kebijakan untuk mendorong pasar keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, penurunan kasus Covid-19 di Tiongkok menimbukan harapan bahwa lockdown akan dicabut dan memungkinkan pabrik melanjutkan produksi.
Photo Credit: Distribusi minyak mentah (Crude Oil) lewat kilang pasokan minyak. GETTY IMAGES