Telegraf, Jakarta – Terkait Virus Corona yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, China berefek pada perkembangan perekonomian dunia, tidak luput Indonesia. Hingga saat ini sudah 900 orang meninggal dunia akibat virus tersebut di daratan Tiongkok. Jumlah ini melewati epidemi Sars tahun 2002-2003 yang saat itu menelan 774 korban jiwa.
Indonesia diprediksi akan mengalami perlambatan sekitar 0,23 persen pada tahun 2020, sebagai dampak wabah virus Corona. “Perhitungan di tim saya, bukan 0,3%. Setiap 1% GDP China, penurunannya di Indonesia 0,23%. Bukan menghibur, tapi berdasarkan fakta-fakta yang kami temukan secara ilmuan,” ungkap Kepala Badan pengkajian dan Pengembangan Perdagang, Kementrian Perdagangan Kasan, di Kantornya, Jakarta, Selasa (11/2).
Kasan juga mengatakan selain Gross Domestic Product (GDP) ekspor dan impor juga akan terkena imbasnya seperti pada bulan Januari.
“Custom China belum merilis ekspor berapa, impor berapa. Tapi ada beberapa negara yang itu juga mitra dagang kita yang sudah rilis datanya Januari, semuanya turun dan sangat signifikan. Saya ambil contoh, Brazil ekspor maupun impor turun, Vietnam juga begitu,” tutur Kasan.
Kasan melanjutkan selain Brasil dan Vietnam, Korea juga mengalami penurunan, pun Chili serta Pakistan.
Ditemui di tempat yang sama Mohammad Faisal Direktur Exekutif CORE menjelaskan wabah virus Corona dampaknya lebih besar, karena mengena negara yang mempunyai pengaruh besar termasuk Indonesia.
“Saya menyampaikan prediksi kearah 0,2 persen mengapa karena ini hampir sama pada pengalaman dari 15 tahun lalu Sars virus yang menyerang China juga Sars sebenernya virus yang sama Corona juga tetapi yang sekarang lebih cepat penyebarannya,” beber Faisal.
Lanjut Faisal karena China adalah negara keterkaitanya dengan beberapa negara dalam perdagangan paling besar, sehingga menyebabkan dampaknya akan lebih besar pada saat sekarang dibanding pada saat Sars.
Untuk meminimalisir dampak virus Corona tersebut pada perekonomian Indonesia Faisal merekomendasikan antara lain, memperkuat diversifikasi negara tujuan ekspor dan impor, peningkatan proteksi negara-negara mitra memutuhkan terobosan kebijakan (smart regulation), daya saing ekspor dipandang sebagai satu sistem yang utuh perlu bauran kebijakan fiskal, moneter dan sektoral yang terintegrasi, penguatan ekonomi domestik value chain, menjalin kerjasama ekonomi dan kesepakatan dagang secara terukur. (AK)
Photo Credit : Kepala Badan pengkajian dan Pengembangan Perdagang Kementrian Perdagangan Kasan, di Kantornya, Jakarta, Selasa (11/2)/TELEGRAF