Telegraf – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyatakan bahwa stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) Indonesia masih tetap terjaga meskipun dinamika ekonomi global menunjukkan peningkatan ketidakpastian.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK yang digelar pada 26 Maret 2025. “Kami terus memantau dan menilai kondisi sektor jasa keuangan secara menyeluruh. Meskipun tekanan global meningkat, sektor keuangan Indonesia menunjukkan ketahanan yang baik,” ujar Mahendra.
Ia menyoroti bahwa perekonomian global saat ini menunjukkan tren yang berbeda-beda. Data ekonomi Amerika Serikat tercatat di bawah ekspektasi, sedangkan kawasan Eropa dan Tiongkok justru menunjukkan perbaikan. Volatilitas pasar global pun masih tinggi, dipicu oleh ketidakpastian kebijakan ekonomi dan meningkatnya risiko geopolitik.
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) telah merevisi proyeksi pertumbuhan global menjadi 3,1 persen pada 2025 dan 3 persen di 2026. Untuk Indonesia, proyeksi pertumbuhan ekonomi diturunkan menjadi 4,9 persen, namun Mahendra menyebut penurunan ini masih sejalan dengan negara-negara lain di kawasan.
“Kami melihat bahwa walaupun ada koreksi pada proyeksi pertumbuhan, secara keseluruhan kondisi makroekonomi Indonesia tetap solid dan kompetitif,” tambahnya.
Di sisi domestik, inflasi tetap terkendali. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret tercatat sebesar 1,03 persen secara tahunan, sementara inflasi inti pada Februari mencapai 2,48 persen. Hal ini, menurut Mahendra, mencerminkan bahwa permintaan domestik masih cukup kuat meski ada beberapa tanda moderasi.
Lembaga pemeringkat internasional seperti Moody’s dan Fitch juga menunjukkan kepercayaan mereka terhadap fondasi ekonomi Indonesia. Moody’s mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level Baa2 dengan outlook stabil, sementara Fitch menegaskan rating BBB dengan outlook serupa.
“Ini menunjukkan bahwa dunia internasional tetap memandang positif kebijakan ekonomi Indonesia serta kemampuan kita dalam menjaga ketahanan sektor keuangan,” jelas Mahendra.
Ia juga menegaskan bahwa indikator fundamental Indonesia, seperti defisit fiskal yang relatif rendah (2,29 persen dari PDB), rasio utang luar negeri terhadap PDB (30,42 persen), dan current account balance (-0,63 persen dari PDB), memperlihatkan posisi Indonesia yang lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara berkembang lainnya seperti Turki dan India.
Dengan kondisi tersebut, OJK tetap optimis terhadap prospek sektor jasa keuangan di tengah tekanan global yang masih berlangsung.