Telegraf, Jakarta – Kondisi pasar properti nasional pada 2018 diprediksi tetap cerah dan prospektif, dengan tren pertumbuhan pasar properti yang diperkirakan berlanjut hingga 2019, kendati pada semester II/2018 akan sedikit melandai terkait spekulasi terhadap kondisi politik di Indonesia menjelang pemilihan umum (Pemilu).
Kondisi tersebut memiliki arti, pasar properti nasional akan terus mengalami kenaikan dalam kurun waktu satu tahun ke depan, sambil menunggu perkembangan situasi dan stabilitas politik di Tanah Air. Meski demikian, dampak tahun politik dinilai hanya sebagai faktor sementara yang akan memengaruhi siklus besar pasar properti.
Chief Executive Officer (CEO) Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, menyatakan, secara tren keseluruhan, hal tersebut tidak dapat disimpulkan bahwa siklus properti mengalami penurunan. Dengan asumsi, tahun politik dan pemilu relatif berjalan lancar, maka iklim investasi properti akan semakin prospektif di sepanjang 2019.
“Properti masih tertahan faktor diluar siklus. Siklus besar properti sudah memerlihatkan tren positif, sedikit terganggu fluktuasi siklus kecil di akhir dan awal tahun depan. Namun dalam jangka panjang tren properti dipastikan sangat potensial,” kata Ali, dalam acara gathering bertema Ready to Take Off di Synthesis Square, Jakarta, Kamis (25/01/2018).
Menurutnya, siklus pasar properti akan mencapai titik tertinggi di tahun 2019. “Namun, ajang Pemilu menjadi sebuah pertaruhan besar karena berpengaruh psikologis terhadap iklim investasi properti, khususnya di segmen atas,” tambahnya.
Untuk kondisi pasar properti 2018, Ali menyatakan, pergerakan pasar sepertinya akan terganggu oleh sentimen tahun politik, yang berdampak psikologis di semester II-2018. “Tren pasar properti diperkirakan lambat, meskipun daya beli pasar relatif tumbuh. Pasar dalam posisi wait and see yang lebih lama dan selektif dalam memilih investasi,” jelasnya.
Secara keseluruhan, di tahun ini kondisi perumahan menengah bawah rentan terhadap kebijakan diperkirakan menurun. Sementara, perumahan menengah masih menjadi primadona di kisaran Rp 500 jutaan sampai Rp 1 miliar. Sedangkan untuk sektor perkantoran sendiri, masih tertahan. Selain itu, apartemen menengah berbasis transit oriented development (TOD) diperkirakan akan marak di 2018 dengan kisaran harga Rp 300 sampai dengan Rp 500 jutaan.
“Sementara, pasar apartemen dan perumahan mewah memiliki pasar besar, namun konsumen sangat selektif. Untuk sektor perkantoran sendiri, masih tertahan,” jelasnya.
Ali menuturkan, terdapat sejumlah instrumen yang membuat pergerakan di segmen menengah atas relatif lambat. Pertama, harga properti di segmen ini masih terindikasi over value dikarenakan kenaikan harga yang sangat tinggi periode 2010 sampai dengan 2012, meskipun saat ini sudah mulai mendekati keseimbangan baru.
Kedua, faktor psikologis konsumen terkait isu sensitif seperti tahun politik dan jaminan kondisi keamanan, yang membuat konsumen di segmen ini memilih posisi wait and see dan lebih selektif.
“Melihat pergerakan indeks saham sektor properti, real estate, dan konstruksi yang terus mengalami kenaikan, hal itu mencerminkan sektor properti masih memiliki sentimen positif. Jadi, pasar properti sebenarnya relatif sudah siap untuk bangkit kembali,” tambahnya. (Red)