Connect with us

Cakrawala

PA GMNI: Menjawab Tantangan Budaya Butuh Kepribadian Bangsa Yang Kokoh

Published

on

Dua seniman membawakan Tari Legong Prabu China dalam pagelaran tari klasik Bali di Pesta Kesenian Bali ke-41, Denpasar, Bali, Kamis (27/6/2019). Tari tersebut merupakan bagian dari Tari Legong Keraton yaitu salah satu dari sembilan tari Bali yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tak benda oleh UNESCO. ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

Telegraf – Jelang acara pra Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI), Panitia Nasional Kongres kembali akan menggelar webinar bertema “Tantangan dan Strategi Kebudayaan dalam Memperkokoh Kepribadian Bangsa” pada Kamis, 22 April 2021.

Ketua Panitia Nasional Kongres IV PA GMNI Karyono Wibowo, mengatakan webinar ihwal kebudayaan ini merupakan webinar seri kedua dan merupakan rangkaian kegiatan Pra Kongres IV PA GMNI yang akan berlangsung di Bandung, Jawa Barat pada 19-21 Juni 2021 dengan tema “Nasionalisme Menjawab Tantangan Zaman.”

“Topik diskusi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas kondisi kehidupan bangsa saat ini. Yakni memudarnya kepribadian bangsa yang secara perlahan telah menggerus kebudayaan nasional,” kata Karyono, Kamis (22/04/2021).

Sementara itu, Bambang Barata Aji, Koordinator Pokja Sosial Budaya dalam kepanitiaan Kongres IV PA GMNI mengatakan, lunturnya budaya Nusantara ini menimbulkan hambatan dalam upaya menegakkan nasionalisme dalam menjawab tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Karenanya, tantangan yang bersifat eksternal maupun internal itu menjadi penting untuk disikapi. Antisipasi terhadap tantangan di bidang budaya ini mesti dilakukan karena bila terlambat risikonya adalah kehancuran,” katanya.

Ia menyebutkan, dalam perspektif Founding Fathers Bung Karno, tantangan dianalogikan sebagai gemblengan atau tempaan. Bangsa Indonesia dalam perspektif Bung Karno adalah bangsa gemblengan, adalah bangsa bermental banteng yang harus siap hancur lebur bangkit kembali dalam menghadapi tantangan yang ada.

“Tantangan nasionalisme Indonesia dalam bidang kebudayaan tidak berdiri sendiri, melainkan selalu terkait dengan perjuangan mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945,” jelasnya.

Menurut Aji, akar budaya yang menjadi identitas bangsa yang telah tumbuh ribuan tahun perlu dirawat dan ditumbuhkembangkan di tengah gempuran budaya luar.

“Prinsip Tri Sakti Bung Karno (kepribadian dalam kebudayaan), perlu dikedepankan dalam kehidupan bernegara,” ujarnya.

Menurut dia, hal tersebut penting karena ukuran budaya adalah juga etika selain estetika. Lebih jauh dia menjelaskan, pandangan kebudayaan Indonesia mengandung unsur keterbukaan. Nasionalisme budaya Indonesia bukan nasionalisme sempit, tetapi nasionalisme yang berpikir terbuka dan berpandangan dunia namun kuat dalam kepribadian nasionalnya.

Bung Karno pernah menyampaikan ‘Kami nasionalis, kami cinta kepada bangsa kami dan kepada semua bangsa’. Dalam konteks ini menjadi penting memikirkan kembali nasionalisme kebudayaan nasional, juga bagaimana bentuk baru perjuangan kebudayaan nasional (shape and reshaping-think and rethinking).

“Momen ini dapat memetakan tantangan kebudayaan Indonesia. Baik berupa tantangan: ideologis (efek dasar yang menghancurkan), strategis (efek menengah dan panjang yang mengganggu kepentingan nasional) dan tantangan taktis (kontemporer) yang sifatnya masih bisa dimanfaatkan namun tetap kritis seperti ekses perkembangan teknologi informasi, era disrupsi, budaya pop, dan sebagainya,” pungkasnya.

Beberapa narasumber yang dijadwalkan akan tampil, antara lain adalah Prof Ibnu Maryanto peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (alumnus GMNI Unsoed Purwokerto), Dr Y Argo Twikromo akademisi Unika Atma Jaya Yogyakarta (alumnus GMNI Antropologi UGM), Erros Djarot budayawan (anggota Dewan Pakar DPP PA GMNI).

Kemudian Prof Wiendu Nuryanti Wakil Menteri Pendidikan RI 2011– 2014, Wayan Sudarmadja Penyantun Rumah Budaya Bedahulu Ubud Bali (alumnus GMNI UGM), Dr Hilmar Farid Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI serta Dr Soetanto Soepiadhy ahli hukum Tata Negara.

Ikut Acara

Bagi yang berminat mengikuti webinar panitia mempersilahkan untuk mendaftar pada link registrasi http://bit.ly/PAGMNIWebinar03 Kegiatan akan disiarkan lewat streaming di kanal Youtube TV Desa, informasi terkait bisa juga didapatkan lewat Web: infokongres.com



Photo Credit: Dua seniman membawakan Tari Legong Prabu China dalam pagelaran tari klasik Bali di Pesta Kesenian Bali ke-41, Denpasar, Bali, Kamis (27/6/2019). Tari tersebut merupakan bagian dari Tari Legong Keraton yaitu salah satu dari sembilan tari Bali yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tak benda oleh UNESCO. ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

 

Advertisement
Click to comment

Cakrawala

Mengulik Gastro Kolonialisme: Jajahan Pangan di Papua

Published

on


Telegraf.co.id -Gastro kolonialisme; Penjajahan pangan, juga dikenal sebagai kolonialisme pangan atau neokolonialisme pangan, merujuk pada praktik atau kebijakan di mana negara-negara atau perusahaan besar dari negara-negara maju mengendalikan produksi, distribusi, dan perdagangan makanan dari negara-negara yang kurang maju. Ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekonomi dan ketergantungan pangan bagi negara-negara yang dikuasai, serta dapat mengakibatkan dampak sosial dan lingkungan yang merugikan. Praktik ini telah menjadi perhatian banyak aktivis dan kelompok yang peduli tentang keadilan pangan dan kedaulatan pangan.

Salah satu contoh penjajahan pangan adalah praktik besar-besaran oleh perusahaan multinasional yang menguasai produksi dan distribusi pangan di negara-negara berkembang. Beberapa contoh termasuk akuisisi tanah. Perusahaan asing dapat membeli atau menyewa lahan pertanian di negara-negara berkembang untuk menghasilkan komoditas tertentu, seringkali untuk diekspor ke negara asal mereka. Hal ini dapat menyebabkan kelangkaan lahan bagi petani lokal dan mengurangi ketersediaan pangan di dalam negeri.

Kemudian Gastro kolonialisme juga berbentuk eksploitasi sumber daya alam. Perusahaan asing dapat mengambil alih produksi dan ekspor bahan mentah atau komoditas pangan dari negara-negara berkembang, meninggalkan sedikit nilai tambah bagi negara tersebut dan menyebabkan ketergantungan ekonomi yang tidak seimbang.

Negara-negara maju dapat membanjiri pasar negara-negara berkembang dengan impor makanan yang murah, seringkali dibiayai oleh subsidi pemerintah. Hal ini dapat menghancurkan pasar lokal dan mengancam mata pencaharian petani dan produsen lokal. Perusahaan besar dapat mengendalikan rantai pasokan makanan dari produksi hingga distribusi, memberikan mereka keunggulan dalam menentukan harga dan mengendalikan akses ke pangan.

Beberapa perusahaan besar juga dapat mematenkan varietas tanaman atau teknologi pertanian, membatasi akses petani lokal terhadap benih tradisional atau teknologi yang lebih terjangkau. Contoh tadi berkontribusi pada ketergantungan pangan dan ketidakadilan ekonomi di negara-negara berkembang, serta mengancam kedaulatan pangan dan keberlanjutan pertanian lokal.

Lalu seperti apa bentuk Gastro kolonialisme dalam negeri yang merujuk pada situasi di mana kelompok atau individu mengendalikan produksi, distribusi, dan perdagangan pangan secara dominan? seringkali praktik ini dianggap hal baik meskipun sebenarnya cara ini sangatlah merugikan atau menindas kelompok lain di dalam masyarakat. Gastro kolonialisme dalam negeri mencakup:

1. Monopoli pasar

Kelompok atau perusahaan yang kuat secara ekonomi dapat mengendalikan pasar pangan dalam negeri, menghalangi persaingan yang sehat dan menyebabkan harga pangan tinggi tanpa memberikan manfaat bagi petani atau produsen lokal.

2. Eksploitasi petani

Orang-orang atau perusahaan yang memiliki kontrol atas produksi pangan dapat mengeksploitasi petani dengan memberlakukan harga yang rendah atau kondisi kerja yang buruk.

3. Kontrol lahan

Beberapa kelompok dapat menguasai lahan pertanian secara besar-besaran dan menguasai akses lahan bagi petani lokal, sehingga menghambat mereka untuk menggarap tanah mereka sendiri.

4. Ketimpangan distribusi

Penguasaan atas distribusi pangan dalam negeri dapat menyebabkan ketidakseimbangan sosial dan ekonomi, di mana sebagian kelompok menderita kelaparan atau malnutrisi sementara kelompok lain memperoleh keuntungan yang besar.

5. Pengabaian tradisi lokal

Penguasaan atas produksi dan perdagangan pangan oleh kelompok tertentu dapat mengabaikan praktik pertanian tradisional dan pengetahuan lokal, yang dapat mengancam keberlanjutan lingkungan dan budaya.

Contoh praktik nyata dari Gastro kolonialisme di Indonesia adalah VT (Video Tiktok) yang berseliweran di beranda FYP (for your page) yang menjelaskan tentang masyarakat Papua sedang menukar hasil kekayaan alam dengan makanan yang serba instan. Parahnya tidak ada satupun masyarakat yang sadar bahwa hal tersebut adalah bentuk jajahan pangan yang mungkin juga ada sangkut pautnya dengan oligarki pengusaha.

Melansir dari infoterkini24jam.com bahwa dampak dari Gastro kolonialisme menjadikan masyarakat memiliki kebiasaan makan dari budaya kuliner di daerah yang pernah dijajah. Di banyak negara, makanan dan minuman dari luar telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Pengaruh budaya kuliner dari luar dapat menghilangkan keanekaragaman makanan dan mengurangi pentingnya makanan tradisional yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Situasi seperti ini mencerminkan struktur kekuasaan yang tidak adil dalam masyarakat dan dapat menyebabkan masalah keamanan pangan, ketidaksetaraan, dan ketidakstabilan sosial. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran dan tindakan untuk mendorong keadilan pangan dan kedaulatan pangan di dalam negeri.

Continue Reading

Cakrawala

BPPT Usulkan TMC Kalbar Pada Pertengahan Agustus

Published

on



Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC-BPPT) mengusulkan Teknologi Modifikasi Cuaca di Kalimantan Barat dilaksanakan pertengahan Agustus 2020. Penambahan curah hujan melalui modifikasi cuaca akan bermanfaat terhadap upaya menjaga tingkat kandungan air tanah pada lahan gambut sehingga mengurangi potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Pernyataan tersebut disampaikan Jon Arifian, mewakili Kepala BBTMC-BPPT dalam Rapat Koordinasi Sinergitas dalam Peningkatan Kesiapsiagaan Karhutla di Prov. Kalimantan Barat di Pontianak, Senin (10/08/2020).

“Potensi pertumbuhan awan di Pulau Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat selama periode 8-14 Agustus masih cukup baik, dan berpotensi meningkat pada 15-21 Agustus. Kondisi ini cukup baik bila dioptimalkan guna meningkatkan level aman air tanah dengan penerapan TMC,” ujarnya.

Jon menambahkan, pada operasi Siaga Darurat Bencana Karhutla di wilayah Sumatera yang dilaksanakan sebelumnya, penerapan TMC mampu menambah jumlah curah hujan yang cukup signifikan pada 3 wilayah provinsi rawan karhutla. “Di Riau, Sumatera Selatan dan Jambi penambahan bervariasi antara 20 hingga 30 dari curah hujan alami.”

Rapat diselenggarakan Kedeputian Bidang Koordinasi Kerawanan Sosial dan Dampak Bencana, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Selain BPPT, juga hadir Kepala Pelaksana BPBD Prov. Kalimantan Barat, Kepala BMKG Kalimantan Barat, Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Barat serta unsur dari TNI.

Deputi II Kementerian PMK Mayjen (Purn) Dody Usodo mengatakan sedikitnya 7 provinsi yang rawan karhutla yang harus mendapat perhatian karena kandungan gambut yang cukup luas, salah satunya Kalimantan Barat.

“Kita tidak boleh abai atas potensi setiap bencana termasuk bencana alam. Selain itu, fator kebiasaan masyarakat dalam memanfaatkan kondisi cuaca untuk melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, perlu pengawasan serta pengendalian melalui berbagai upaya yang bisa dilakukan pemerintah dan masyarakat,” tegasnya.

Dalam kesempatan terpisah, Tri Handoko Seto, Kepala BBTMC-BPPT mengatakan TMC mampu menghasilkan air dalam volume yang sangat masif sampai jutaan m3 perhari jika dilakukan pada saat yang tepat, dengan memperhatikan potensi awan.

“Nilai manfaat semakin tinggi jika pelaksanaanya selaras dengan kebutuhan mempertahankan level aman TMAT gambut,” ujarnya disela Pendidikan Lemhannas.

Penambahan curah hujan melalui modifikasi cuaca, lanjut Tri Handoko Seto, akan sangat bermanfaat terhadap upaya menjaga tingkat kandungan air tanah pada lahan gambut, sehingga berguna mengurangi potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali.

Data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyebutan secara umum, jumlah curah hujan 1-31 Juli 2020 di Indonesia cukup baik, namun kecenderungannya menunjukkan akan terjadi penurunan hingga puncaknya pada bulan Agustus-September.

“Penurunan curah hujan biasanya diikuti dengan peningkatan jumlah hotspot. Perlu diantisipasi kemunculan hotspot secara masif pada periode Agustus hingga September 2020. Kendati saat ini jika dibandingkan wilayah provinsi lain di Pulau Kalimantan, maka kondisi wilayah Provinsi Kalbar relatif lebih basah dan aman dibandingkan provinsi lainnya dari ancaman karhutla secara masif,” ungkapnya.

Tahun lalu (2019), Kalimantan Barat mengalami kebakaran hutan cukup parah sehingga dilaksanakan operasi TMC yang dimulai sejak 18 hingga 26 September 2019. Tim TMC Posko Pontianak harus berjuang mengatasi kondisi cuaca yang sangat kering dengan menaburkan kapur tohor (CaO) untuk mengurai asap pekat yang menghalangi pertumbuhan awan. Volume hujan hasil TMC di Kalbar 2019 cukup signifikan mencapai total 102,65 juta meterkubik.


Photo Credit: Petugas memindahkan konsul penyemaian awan dari pesawat CN 295 seusai digunakan anggota TNI AU Squadron 2 Halim Perdanakusuma. MI/Panca Syurkani

 

 

Continue Reading

Cakrawala

Fokal UI Akan Gelar Pelatihan Pemantau Pemilu di Balai Sarwono

Published

on

By


Telegraf, Jakarta – Dalam rangka edukasi bagi masyarakat, Program Paska Sarjana dan Forum Koordinasi Lintas Fakultas Universitas Indonesia (Fokal UI) akan mengadakan Pelatihan Trainer on Trainer (ToT) Pemantauan Pemilu.

Pelatihan itu sendiri rencananya akan mengambil tema Pemantauan Pemilu menuju Pilpres dan Demokrasi berdasarkan Pancasila.

Salah satu anggota Fokal UI, Asri Hadi yang juga Pemred INDONEWS menjelaskan, rencana pelatihan itu akan diadakan pada Rabu, 6 Maret 2019 pukul 15.00 -20.00wib di Balai Sarwono, Jakarta Selatan.

Sebagai keynote speaker, Asri menjelaskan, akan diisi oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Mahfud MD.

“Sedangkan acara akan dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama tentang aturan dan peraturan dengan narasumber dari BAWASLU, KPU, INDOPOLLING,” ujar Asri Hadi.

Sesi kedua tentang isu-isu strategis dengan narasumber: Dr. Andi Wijayanto, Romo Benny Susetyo, Karyono Wibowo, Fokal UI

Pengantar Diskusi Bob Randilawe, dan dimoderatori oleh DP Yoedha dan Satrio Arismunandar.

Bagi yang ingin berkontribusi dapat langsung menyalurkan ke Rekening CP Kemang No. Rek: 2860255009 atas nama Delvinita.

Selanjutnya sebagai narahubung:
Arif Ilyas (081213489454)
DP Yoedha (08161990232)
Silmiyanti (081386311263). (Red)

Continue Reading

Cakrawala

Kenapa Kita Pilih Sukhoi Su-35 ? (Seri-2): Mampu Luluhlantakan Jakarta

Published

on

By



Telegraf – Pemerintahan Joko Widodo memutuskan membeli satu skuadron Sukhoi Su-35 untuk memperkuat pengamanan wilayah udara Indonesia. Siapakah sebenarnya sosok yang sejak awal ngotot mempertahankan gagasan pembelian pesawat tempur buatan Rusia yang legendaris itu. Dia adalah Marsekal TNI Agus Supriatna, Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) era 2015-2016.

Marsekal Agus Supriatna memang layak sebagai sosok yang memahami betul karakter pesawat tempur. Pengalaman dan jam terbangnya sebagai pilot pesawat tempur multi talenta menjadikannya paham tiap detail keunggulan, kemampuan dan kelemahan setiap pesawat tempur. Dan ketika Agus harus memilih dari sekian pesawat tempur canggih generasi terbaru yang disodorkan pabrikan dari berbagai negara, dia justru terpikat memilih Sukhoi Su-35.

Satu hal yang membuat Agus merasa jatuh hati dengan Sukhoi adalah kemampuannya mengunci sejumlah target di darat maupun udara secara bersamaan. Bahkan, dia sampai memberi contoh, Jakarta bisa diluluhlantakkan hanya dengan menerbangkan empat Sukhoi untuk melepaskan 18 bom.

Ketika menjadi Pangkoopsau II, Agus juga melihat secara langsung kemampuan Sukhoi dalam bermanuver di udara. Setelah melakukan loop-loop berbahaya, jet tempur tersebut bisa tetap melesat tanpa khawatir mesin mati hingga terjatuh.

“Loop-loopnya bisa begitu lho, patah-patah, hebat benar,” pujinya.

Tak hanya soal itu, Su-35 tersebut diyakini bisa menandingi F-35 buatan AS yang masih dalam pengembangan. F-35 yang merupakan generasi keempat buatan Lockheed Martin tersebut memiliki teknologi canggih dan tak terdeteksi radar. Kemampuan itu membuat harganya melambung tinggi.

“Tapi untuk manuver enggak lincah,” ucapnya singkat.

Pesawat bermesin ganda ini adalah generasi keempat namun ia dianggap sebagai pesawat generasi ke lima karena kelebihan yang dimilikinya. Bagaimana tidak, pesawat turunan dari Su-27 ini mampu melakukan manuver yang tidak bisa dilakukan oleh pesawat tempur lainnya yakni, berhenti seketika di udara, mampu terbang cepat di ketinggian dan bisa membawa banyak rudal udara ke udara.

Pesawat dengan tempat duduk tunggal ini juga dilengkapi sistem avionik canggih dan memiliki kecepatan supersonik sekitar 1,5 mach yakni dua kali kecepatan suara dan dianggap mampu melampaui pesawat tempur siluman generasi kelima F-22 Raptor buatan Amerika Serikat

Kelebihan lainnya, pesawat Su-35 ini memiliki sistem pencarian dan pelacakan inframerah termasuk sensor non elektromagnetik untuk pendeteksian jarak jauh. Serta peralatan jamming yang mampu menurunkan kemampuan radar pesawat musuh. Termasuk radar untuk mendeteksi sinyal dari belakang guna menembakkan peluru kendali SARH.

Su-35 juga bisa melesat hingga 2.390 km/jam dan mampu menempuh jarak hingga 4.500 km, sedangkan kecepatan maksimal F-22 mencapai 2.410 km/jam dengan jarak tempuh 2.000 km. Kedua pesawat ini dilengkapi dua buah tangki bahan bakar.

Meski demikian, lanjut Agus, selain unsur kemampuan pesawat. Aspek geopolitik juga menjadi pertimbangan sebelum menjatuhkan pilihannya. Apalagi pengalaman saat Indonesia di-embargo membuat banyak jet tempur terpaksa dikanibalisasi hingga tak lagi mampu terbang karena minimnya suku cadang.

Demi memperkuat pertahanan dalam negeri, TNI AU telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) tahap kedua. Program ini dilakukan agar TNI bisa mendapatkan kekuatan pokok minimum atau lebih dikenal dengan sebutan Minimum Essential Force (MEF).

Untuk memenuhi program tersebut, modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) lebih digenjot, utamanya menggantikan mesin-mesin perang yang sudah uzur dan termakan usia. Dengan begitu, Indonesia bisa kembali disegani tak hanya di Asia Tenggara, tapi juga dunia.

Sebagai salah satu alat pertahanan, TNI Angkatan Udara juga ambil bagian dalam program tersebut. Matra udara ini berniat mengganti jet tempur F-5 Tiger II. Pesawat ini sudah menjaga langit Indonesia sejak 1980-an, dan sempat di nonaktifkan sebelum akhirnya difungsikan kembali.

Niat TNI AU untuk mengganti F-5 Tiger itu membuat pabrikan jet tempur dunia berlomba-lomba agar TNI AU melirik produk-produk buatan mereka. Mulai dari Saab JAS 39 Gripen, Dasault Rafale, Eurofighter, F-16 Viper maupun Su-35. Setelah tarik ulur, pemerintah lebih tertarik membeli Su-35 buatan Sukhoi.


Continue Reading

Cakrawala

Sosok Marsekal Dibalik Taktik Pilih Sukhoi Su-35 (Seri-1)

Published

on

By



Telegraf – Pemerintah Indonesia telah memutuskan membeli satu skuadron Sukhoi Su-35 untuk memperkuat pengamanan wilayah udara Indonesia. Banyak yang tidak tahu sosok jenius dibalik pemilihan untuk membeli pesawat tempur generasi siluman tersebut.

Sosok ahli strategi alat perang itu adalah Marsekal TNI Agus Supriatna, Mantan Kepala Staf Angkatan Udara era 2015-2016. Sebagai pilot yang punya jam terbang tinggi dan multi talenta Agus ketika itu memiliki gagasan kenapa kita harus melirik pesawat tempur buatan Rusia itu.

Kenapa Marsekal Agus Supriatna saat itu sudah menggagas pemikiran untuk membeli Su-35, dan bukan F-16 Viper atau produk lainnya?

Suatu ketika Marsekal Agus Supriatna mengungkap alasan dia lebih memilih Sukhoi Su-35 dibanding F-16 Viper? Meski, kecanggihan dan keampuhan F-16 selama mengudara sudah sangat teruji, dan disukai banyak negara, termasuk Indonesia.

Lewat buku otobiografinya berjudul “Dingo: Menembus Limit Angkasa” yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas, tahun 2016, Agus membeberkan alasan-alasannya menjatuhkan pilihan terhadap Sukhoi.

Sebagai salah satu penerbang Indonesia, Agus mengaku sudah paham betul dengan karakteristik setiap pesawat yang sudah diterbangkannya. Mulai dari pesawat latih, A-4 Skyhawk, F-5 Tiger hingga F-16. Dia juga sudah merasakan ketangguhan Sukhoi sebelum menjatuhkan pilihannya.

Agus mengungkapkan, baik F-16 Viper hingga Su-35 merupakan pesawat generasi keempat, kemampuannya pun tidak jauh berbeda. Salah satu perbedaan mendasar adalah dari segi kenyamanan bagi pilot yang menerbangkannya.

“Kalau yang paling nyaman untuk duduk, F-16 buatan Amerika. Kalau buatan Rusia, untuk duduk enggak enak,” ungkap Agus.

Hanya saja, untuk ketangguhan, Sukhoi dinilai lebih bandel dibanding kompetitor terdekat, yakni F-16. Apalagi, jet tempur buatan Rusia tersebut memang dibuat khusus untuk bertempur.

“F-16 Kalau terbang di bawah 150 knot harus hati-hati, salah handle sedikit dia bisa masuk inefisien. Kalau Sukhoi kuat, hebat, tapi duduknya enggak nyaman. Rusia memang membuat pesawat ya untuk perang,” paparnya. (berbagai sumber)


 

Continue Reading

Cakrawala

Militer Indonesia Makin Disegani Dunia Setelah Jokowi Pesan Sukhoi Su-35

Published

on

By



Telegraf – Presiden Joko Widodo memastikan akan mendatangkan jet tempur canggih, Sukhoi Su-35. Jumlahnya 11 Sukhoi. Pesawat generasi siluman ini dibeli untuk memperkuat pertahanan udara dan menggantikan tugas pesawat F-5 E Tiger yang akan pensiun.

“Tadi (membahas) pembelian Sukhoi, finalisasi sudah. Sudah itu akan membeli ‘drone’, selain itu masalah regulasi siber,” kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu ditemui usai menghadiri rapat terbatas tentang Alutsista di Kantor Presiden Jakarta, Rabu.

Menurut Ryamizard, Indonesia berencana membeli 11 pesawat tempur Sukhoi Su-35 Flanker. “Sudah negoisasi pembelian, sudah dua tahun,” tambah Ryamizard.

Selain itu, terkait rencana pembelian “drone” atau pesawat nirawak, Menteri menjelaskan pemerintah sedang mencari “drone” yang berkualitas dan biaya terjangkau serta kemampuan transfer teknologi yang memadai bagi kemandirian industri pertahanan Indonesia.

“Beli saja sedikit, nanti dikembangkan. Besok saya akan minta pabrik ‘drone’ datang, uji coba mana yang bagus,” jelas Ryamizard.

Sementara itu, Kepala Badan Sarana Pertahanan Laksda Leonardi mengatakan TNI AU membutuhkan “drone” dengan kualifikasi pesawat yang dapat mendeteksi serta melakukan identifikasi dan juga melakukan penyerangan.

Leonardi menambahkan hingga saat ini pemerintah merencanakan membeli enam unit “drone” dengan tiga baterai.

“Yang bisa memberikan, mengizinkan kita untuk beli itu China. Yang lain tidak mau jual. Sejauh ini sudah penjajakan ‘G to G’ dengan spesifikasinya dari TNI AU,” jelas Leonardi.

Sebelumnya dalam rapat terbatas, Presiden Jokowi menegaskan pemerintah harus mengoptimalkan pembelian alutsista yang mengarah kepada pembangunan kemandirian industri pertahanan di dalam negeri.

Presiden menegaskan Indonesia memperoleh sejumlah tawaran kerja sama alutsista dari banyak negara dengan sejumlah tawaran seperti transfer teknologi, desain bersama hingga realokasi fasilitas industri pertahanan dari negara produsen ke Indonesia.

“Saya juga ingatkan pengadaan alutsista harus memerhatikan pendekatan daur hidup tidak hanya, misalnya, membeli pesawat tempur tanpa mempertimbangkan biaya daur hidup alutsista tersebut 20 tahun ke depan,” tegas Jokowi.

Indonesia berencana membeli pesawat tempur Sukhoi Su-35 (NATO: Flanker E) sebagai pengganti F-5E/F Tiger II di Skuadron Udara 14 TNI AU yang telah pensiun. (tim)


Continue Reading
Advertisement
Advertisement

MUSIK

Advertisement
Advertisement

TELEMALE

Advertisement

Lainnya Dari Telegraf

close