Menaikan Harga BBM Non Subsidi Harus Seizin Pemerintah

Oleh : KBI Media
Photo Credit: Aktifitas pelayanan pengisian BBM di jaringan SPBU Pertamina. REUTERS/Darren Whiteside

Telegraf, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan telah menandatangani revisi Peraturan Menteri No.39 Tahun 2014 tentang perhitungan harga jual eceran bahan bakar minyak. Beleid tersebut saat ini berada di Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Susyanto mengatakan beleid teranyar itu mengatur harga jual bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. Selama ini penetapan harga BBM tersebut diserahkan ke badan usaha.

“Revisi Permen 39/2014 sudah, sedang diundangkan,” kata Susyanto di Jakarta, Kamis (19/04/18).

BBM nonsubsidi yang dijual eceran adalah produk selain premium dan solar, seperti Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan lain-lain.

Susyanto menuturkan peraturan yang direvisi antara lain mengenai pasal 4. Badan usaha harus memperoleh persetujuan pemerintah ketika akan menaikkan harga BBM nonsubsidi, bukan hanya melaporkan saja. Badan usaha yang dimaksud tidak sebatas BUMN seperti PT Pertamina (Persero). Tapi juga terhadap PT AKR Corporindo, PT Total Oil Indonesia, PT Shell Indonesia, dan PT Vivo Energy Indonesia yang merupakan badan usaha pemegang izin usaha niaga BBM.

“Untuk BBM umum tetep ditentukan harganya oleh perusahaan tapi setelah mendapatkan persetujuan pemerintah,” ujarnya.

Dia menuturkan badan usaha diberi keleluasaan waktu dalam mengajukan permohonan penetapan harga BBM. Kapan saja bisa diajukan ke pemerintah. Namun pemerintah memiliki diskresi untuk menolak permohonan yang diajukan. Dia menyebut badan usaha diberi patokan dalam penetapan harga yakni marjin tertinggi sebesar 10% dari harga dasar. Sedangkan marjin terendah sebesar 5% dalam peraturan 39/2014 dihapuskan.

Dikatakannya penyusunan revisi Permen 3o/2014 itu sudah mendengarkan masukan dari seluruh pelaku usaha. Masing-masing badan usaha sepakat untuk membeberkan nilai keekonomisan setiap jenis BBM. Namun dengan catatan hal tersebut menjadi rahasia atau tidak dibocorkan ke publik. Susyanto menegaskan para badan usaha tersebut bersedia mengikuti ketentuan mengenai penetapan harga BBM teranyar.

Baca Juga :   Bersih-Bersih Migas: Serikat Pekerja Dukung Langkah Hukum Kejagung

“Karena putusan MK (Mahkamah Konstitusi) bahwa harga bahan bakar minyak dan gas bumi diatur dan ditetapkan. Jadi akhirnya komoditas strategis harus dikontrol pemerintah,” ujarnya.

Penetapan harga BBM non subsidi ini sesuai dengan arah kebijakan Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet terbatas, yakni harga harus mempertimbangkan inflasi ke depannya. Pasalnya, pemerintah ingin inflasi yang terjadi tetap terkendali dan daya beli masyarakat tetap terjaga.

Pertamina menaikkan harga BBM nonsubsidi pada akhir Februari lalu. Harga Pertamax naik dari 8.600 per liter menjadi Rp 8.900 per liter, Pertamax Turbo dari Rp 9.600 per liter menjadi Rp 10.100 per liter, dan Pertamina Dex dari Rp 9.20 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter. Pada akhir Maret, Pertamina menaikkan harga Pertalite dari Rp 7.600 per liter menjadi Rp 7.800 per liter.

Kenaikan harga BBM nonsubsidi ini, utamanya Pertamax dan Pertamax Turbo, dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi salah satu faktor yang memicu kenaikan inflasi Maret menjadi 0,20% dari bulan sebelumnya 0,17%. Kenaikan harga Pertalite juga menyumbang andil pada inflasi Maret dan diperkirakan masih akan berkontribusi pada inflasi bulan depan. (Red)


Photo Credit : Revisi Peraturan Menteri No.39 Tahun 2014 tentang perhitungan harga jual eceran bahan bakar minyak saat ini berada di Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan. | Reuters/Darren Whiteside

 

Lainnya Dari Telegraf