Telegraf – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mendapatkan reward Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan BPKH Tahun 2020 hal itu berdasarkan atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Opini WTP yang diperolej BPKH ini merupakan yang ketiga kalinya berturut-turut sejak BPKH menyusun Laporan Keuangan pada Tahun 2018. Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu menyatakan bagi BPKH Opini WTP atas Laporan keuangan BPKH ini merupakan hal yang sangat penting sebagai bukti akuntabilitas pengelolaan dana haji. Opini WTP ini untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat atas pengelolaan dana haji yang prudent.
“Opini WTP juga menjadi bukti bahwa dana haji telah dikelola secara profesional, hati-hati, transparan dan akuntabel. Selain itu, Opini WTP ketiga kalinya ini menunjukkan bahwa pengelolaan dana haji aman dan Likuid sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku”, kata Anggitodalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/06/2021).
BPKH menganggap sebuah konsistensi untuk melaporkan secara transparan terkait pengelolaan dana haji agar dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dimana hasilnya berupa nilai manfaat dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji itu sendiri setiap tahun.
Adapun laporan Keuangan BPKH itu terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Aset Neto dan Laporan Realisasi Anggaran. Dimana posisi dana haji yang dikelola BPKH sampai dengan bulan Desember 2020 mengalami peningkatan sebesar 16,56 % atau menjadi sebesar Rp144,91 triliun, terdiri dari Rp 141,32 triliun alokasi dana penyelenggaraan Ibadah haji dan Rp3,58 triliun Dana Abadi Umat.
Dana haji aman dikelola oleh BPKH dapat dilihat dari Rasio Solvabilitas dan Rasio Likuiditas wajib. Rasio Solvabilitas yang juga dikenal dengan sebutan leverage ratio ialah suatu rasio yang digunakan dalam rangka menilai kemampuan BPKH atas pelunasan utang dan seluruh kewajibannya dengan menggunakan jaminan aktiva dan aset netto (harta kekayaan dalam bentuk apa pun) yang dimiliki dalam jangka panjang serta jangka pendek. Rasio Solvabilitas BPKH dari tahun 2018 sampai 2020 terus bertumbuh, dari 104% menjadi 108%.
Rasio likuiditas wajib merupakan kemampuan BPKH untuk menyediakan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dalam tahun berjalan. Berdasarkan amanah UU No.34 tahun 2014, BPKH wajib menjaga minimal 2x BPIH. Dalam realisasinya, tahun 2020 rasio likuiditas wajib terjaga sebesar di angka 3,82x BPIH.
Rasio likuiditas wajib 3,82x berarti BPKH telah mempersiapkan dana untuk penyelenggaraan Ibadah Haji mendekati 4 kali pelaksanaan haji. Dana likuid untuk penyelenggaraan Ibadah Haji bersumber dari aset lancar yang di tempatnya di bank Syariah (BPS-BPIH) dan investasi Jangka Pendek senilai Rp54 triliun
“BPKH mengapresiasi seluruh rekomendasi yang diberikan dan telah menindaklanjuti dan berkomitmen menyelesaikan untuk perbaikan kinerja terus menerus, audit yang dilakukan BPK menjadi bukti bahwa dana haji mendapatkan pengawasan yang sangat ketat. BPK juga menjunjung tinggi independensi, Obyektifitas dan Profesionalisme dalam mengawasi Dana Haji,” jelasnya.
Neraca BPKH 2020 menyajikan jumlah kewajiban kepada Jemaah tunda/batal berangkat (Rp8,6 triliun), namun tidak mencatat adanya kewajiban atau utang khususnya kepada penyedia hotel atau layanan di Arab Saudi. Laporan operasional BPKH tahun 2020 mencatat surplus sebesar Rp5,8 triliun dan tidak terdapat investasi yang mengalami rugi.
BPKH juga telah menyalurkan dana Rp2 triliun dalam bentuk virtual account bagi jemaah tunda dan jemaah tunggu. Selain memberikan opini WTP, BPK juga menyampaikan sejumlah rekomendasi yang dimaksudkan untuk terus meningkatkan kinerja kualitas Pengelolaan Keuangan Haji ke depan.
Berdasarkan Undang-Undang No 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan keuangan Haji, Laporan keuangan disampaikan setiap semester dan tahunan kepada Presiden dan DPR.
Dalam menjalankan tugas BPKH juga telah tersertifikasi ISO 9001:2015 (sertifikasi Sistem Manajemen Mutu) dan ISO 37001:2016 (Sistem Manajemen Anti penyuapan).
Mendukung tercapainya Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) Anggota Badan Pelaksana, Dewan Pengawas dan Pegawai BPKH berkomitmen untuk melaporkan kekayaannya berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Peyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagai bentuk transparansi mendukung upaya penerapan Tata Kelola yang Baik dengan mengeluarkan Peraturan BPKH Nomor 8 Tahun 2018 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Lingkungan BPKH. Memperkuat komitmen pencegahan korupsi, BPKH juga telah menerapkan Sistem Penanganan Pengaduan (Whistle Blowing System).
Photo Credit: BPKH menganggap sebuah konsistensi untuk melaporkan secara transparan terkait pengelolaan dana haji agar dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. FILE/Telegraf