Telegraf, Jakarta – Pokja Revolusi Mental, Kemenko PMK RI, Ahmad Mukhlis Yusuf menjelaskan bahwa daerah perbatasan selama ini dianggap sebagai daerah terluar, padahal tinggal mengubah mindset saja dari terluar menjadi terdepan. Kalau terluar fokus kita menjadi ke daratan, kemudian daerah-daerah  yang disinggahi di pusat-pusat pedalaman, darat paradigmanya.
Hal ini terungkap dalam acara Diskusi Media dengan Tema: “Optimalisasi Kompetensi Wartawan Dalam Pemberitaan Pembangunan Daerah Perbatasan Dalam Rangka Meningkatkan Nasionalisme”, Rabu (27/12/2017) yang diselenggarakan oleh Kaukus Muda Indonesia pimpinan Edi Humaedi di Gedung Dewan Pers Jl. Kebon Sirih Jakarta Pusat.
“Nah sekarang kita ubah mentalitas kita yang namanya terluar itu menjadi terdepan. Terdepan berarti  seperti juga rumah dan aset-aset kita , maka kita harus jadikan hal  itu sebagai representasi dari, bagaimana kita sedang bergerak, bagaimana kita sedang membangun mentalitas rakyatnya, bagaimana kesejahteraannya,” ujarnya.
Menurutnya dari sisi anggaran harus diprioritaskan juga, manusia-manusianya juga, manusia yang memang dia ingin mengoptimalkan sumberdaya  yang dimiliki termasuk manusia yang unggul yang harus kita ikuti perkembangannya termasuk pendidikannya, skillnya dan sebagainya. Jadi dengan mengubah mindset itu maka ini revolusi mental, juga bagaimana mengubah terluar menjadi terdepan, ini pertama. Yang kedua di revolusi mental ini  ada 3 nilai yaitu integritas, etos kerja dan gotong royong.
“Bagaimana 3 nilai ini kita jadikan sebagai believe (percaya) kita untuk membangun manusia di perbatasan. Integritas ini muncul dalam pelayanan publiknya, etos kerja, kemudian muncul juga manusia-manusia yang bekerja di atas rata-rata, kemudian produktif menghasilkan sumberdaya yang terbarukan atau sumberdaya yang bisa bermanfaat untuk orang lain dan bisa marketable terhadap bangsa lain dan yang ketiga gotong royong itu tidak mungkin, berapa banyak pulau-pulau kita ini, ada yang mengatakan 13 ribu pulau, ada yang mengatakan 17 ribu pulau, itu kemudian disatukan oleh satu semangat menjadikan ini sebagai NKRI dan itu gotong royong,” tandasnya.
Ahmad Mukhlis Yusuf juga mencontohkan  kalau misalnya ada negara lain yang mencuri ikan, maka kita sekarang tidak perlu harus saling tunjuk lagi, tetapi ayo kita rapihkan, kita bangun platform. Sekarang kan zamannya drone, zamannya teknologi yang bisa melihat Indonesia ini dari atas.
Jadi dalam satu kawasan kesatuan Nusantara kita bergotong royong agar semua sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada di dalamnya itu kembali untuk memakmurkan anak-anak bangsa. Jadi gotong royong itu, bangunlah platform antar BUMN, antar Kementerian, antar masyarakat yang bisa menyatukan semua sumberdaya dan manusia yang ada itu untuk kesejahteraan.
“Nah jadi 3 nilai itu yang kami yakini, kalau kita lakukan maka kita tidak semata-mata tergantung lagi pada orang lain, tetapi kita bisa bertanggung jawab, masyarakat bertanggung jawab, rakyat bertanggung jawab dan negara bertanggung jawab. Â Negara dan rakyat tidak saling tunjuk menunjuk. Jadi negara tidak perlu menyalahkan rakyatnya. Rakyat juga tidak perlu menunggu negara.
Oleh karena itu masyarakat ikut dalam platform tadi, sharing sehingga petugas-petugas keamanan bisa mengetahui adanya pencurian ikan itu misalnya dari masyarakat  kan. Karena diinformasikannya oleh masyarakat, begitu juga sebaliknya masyarakat dilibatkan oleh negara untuk menjadi mata dan telinga NKRI,” ungkapnya.
Oleh karena itu, menurutnya platform ini yang harus dibangun dan kemudian disambungkan. Jadi antar negara dan rakyat tidak perlu dikotomi lagi, semuanya penjaga NKRI. (Red)