Telegraf – Pengumuman hasil audit merek oleh organisasi lingkungan yang berpusat di Bali, Sungai Watch menerangkan bahwa Danone didapuk sebagai perusahaan penyandang predikat penyampah kemasan plastik terbesart tiga tahun berturut-turut.
“Danone di Indonesia adalah market leader dengan market share air minum dalam kemasan (AMDK) sebesar 45%, sehingga adalah lumrah saja apabila kemasan produk Danone mendominasi sampah di lingkungan,” kata Ketua Net Zero Waste Management Consortium, Ahmad Safrudin, dalam rilisnya yang menanggapi temuan Sungai Watch (7/3).
Sarifudin menjelaskan timbulan sampah di lingkungan adalah indikasi tidak dijalankannya program reduce (pengurangan sampah) dengan upsizing (menghentikan penggunaan kemasan plastik pada volume/bobot kecil), recycle dengan EPR (Extended Producer Responsibility, menarik kembali kemasan produknya untuk didaur-ulang), dan reuse dengan pemanfaatan kembali kemasan plastik yang tidak berisiko pada kesehatan.
Lanjutnya banyaknya timbulan sampah di lingkungan adalah indikasi tidak dijalankannya pelanggaran business ethics yang berpotensi menggagalkan Indonesia mencapai SDGs (Sustainable Development Goals), terutama goals 10 (reduce inequality among the countries), 11 (sustainable cities and community), 12 (sustainable consumption and production pattern), 13 (climate action), 14 (life under water), 15 (life on land) dan 17 (partnership to the goals).
“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan atau Pemerintah Daerah Provinsi Bali harus memberikan teguran dan menarik uang paksa untuk pembinaan dan penegakan hukum dalam pengelolaan sampah,” kata Ahmad Safrudin.
Sementara itu, praktisi lingkungan dari Komunitas Peduli Ciliwung, Suparno Jumar, menyoroti investasi asing yang menurutnya perlu lebih dicermati aktivitasnya agar lebih bisa dikendalikan. Karena kata Suparno, “Apabila terlambat ambi tindakan, maka investasi dan keuntungan yang diperoleh akan sia-sia saja.”
“Persoalan single use plastic dari industri besar, menengah dan kecil, harus segera dicarikan solusinya, karena sudah sangat mendesak,” kata Suparno Jumar.
Menurutnya, pemerintah harus bisa menjaga keseimbangan agar industri tetap tumbuh dan mampu menyerap tenaga kerja, “Namun pada saaat bersamaan harus sangat memperhatikan aspek lingkungan.”