Telegraf – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, mengenai perubahan harga tes Polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19 tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga dunia.
Budi menjelaskan, perubahan itu dirasakan sejak pertama kali pengadaan alat swab test PCR. Pasalnya, ketika menjawab sebagai Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ia ditugaskan untuk melakukan pemesanan mesin PCR pada awal pandemi.
“Saya terlibat pemesanan pertama mesin PCR Roche (perusahan Swiss) waktu masih menjadi Wakil Menteri BUMN di akhir bulan Maret 2020. Pada saat itu sulit sekali mendapatkan PCR Roche dan salah satunya sudah ada dalam negeri yang paling besar kapasitasnya adalah mesin PCR Roche 6800 yang ada di PMI waktu itu,” kata Budi di Senayan, Senin (08/11/2021)
Menurutnya, mesin PCR produksi Roche 6800 itu tidak terpakai oleh PMI karena harga reagen masih sangat mahal, sehingga ditawarkan kepada Kementerian BUMN yang menjalin kerja sama dengan IHC Holding Rumah Sakit BUMN dengan perhitungan pembayaran per transaksi.
“Seingat saya pada saat itu belum termasuk biaya-biaya operasi dari rumah sakit, per transaksinya kita sudah membayar hampir mendekati Rp 700.000 biaya per transaksi yang harus kita bayar kepada mereka,” jelasnya.
Menurut Budi, Kementerian BUMN akhirnya membeli sendiri mesin swab test PCR yang lebih kecil dan murah dan dibagikan ke seluruh rumah sakit BUMN dan seluruh perguruan tinggi ada di Indonesia, sehingga harganya turun.
“Dan saya ingat habis kita beli itu beroperasi mungkin di awal Mei dengan harga yang lebih murah dibanding harga di akhir Maret. Saya sendiri ingat waktu itu pertama kali masih Rp 2 juta kalau mau dites PCR,” paparnya.
Ia menambahkan, tiga bulan kemudian, dirinya menemukan perusahan dari China yang bisa memberikan alat dan reagen yang lebih murah.
“Jadi bapak atau ibu memang dalam sejarahnya harga itu terus menerus menurun,” bebernya.
Meskipun demikian, ia menegaskan untuk penentuan harga tarif tertinggi swab test PCR, Kemenkes melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan review independen terhadap besaran harga. Dengan begitu, Kemenkes diberikan rata-rata kisaran harga yang wajar menurut BPKB.
“Sejak saya menjadi menkes ada dua kali mengubah. Jadi sejak 23 Desember, sudah 10 bulan ada dua kali perubahan yaitu pertama kali menjadi Rp 475.000 dan yang kedua menjadi Rp 275.000 dan Rp 300.000. Itu semuanya berbasiskan masukan dari BPKP dan itu yang kita gunakan,” imbuhnya.
Usulan BPKB, menurutnya, juga menyesuaikan dengan kondisi pasar yang berubah. Pasalnya, semakin banyak yang memproduksi maka biaya semakin menurun.
Untuk perbandingan harga tersebut, Budi menuturkan, harga PCR di Indonesia termasuk 15 besar termurah di dunia. Ia mencontohkan ketika melakukan swab test PCR di Amerika Serikat (AS), ia harus membayar Rp 1,5 juta.
“Beberapa teman-teman yang kembali dari Roma di PCR di sana, itu kisaran antara Rp 1 juta sampai Rp 2,5 juta dilakukan. Jadi memang harganya beragam,” ungkapnya.
Dengan penjelasan itu, Budi juga menuturkan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat, pemerintah akan menyempurnakan penyampaian informasi terkait tarif tertinggi swab test PCR sesuai arahan Presiden Joko Widodo. Hal itu ditujukan untuk mengakhiri kegaduhan dan kesalahpaham mengenai dinamika perubahan harga swab test PCR.
“Ada negara yang menawarkan harga swab test PCR termurah yakni India. Bahkan, hampir semua produk kedokteran dan obat-obatan penanganan Covid-19 di India menjadi paling murah di dunia,” pungkasnya.
Photo Credit: Seorang perempuan sedang melakukan swab test. EPA/BBC