Siswi Non Nuslim Diwajibkan Pakai Jilbab Dinilai Intoleran

Oleh : Didik Fitrianto
Pelajar Berjilbab

Telegraf – Kasus diwajibkannya siswi non muslim memakai jilbab membuat heboh dunia pendidikan di tanah air saat ini. Kali ini berkaitan dengan siswi non muslim yang bersekolah di SMK Negeri Padang, Sumatera Barat. Siswi yang non muslim itu diwajibkan pakai jilbab oleh pihak sekolah.

Kebijakan yang ditetapkan sekolah itu pun mendapat kritik dari banyak pihak, sekolah dianggap tidak memilik toleransi.

Salah satu kritik yang dilontarkan datang dari Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Lestari Moerdijat, menurutnya kalangan pendidik agar tidak abai akan nilai-nilai kebangsaan.

Nilai-nilai kebangsaan dimaksud adalah seperti kebhinekaan dan toleransi seperti yang diamanatkan para pendiri bangsa di awal kemerdekaan dahulu.

“Tenaga pendidik seharusnya menjadi orang yang berperan menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada para siswanya, bukan malah mengaburkan nilai-nilai itu dalam kehidupan sehari-hari,” kata Lestari dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/01/2021).

Menurut Lestari, mengemukanya kebijakan wajib berbusana muslimah di sekolah umum di Padang membuka mata bahwa di kalangan para pendidik masih ada yang abai terhadap nilai-nilai kebangsaan yang merupakan dasar membentuk karakter generasi mendatang.

Pasal 28E (1) UUD 1945 mengamanatkan setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadat sesuai agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

Selain itu, Pasal 29 UUD 1945 ayat (2) juga menyebutkan, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Mewajibkan siswa non muslim mengenakan jilbab juga bertentangan dengan program Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).

Anggota Komisi X DPR RI Fraksi NasDem itu juga mengatakan, Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 4 ayat (1) juga menegaskan, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Lestari berpendapat kebijakan yang diterapkan di daerah atas nama melestarikan kearifan lokal seharusnya tidak bertentangan dengan norma-norma hukum dan konstitusi.

Para pemangku kepentingan di sektor pendidikan di negeri ini seharusnya berperan sebagai salah satu ujung tombak yang diharapkan dapat membentuk generasi penerus bangsa yang berkarakter dan mampu mengamalkan nilai-nilai kebangsaan.

Peristiwa di Padang, Sumatera Barat itu hendaknya menjadi alarm bahaya dan perhatian bagi kita semua. Kebijakan yang diterapkan di sekolah itu berpotensi menghambat upaya pembentukan generasi penerus bangsa yang berdaya saing di masa mendatang.

Upaya-upaya yang masif, terukur, dan berkesinambungan dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan yang terkandung dalam empat konsensus kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), harus terus dilakukan dengan berbagai penyesuaian dalam cara penyampaiannya, ujar Lestari.

Apalagi di era globalisasi saat ini, berbagai ideologi asing dengan mudah diakses dan dapat mempengaruhi proses pemahaman nilai-nilai kebangsaan oleh para generasi muda.

“Sehingga saat ini tidak ada tawar-menawar lagi untuk menyegerakan berbagai langkah yang diperlukan untuk meningkatkan dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada segenap lapisan masyarakat,” pungkasnya.


Photo Credit: Ilustrasi siswa yang memakai jilbab. FILE/Dok/ Ist. Photo

 

Lainnya Dari Telegraf