Telegraf, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk mengkaji ulang terkait penerbitan PKPU soal pelarangan eks narapidana kasus korupsi untuk ikut dalam pemilihan legislatif (Pileg) tahun 2019 mendatang.
“KPU hendaknya membatalkan rencana menerbitkan PKPU berisi larangan terhadap mantan narapidana korupsi untuk menjadi calon anggota legislatif karena bertentangan dengan banyak ketentuan hukum,” kata Direktur Pusat Advokasi Pemilu (Puskaplu), Mahfud Latunconsina, Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Pasalnya, kata Mahfud hal itu akan bertentangan dengan Pasal 17 dan 18 UU Tipikor Juncto Pasal 35 Ayat (1) KUHP yang mengatur bahwa pencabutan hak politik hanya bisa dilakukan sepanjang tercantum dalam putusan atau vonis hakim.
“Pada praktiknya selama ini juga jelas, tidak semua terpidana korupsi dicabut hak politiknya, melainkan narapidana korupsi tertentu dengan pertimbangan tertentu pula dalam putusan,” tuturnya.
Kemudian, menurutnya hal itu juga bertentangan dengan ketentuan Pasal 73 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang mengatur bahwa pencabutan hak politik hanya bisa dilakukan berdasarkan ketentuan undang-undang.
“PKPU jelas bukan undang-undang karena bukan produk bersama pemerintah dan DPR melainkan produk KPU sendiri,” katanya.
Mahfud menekankan, secara prinsip pihaknya tidak menolak larangan menjadi caleg terhadap mantan narapidana korupsi, namun hal tersebut harus diatur dalam undang-undang atau dalam putusan hakim.
“KPU sebagai pengguna undang-undang tidak memiliki kewenangan untuk membuat aturan yang memuat norma baru,” pungkasnya. (Red)
Photo Credit : Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk kembali mengkaji ulang terkait penerbitan PKPU soal pelarangan eks narapidana kasus korupsi untuk ikut dalam pemilihan legislatif (Pileg). ANTARA