Empat Film Indonesia Tembus Pasar Global, Jadi Sorotan di Forum Industri Kreatif Jakarta

Film Jumbo, Qodrat 2, The Shadow Strays, dan The Siege at Thorn High buktikan potensi industri film Indonesia di pasar global melalui kolaborasi internasional dan kekuatan cerita lokal.

Oleh : Idris Daulat

TELEGRAF — Empat film Indonesia yang mencetak prestasi secara komersial dan kritik di kancah internasional menjadi sorotan utama dalam diskusi panel bertajuk “Indonesia’s Success Stories” yang digelar di Park Hyatt Jakarta, Selasa (11/6).

Forum ini menghadirkan pelaku industri film nasional dan global untuk merefleksikan keberhasilan Indonesia dalam memproduksi konten yang mampu menembus pasar dunia.

Acara ini diselenggarakan oleh MPA Asia Pacific, Alliance for Creativity and Entertainment (ACE), Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI), dan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.

Moderator diskusi, Marissa Anita, memandu pembicaraan yang menghadirkan enam panelis lintas profesi.

Empat film yang dibahas dalam panel ini adalah Jumbo, Qodrat 2, The Shadow Strays, dan The Siege at Thorn High. Keempatnya dinilai berhasil menunjukkan kualitas produksi Indonesia sekaligus menarik minat penonton internasional.

Film animasi Jumbo, misalnya, mencatat 10 juta penonton dengan distribusi ke lebih dari 8 negara. Sementara Qodrat 2, bergenre horor, meraih 2 juta penonton dalam dua pekan di 9 negara.

Film aksi The Siege at Thorn High menjadi produksi pertama Amazon MGM Studios di Asia Tenggara dan menembus angka 1 juta penonton dalam 10 hari.

The Shadow Strays bahkan masuk daftar Global Top 10 Netflix di lebih dari 80 negara dengan total waktu tayang 25,6 juta jam secara global.

Wicky Olindo, produser The Shadow Strays, menekankan pentingnya kerja sama lintas negara dalam produksi film.

“Kami sangat terbuka terhadap kolaborator internasional. Dunia kini sangat antusias terhadap genre horor dan sejarah pra-perang, dan ini peluang besar untuk ekspansi budaya kita,” ujarnya.

Angga Sasongko, CEO Visinema, menambahkan bahwa keberhasilan Jumbo menunjukkan pasar Asia Tenggara siap menerima cerita lokal dengan pendekatan global. “Dengan teknologi dan narasi kuat, kita bisa bersaing,” tegasnya.

Data dari Media Partners Asia yang ditampilkan dalam forum ini memperkuat optimisme industri.

Pada 2024, diproyeksikan ada 126 juta total kunjungan bioskop di Indonesia, dengan lebih dari 80 juta (65%) berasal dari film lokal.

Pendapatan layanan streaming video on demand (SVOD) juga diprediksi meningkat drastis dari $132 juta pada 2020 menjadi $403 juta di 2024, dengan proyeksi 23 juta pelanggan SVOD di tahun 2025.

Mira Lesmana, produser Rangga & Cinta, menilai pencapaian ini menjadi momen penting bagi pelaku industri untuk membangun jaringan lintas negara secara berkelanjutan.

“Kita punya kekuatan cerita yang besar. Tinggal bagaimana kita membangun ekosistem pendukung yang kuat,” katanya.

Diskusi ditutup dengan ajakan kolaboratif agar para pembuat film lokal terus terbuka terhadap kerja sama internasional, namun tetap membawa identitas budaya Indonesia ke panggung global.

Lainnya Dari Telegraf