Cari
Sign In
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
Telegraf

Kawat Berita Indonesia

  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Lainnya
    • Regional
    • Didaktika
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telegrafi
    • Telecoffee
    • Telefokus
    • Telerasi
Membaca Pemimpin Yang Nasionalistik
Bagikan
Font ResizerAa
TelegrafTelegraf
Cari
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Lainnya
    • Regional
    • Didaktika
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telegrafi
    • Telecoffee
    • Telefokus
    • Telerasi
Punya Akun? Sign In
Ikuti Kami
Telegraf uses the standards of the of the Independent Press Standards Organisation (IPSO) and we subscribe to its Editors’ Code of Practice. Copyright © 2025 Telegraf. All Rights Reserved.
Telerasi

Pemimpin Yang Nasionalistik

MSN Sabtu, 7 September 2024 | 02:44 WIB Waktu Baca 4 Menit
Bagikan
Yudhie Haryono
Bagikan

Poco-poco. Maju untuk mundur. Itulah tesis umum wargawaras terhadap kepemimpinan kita. Kepemimpinan di tingkat apapun, mirip. Berbagai prestasi diperoleh, sepuluh kali lipat kemunduran diproduksi. Mengapa begitu dan apa solusinya?

Kepemimpinan yang mentradisikan gerakan poco-poco (tetuko: sing teko gak tuku, sing tuku gak teko) adalah karena mereka tak punya mental transformasional. Kita tahu bahwa kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang memotivasi dan menginspirasi rakyatnya. Mereka memimpin dengan mental visioner dan kharismatik. Hal ini karena kepemimpinan transformasional bertujuan untuk meningkatkan motivasi intrinsik rakyatnya agar bergerak terpadu, maju dan dominan.

Robbins dan Judge (2008) daya dan gaya kepemimpinan transformasional adalah mereka yang menginspirasi rakyatnya untuk menyampingkan kepentingan pribadi dan golongannya demi kebaikan bersama, dalam hal ini negaranya. Apabila pemimpin mampu menerapkan gaya kepemimpinan transformasional maka kinerja dan nasib rakyatnya dipastikan membaik. Mampu menemukan solusi, bukan menambah beban.

Mengapa mereka harus jadi pemberi solusi? Sebab, kehidupan kita sudah penuh problema. Dus, pemimpin transformasional adalah orang yang selalu jenius, kreatif dan berpikir-bertindak besar dengan mendukung rakyatnya untuk mengembangkan dan mengeluarkan seluruh potensi yang ada di diri masing-masing. Mereka sadar bahwa rakyatnya harus terlibat aktif bahu membahu gotong royong dalam mencapai visi misi bersama. Satu visi misi yang digariskan dalam konstitusi negaranya.

Singkatnya, secara definitif, kepemimpinan transformasional adalah sebentuk nilai, keyakinan, kebutuhan dan mentalitas kolektif yang termasuk di dalamnya berisi hasrat kuat perubahan sebagai bentuk terobosan baru demi cita-cita bersama. Pada pemimpin dengan gaya transformasional ini diyakini bisa mempengaruhi kinerja cipta, karsa, karya dan nasib secara keseluruhan.

Tetapi, di Indonesia ternyata mental transformatif saja tak cukup. Ia harus dilengkapi oleh mental nasionalistik dan konstitusional.

Apa itu? Adalah kepemimpinan inklusif jenius, yang membebaskan, memajukan, memuliakan keadilan dan persaudaraan demi tumpah darah daratan, air dan udara serta seluruh penghuninya.

Ini kumpulan mentalitas dan karakter yang harus dikurikulumkan kembali saat kita lupa
dan berkubang dosa. Inilah jenis kepemimpinan yang lapang dan toleran serta memberi semangat jihad dalam seluruh ultima berwarga, bernegara, berbangsa, dan bersemesta.

Kita rasakan warga dan bangsa ini sudah lama melepaskan diri dari sumber energi yang lebih besar: dengan mengkhianati ketuhanannya, membunuh nuraninya, memanipulasi persatuannya, mencurangi kebijaksanaannya, menculasi keadilannya. Seringkali kita cenderung menjual murah, memanipulasi dan memaksa
sesama untuk tunduk dan patuh pada kejahiliyahan saja. Ketika berhasil menguasai orang lain dengan cara tersebut, kita merasa lebih kuat, hebat, bangga dan serakah.
Lahirlah perang berenergi fundamentalis yang sangat serakah.

Padahal, keserakahan adalah penyebab dari semua konflik antarmanusia; antar negara; antar bangsa dan antar peradaban. Maka, kepemimpinan nasionalistik yang konstitusional akan mengobati serta mencerahkannya jika diseduh dengan madu pikiran, ucapan dan tindakan kesahajaan.

Dengan mental dan tradisi kepemimpinan itu, negeri kita seharusnya berjalan tanpa korupsi, tanpa kolusi, tanpa nepotisme, tanpa kemiskinan, tanpa kesenjangan, tanpa penipuan, tanpa amoralisme, tanpa kebodohan, tanpa kesakitan, tanpa penjajahan, tanpa kerakusan dan tanpa
pengkhianatan.

Jika mentalitas tersebut menjadi tradisi yang hidup, praktis negeri kita menjadi mercusuar dunia. Rakyatnya bahagia, negerinya makmur,
semestanya diridaiNya, warisannya membanggakan dan suasana seperti
di syorga.

Inilah tanah syurgawi, tanah di mana jiwa raga kami baktikan, janjikan dan persembahkan serta wakafkan. Tanah, air, udara yang terus
menjadi inspirasi dunia. Semoga.

Oleh : Yudhie Haryono | Inisiator Forum Negarawan

Bagikan Artikel
Twitter Email Copy Link Print

Artikel Terbaru

Prabowo Disebut Sudah Kantongi Info Terkait Illegal Logging
Waktu Baca 4 Menit
Prabowo Tak Tetapkan Status Bencana Nasional, Ini Alasannya
Waktu Baca 2 Menit
Soal Pendanaan Hutang Whoosh, Purbaya: Masih Pembahasan
Waktu Baca 4 Menit
Dorong Transformasi Digital Underwriting, AJB Bumiputera 1912 Gandeng Seleris
Waktu Baca 3 Menit
Soal Polemik IMIP, Kemenhub: Izin Sudah Dicabut Sejak Oktober 2025
Waktu Baca 4 Menit

Perbaikan Akibat Bencana, Prabowo: Kita Punya Anggarannya

Waktu Baca 3 Menit

Korban Akibat Bencana di Sumut dan Sumbar Jadi 442 Jiwa

Waktu Baca 8 Menit

Prabowo Kunjungi Korban Banjir Sumatra, Pastikan Langkah Darurat Dilakukan

Waktu Baca 2 Menit

BNPB Sebut Jumlah Korban Meninggal Dunia di Sumut, Sumbar dan Aceh Jadi 303 Jiwa

Waktu Baca 7 Menit

Lainnya Dari Telegraf

Telerasi

Lebih dari 800 Karya Warnai Perayaan 3 Tahun MOOC Pintar: Kreativitas yang Layak Diapresiasi

Waktu Baca 3 Menit
Foto: Aktivitas Guru dan Murid Sekolah Amal Mulia Kota Depok, (Ist)
Telerasi

Ribuan Pelajar Depok Siap Menulis untuk Masa Depan Kota, Yuk Hadiri dan Dukung Aksi Literasi yang Menginspirasi Ini!

Waktu Baca 3 Menit
Telerasi

Bagi Saham BUMN Untuk Rakyat Agar Tidak Merusak Lingkungan Hidup

Waktu Baca 4 Menit
Telerasi

Batch # 6 Pelatihan Video Pembelajaran, Ditutup Kapus Fujiartanto

Waktu Baca 4 Menit
Telerasi

Komunitas Epistemik Jalur Rempah

Waktu Baca 5 Menit
Telerasi

Lampu Terang, Mengenang Faisal Basri

Waktu Baca 5 Menit
Telerasi

Akar-Akar Psikologi Indonesia

Waktu Baca 4 Menit
Telerasi

Membangun Indonesia, Menggali Makna Kepemimpinan Dari Negarawan Sejati

Waktu Baca 5 Menit
Telegraf
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Regional
  • Internasional
  • Cakrawala
  • Didaktika
  • Corporate
  • Religi
  • Properti
  • Lifestyle
  • Entertainment
  • Musik
  • Olahraga
  • Technology
  • Otomotif
  • Telemale
  • Opini
  • Telerasi
  • Philantrophy
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber

KBI Media

  • Akunku
  • Hobimu
  • Karir
  • Subscribe
  • Telegrafi
  • Teletech
  • Telefoto
  • Travelgraf
  • Musikplus

Kawat Berita Indonesia

Telegraf uses the standards of the of the Independent Press Standards Organisation (IPSO) and we subscribe to its Editors’ Code of Practice. Copyright © 2025 Telegraf. All Rights Reserved.

Selamat Datang!

Masuk ke akunmu

Lupa passwordmu?