Telegraf – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan rencana redenominasi rupiah bukan merupakan kewenangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melainkan sepenuhnya berada di tangan Bank Indonesia (BI).
“Jadi kalau ada redenominasi itu bukan wewenang Kementerian Keuangan nanti Bank Indonesia yang akan menyelenggarakannya,” kata Purbaya di gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Purbaya menjelaskan, saat ini RUU Redenominasi Mata Uang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029.
“Itu ada di PMK [Peraturan Menteri Keuangan] memang karena sudah masuk prolegnas Jangka Menengah 2025-2029 yang disetujui DPR sama BI, jadi kami hanya menaruh di situ saja,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai strategi, Purbaya menegaskan pihaknya tidak memiliki strategi khusus terkait redenominasi rupiah ini.
“Kalau anda tanya, ‘strategi anda apa?’ Saya nggak tahu, Bank Sentral yang akan menjalankan itu,” tegasnya.
Perlu Persiapan Lama
Secara terpisah, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo angkat bicara terkait redenominasi rupiah usai pemerintah berencana menyusun rancangan undang-undang terkait perubahan nominal mata uang dari Rp1.000 menjadi Rp1 tersebut.
Perry menegaskan belum akan melanjutkan rencana redenominasi rupiah dalam waktu dekat. Ia bahkan menyebut, fokus utama bank sentral saat ini adalah menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan di tengah ketidakpastian global.
“Hal yang berkaitan dengan redenominasi tentu saja kami pada saat ini lebih fokus menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Perry dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Lebih lanjut, ia menjelaskan kebijakan redenominasi ini memerlukan waktu hingga momentun yang tepat. “sehingga apalagi redenomninasi itu memerlukan timing dan persiapan yang lebih lama,” tegasnya.
Wacana yang Bergulir Sejak 2010
Sejatinya, rencana redenominasi ini telah bergulir sejak 2010 silam oleh BI, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hingga pemerintah pada saat itu.
Namun, kala itu terjadi berbagai respons penolakan dari berbagai kalangan. Mereka menilai jika rencana tersebut dapat menimbulkan hiper-inflasi, akibat efek psikologi kepanikan dari masyarakat yang “tidak percaya” memegang mata uangnya sehingga membelanjakan uang tersebut dan menukarkannya menjadi pembelian aset.
Pada 2013, RUU itu juga pertama kali masuk menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Saat itu, pemerintah bersama para pemangku kepentingan juga telah membentuk tim khusus untuk membahas aturan terkait redenominasi.
Dalam sebuah kesempatan, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla membenarkan bahwa Gubernur Bank Indonesia periode 2010-2013 Darmin Nasution pernah mengangkat wacana redenominasi rupiah.
Namun akhirnya batal karena rencana itu dianggap tidak urgent dibanding masalah ekonomi kala itu.
Kemudian, Darmin Nasution tak lagi menjabat sebagai Gubernur BI dan diganti oleh Agus Martowardojo. Dalam periode kepemimpinannya, Agus juga mendukung rencana redenominasi rupiah. Namun, sampai akhir masa jabatan, rencana tersebut tak juga direalisasikan karena membutuhkan proses yang panjang terkait berbagai hal.
Pada 2023, isu ini kembali muncul, namun dibantah oleh Bank Indonesia, hingga akhirnya kembali masuk Prolegnas pada tahun ini.