Connect with us

Internasional

Kremlin: Belum Ada Permintaan Ukraina Bicara Dengan Putin

Published

on

Photo Credit: Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. SERGEI SUPINSKY

Telegraf – Kremlin mengatakan tidak ada permintaan dari kantor Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pekan lalu untuk berbicara melalui telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Kantor kepresidenan Rusia itu sendiri sebelumnya mengatakan bahwa Putin tidak akan menolak bertemu dengan presiden Ukraina untuk membahas cara untuk mengakhiri konflik di Ukraina.

Ukraina telah berulang kali mendesak agar Putin dan Zelensky melakukan pertemuan kata jubir Kremlin pada, Senin (14/03/2022).

Pada Minggu (13/03/2022) lalu, Presiden Zelensky mengatakan para perunding Ukraina sedang mengupayakan agar pertemuan tersebut bisa berlangsung.

Sehari setelah itu, Zelensky mengatakan bahwa perundingan dengan Rusia akan dilanjutkan pada Selasa (15/03/2022).

Zelensky juga mengatakan ia telah melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett sebagai bagian dari upaya perundingan guna mengakhiri perang dengan Rusia secara damai.

Sementara itu, Presiden Vladimir Putin pada Senin melakukan, pembicaraan melalui telepon dengan PM Naftali Bennett, kata Kremlin.

Pihak Kremlin mengatakan bahwa percakapan tersebut berlangsung atas permintaan Israel.

Menurut transkrip percakapan, Kremlin menyebutkan bahwa Bennett mengabarkan kepada Putin soal kontak yang dilakukan sang PM Israel baru-baru ini dengan pemimpin sejumlah negara.

Pembicaraan Bennett dengan para pemimpin negara itu menyentuh masalah konflik Ukraina.

Bennett dan Putin, kata Kremlin, sepakat untuk melanjutkan dialog.

PM Bennett sebelumnya beberapa kali berbicara dengan Putin untuk mendukung upaya penyelesaian konflik antara Ukraina dan Rusia.

Photo Credit: Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. SERGEI SUPINSKY

Bagikan Artikel
Advertisement
Click to comment

Internasional

Riset di 3 Negara Menunjukan Terpapar BPA Beresiko Turunkan IQ pada Anak

Published

on

By

Photo Credit : Riset di 3 Negara Menunjukan Terpapar BPA Beresiko Turunkan IQ pada Anak/Doc/IS

Telegraf – Tim ilmuwan dari Erasmus Medical Center, Rotterdam, bekerja sama dengan the Faculty of Social Sciences of the Erasmus University Rotterdam, Belanda, mempublikasikan hubungan berisiko antara paparan bahan kimia Bisfenol A (BPA) selama masa kehamilan dan perkembangan IQ anak.

“Meskipun sudah ada beberapa studi tentang hubungan ini, temuan-temuan selama ini hasilnya belum selalu konsisten,” papar tim peneliti dari Belanda dalam jurnal Environmental Health Perpectives yang diterbitkan pada 27 Juli 2020, tentang pentingnya penelitian mereka untuk melihat potensi risiko BPA pada IQ anak.

Tim peneliti Belanda mengamati paparan BPA pada berbagai tahap kehamilan dan menguji anak-anak saat berusia 6 tahun untuk mengukur kecerdasan nonverbal mereka.

“Dari hasil penelitian ini, kita dapat lebih memahami bagaimana paparan BPA selama kehamilan bisa berpengaruh pada perkembangan kecerdasan anak. Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan hasil ini,” demikian paparan studi tersebut.

Studi di Belanda ini melibatkan lebih dari 1.200 pasangan ibu dan anak di Belanda. Mereka memeriksa urin ibu hamil untuk melihat kandungan BPA dan zat kimia lainnya. Anak-anak kemudian diuji kecerdasan IQ mereka saat berusia enam tahun.

Dalam upaya untuk memahami pengaruh BPA pada perkembangan kecerdasan anak, para peneliti menggunakan sebuah tes yang disebut Snijders-Oomen Nonverbal Intelligence Test–Revised (SON-R). Tes ini dirancang untuk mengukur kecerdasan nonverbal anak.

Dalam tes ini, anak-anak diminta untuk menjalankan dua tugas yang tidak melibatkan penggunaan bahasa. Tugas pertama adalah menyelesaikan gambar-gambar yang menguji kemampuan berpikir visual dan spasial. Tugas kedua melibatkan pengelompokan objek-objek ke dalam kategori yang tepat. Tes ini telah diuji secara mendalam dan dianggap dapat diandalkan untuk mengukur kecerdasan anak.

Hasil dari tes ini bisa digunakan untuk melihat apakah ada hubungan antara paparan BPA selama kehamilan, dengan perkembangan kecerdasan anak pada usia 6 tahun.

Hasilnya menunjukkan bahwa ibu yang memiliki paparan BPA yang lebih tinggi selama trimester awal kehamilan, cenderung memiliki anak dengan skor IQ nonverbal yang lebih rendah. Temuan ini tetap konsisten, bahkan setelah mempertimbangkan faktor lain seperti paparan BPA selama trimester tengah dan akhir kehamilan.

Pada penelitian sebelumnya, gabungan tim peneliti dari Icahn School of Medicine di Mount Sinai, New York City, dan Karlstad University, Swedia, juga mempublikasikan hasil penelitian mereka tentang dampak prenatal dari kombinasi bahan kimia yang berpotensi mengganggu hormon pada perkembangan otak anak.

Penelitian gabungan ilmuwan AS dan Swedia itu diterbitkan dalam jurnal Environment International pada 24 Oktober 2019.

“Penelitian ini sangat penting, karena memperhitungkan beberapa paparan bahan kimia secara bersamaan. Meskipun setiap bahan kimia hadir pada tingkat yang rendah, paparan gabungan bisa berbahaya,” kata Eva Tanner, Ph.D., MPH, seorang peneliti pascadoktoral di Departemen Kedokteran Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Icahn School of Medicine di Mount Sinai, menyoroti pentingnya penelitian ini.

Para peneliti menganalisis keberadaan 26 bahan kimia dalam darah dan urin dari 718 ibu hamil selama trimester pertama mereka dalam sebuah penelitian di Swedia. Bahan kimia yang dianalisis termasuk BPA, senyawa kimia dari wadah plastik keras (polikarbonat) yang biasa dipakai untuk botol atau galon isi ulang penyimpan air minum dan kemasan makanan. Ada juga pestisida, ftalat, dan zat-zat lain yang ditemukan dalam produk sehari-hari.

Para peneliti menemukan bahwa ibu yang memiliki konsentrasi bahan kimia yang lebih tinggi dalam tubuh mereka selama kehamilan, menunjukkan skor IQ yang lebih rendah pada anak-anak mereka ketika anak-anak itu berusia tujuh tahun. Efek ini lebih terlihat pada anak laki-laki, yang nilainya menurun dua poin. Di antara campuran bahan kimiat tersebut, Bisfenol F (BPF), pengganti BPA, juga memiliki dampak yang signifikan terhadap penurunan IQ anak, sehingga menunjukkan bahwa BPF tidak lebih aman untuk anak-anak daripada BPA.

Dr. Eva Tanner mengatakan, meskipun menghentikan paparan polutan dapat menghilangkan efek buruk pada orang dewasa, namun paparan selama periode kritis perkembangan janin bisa punya efek jangka panjang.

Bagikan Artikel
Continue Reading

Internasional

Biden Akan Segera Ajak Bicara Xi Jinping, Ada Apa?

Published

on

Photo Credit: Presiden Amerika Serikat Joe Biden siap maju hadapi Donald Trump lagi pada Pilpres AS 2024. GETTY IMAGES
Photo Credit: Presiden Amerika Serikat Joe Biden siap maju hadapi Donald Trump lagi pada Pilpres AS 2024. GETTY IMAGES

Telegraf – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Senin (14/03/2023) menyatakan bahwa setelah mengumumkan perincian perjanjian AUKUS terkait kapal selam dengan Inggris dan Australia, dia bakal segera berbicara dengan Presiden China Xi Jinping.

Perjanjian AUKUS itu adalah untuk menyediakan Australia dengan kapal selam nuklir yang bertujuan membendung kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik.

Beijing telah mengutuk perjanjian AUKUS tersebut sebagai tindakan yang melanggar aturan proliferasi nuklir.

Ketika ditanyakan apakah Biden merasa cemas bahwa China akan melihat perjanjian kapal selam AUKUS sebagai agresi, Biden menjawab “tidak”.

Kemudian, ketika ditanyakan apakah akan berbicara dengan Xi segera, Biden menyatakan “ya”, tetapi untuk pertanyaan lainnya mengenai apakah dia akan memberi tahu wartawan kapan kedua kepala negara itu akan berbicara, Biden menjawab “tidak”.

Sebelumnya, Biden pada pertengahan Februari menyatakan akan berbicara dengan Xi mengenai pernyataan Amerika Serikat tentang balon mata-mata China yang terbang di atas wilayah udara Amerika sehingga memperburuk ketegangan yang telah ada, tetapi pembicaraan tersebut belum pernah diumumkan.

Penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan menyatakan pekan lalu bahwa Amerika Serikat ingin membangun kembali komunikasi reguler dengan China.

Biden diharapkan akan berbicara dengan Xi melalui jaringan telepon beberapa waktu setelah pemerintah China kembali bekerja menyusul Kongres Rakyat Nasional tahunan yang berakhir Senin.

“Kompetisi membutuhkan dialog dan diplomasi. Kami mendorong RRC (Republik Rakyat China) menggelar pola komunikasi yang teratur pada tingkat senior,” kata Sullivan kepada media pekan lalu ketika membahas isu AUKUS dalam kaitannya dengan China.

Sullivan menambahkan bahwa selama 18 bulan terakhir, pihaknya telah berkomunikasi dengan China mengenai AUKUS dan mencari lebih banyak informasi dari mereka mengenai maksud penumpukan militer China, termasuk kapal selam bertenaga nuklir.

The Wall Street Journal melaporkan pada Senin bahwa Xi berencana berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk pertama kalinya sejak invasi Rusia ke Ukraina.

Pembicaraan tersebut kemungkinan terjadi setelah kunjungan Xi ke Moskow pekan depan untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, menurut laporan tersebut.

Sullivan memberi tahu wartawan bahwa Washington secara terbuka dan secara pribadi telah mendorong Xi untuk berbicara dengan Zelenskyy agar Xi tidak hanya mendengar perspektif Rusia terkait peperangan.

Sullivan menambahkan bahwa Ukraina belum mengonfirmasi adanya pembicaraan melalui telepon antara Xi dan Zelenskyy.

Bagikan Artikel
Continue Reading

Internasional

Generasi Z Ajak Kolaborasi ASEAN dan Jepang Bisa Dimanfaatkan Untuk Ekonomi di Masa Datang

Published

on

Keanu Sumawinata selaku perwakilan generasi Z. FILE/Dok

Telegraf – Kadin Indonesia bekerja sama dengan Jetro dan ASEAN-BAC mengadakan acara bertajuk “ASEAN-Japan CO-CREATION CO-INNOVATION” di Hotel Pullman, Jakarta (22/02/2023).

Salah satu fokus dari acara ini, ada topik diskusi dari generasi Z sebagai masa depan bergerak ekonomi yang akan datang.

Keanu Sumawinata selaku perwakilan generasi Z yang ikut serta dalam acara ini memberikan pandangannya.

“Bagaimana kita tahu ASEAN dan Jepang merupakan patner terbesar bagi anak-anak Indonesia,” ujarnya.

Dia menambahkan bahwa di era saat ini anak muda perlu mempersiapkan dirinya untuk bersaing dengan yang lain untuk mendapatkan suatu pekerjaan.

“Anak-anak muda ini akan membutuhkan suatu skil yang tinggi karena kompetitif sangat besar pekerjaan dari mana saja,” terangnya

Dia juga berharap bahwa acara ini menjadi ajang kolaborasi antara ASEAN dan Jepang untuk mendapatkan ide-ide terbaru yang bisa berguna dimasa yang akan datang.

“Saya harap semua pembicara disini dapat memberikan ide-ide baru di acara ini ada manfaatnya.” pungkasnya.

Bagikan Artikel
Continue Reading

Internasional

Babak Demi Babak Permainan Vladimir Putin di Ukraina

Published

on

By

Presiden Rusia Vladimir Putin. AFP/Jewel Samad
Presiden Rusia Vladimir Putin. AFP/Jewel Samad

Telegraf – Pertanyaan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tengah memasuki babak akhir dari era kekuasaannya sudah mengemuka sejak hari pertama Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu.

Pertanyaan itu muncul lagi setelah Ukraina merebut kembali hampir 20 persen wilayahnya yang diduduki Rusia, termasuk Donbas di Timur dan Kherson di Selatan.

Bahkan tak lama setelah Putin menyatukan empat wilayah Ukraina ke dalam wilayah Rusia melalui referendum kontroversial bulan lalu, pasukan Ukraina merebut kembali sejumlah tempat strategis.

Keempat wilayah yang menggelar referendum itu yakni Luhansk dan Donetsk di Ukraina Timur, serta Kherson dan Zaporizhzhia di Ukraina Selatan.

Di empat wilayah ini elemen-elemen gerilya Ukraina meneror sejumlah pihak yang dianggap kolaborator Rusia dan membantu pasukan Ukraina dalam mengidentifikasi posisi-posisi militer Rusia di belakang garis tempur.

Sehari setelah Putin menyampaikan pidato aneksasi empat wilayah Ukraina pada 30 September, militer Ukraina merebut lagi kota Lyman di Donetsk yang menjadi jalur logistik perang yang sangat penting. Beberapa hari kemudian sejumlah sudut Kherson juga jatuh ke tangan Ukraina.

Perkembangan ini membuat sejumlah kalangan di Rusia marah kepada militernya.

Tokoh-tokoh yang menjadi tangan kanan Putin seperti Presiden Chechnya Ramzan Kadyrov, pendiri tentara bayaran Wagner Group Yevgeny Prigozhin, pemimpin media corong pemerintah Margarita Simonyan, dan anggota parlemen Andrei Kartapolov kini secara terbuka berani mengkritik militer Rusia.

Kartapolov meminta jenderal-jenderal Rusia tak berbohong mengenai situasi di medan perang, sedangkan Kadyrov, Prigozhin, dan Simonyan menyebut jenderal-jenderal Rusia tak becus memimpin pasukan.

Puncak kemarahan terjadi manakala Jembatan Kerch yang menghubungkan antara Rusia Selatan dengan Krimea disabotase sampai rusak parah sehari setelah Putin berulang tahun pada 7 Oktober.

Jembatan itu adalah simbol aneksasi Krimea ke dalam wilayah Rusia dan aset strategis militer Rusia karena menjadi jalur logistik perang yang sangat penting di mana ribuan ton alat perang dari distrik militer Rusia melintasi jembatan ini menuju Krimea dan kemudian Kherson.

Menyusul serangan ke jembatan yang diresmikan oleh Putin pada 15 Mei 2018 itu, kepala dewan keamanan Ukraina, Oleksiy Danilov, memposting jembatan itu disertai video Marilyn Monroe menyanyikan “Happy Birthday, Mr President”.

Sebaliknya di Rusia, tokoh-tokoh garis keras menyeru Putin agar membalas serangan ke Jembatan Kerch dengan membom bangunan-bangunan penting di Ukraina dan pusat-pusat komando, apalagi sekutu Putin yang juga mantan presiden Rusia, Dmitry Medvedev, pernah menyatakan jika Krimea diserang maka Ukraina harus dihancurleburkan.

Putin mau tak mau menuruti kritik orang-orang kepercayaannya itu. Dan langkah pertama yang dia lakukan adalah menunjuk Jenderal Sergei Surovikin untuk memimpin keseluruhan “operasi khusus” di Ukraina.

Pergerakan Yang Otonom

Sejak awal invasi, pasukan Rusia tak pernah terkoordinasi dalam satu komando mengingat lima divisi yang terlibat dalam perang Ukraina semuanya bergerak otonom.

Kini keadaan itu berubah setelah Surovikin yang terkenal brutal ditunjuk sebagai panglima yang membuat semua operasi militer berada dalam satu komando.

Sekarang, di bawah Surovikin, pasukan Rusia di Ukraina satu komando dengan merancang dan mengarahkan operasi militer secara terpusat.

“Namun ini juga sinyal bahwa mulai saat ini operasi akan dipusatkan ke satu wilayah tertentu. Mungkin Luhansk, mungkin Donetsk, mungkin Selatan. Yang pasti kita sekarang melihat menyusutnya operasi Rusia,” kata Alexandre Vautravers dari Swiss Military Review dilansir dari Aljazeera.

Tak lama setelah Putin menunjuk Surovikin, sejumlah kota di Ukraina termasuk ibu kota Kiev dihujani rudal Rusia.

Putin menyatakan serangan rudal ini balasan untuk serangan di Jembatan Kerch.

Putin agaknya berusaha membunuh hasrat berperang Ukraina, tetapi sejarah mencatat strategi bombardemen membabi buta seperti itu tak pernah bisa memadamkan api perlawanan.

Pasukan Ukraina sendiri bergeming. Mereka fokus mengusir Rusia dari semua wilayah Ukraina.

“Semua yang ilegal harus dihancurkan, semua yang dicuri harus dikembalikan kepada Ukraina, semua pendudukan Rusia harus diusir,” kata Penasihat Presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak.

Serangan rudal Rusia itu juga mengisyaratkan semakin sedikitnya opsi serang Rusia yang diyakini telah kehilangan banyak sumber daya perang, baik personel maupun alat perang.

Namun yang menarik dari semua itu adalah perdebatan di lingkaran dalam kekuasaan Putin yang akhirnya tersingkap ke publik.

Sebelum ini, perbedaan internal dalam rezim Putin ditutup rapat-rapat sehingga menyembunyikan adanya faksi-faksi dalam lingkaran kekuasaannya.

Kini, lingkaran terdalam Putin yang didominasi tokoh-tokoh berlatar intelijen dan militer yang biasa disebut Siloviki pimpinan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Panglima Angkatan Bersenjata Rusia Jenderal Valery Gerasimov, terlihat tak lagi sekuat dulu.

Mereka terus dikritik orang-orang dekat Putin lainnya yang non Siloviki dan bukan bagian sistem kekuasaan formal Rusia.

Entah ini baik atau tidak untuk strategi perang Rusia di Ukraina yang membutuhkan kesatuan sikap, internal kekuasaan Putin yang tak lagi padu bisa mempengaruhi keputusan di medan perang karena elite pengambilan keputusan perang sudah terpecah.

Kekalahan demi kekalahan telah membuat mereka tak lagi bisa lagi menyembunyikan persaingan di dalam lingkaran kekuasaan Putin.

Sekutu Jaga Jarak

Kekalahan juga membuat beberapa sekutu penting Rusia seperti China dan India menjaga jarak, yang belakangan meminta Rusia segera mengakhiri perang karena mungkin secara tidak langsung telah menggerogoti perekonomian mereka.

Pun demikian dengan tetangga-tetangga Rusia di Asia Tengah dan Kaukasia yang pernah menjadi satelit Uni Soviet, termasuk Uzbekistan, Azerbaijan dan Kazakshtan.

Kazakhstan yang memiliki perbatasan darat yang panjang dengan Rusia dan memiliki penduduk etnis Rusia dalam jumlah besar, menegaskan tak akan mengakui pemisahan diri wilayah-wilayah Ukraina yang diduduki Rusia.

Kazakhstan merasa skenario Ukraina bisa terjadi pada mereka, mengingat negeri ini juga berbatasan langsung dengan Rusia dan memiliki daerah-daerah berpenduduk mayoritas etnis Rusia seperti terjadi pada Ukraina.

Sementara itu, kemunduran dalam medan perang menjadi kabar buruk bagi rakyat Rusia, apalagi Putin sudah memobilisasi massa yang ditentang sebagian rakyatnya sampai ratusan ribu orang lari ke luar negeri demi menghindari wajib militer.

Situasi dapat menjadi lebih buruk lagi jika mobilisasi massa malah membuat korban perang semakin besar, apalagi jika Rusia terburu-buru menggelarkan pasukan cadangan hasil mobilisasi ini.

Mobilisasi sekiranya dapat membalikkan pendulum perang di Ukraina sehingga menyelamatkan pamor Putin, tapi juga bisa membuat bumi Rusia makin sering dikirimi peti jenazah serdadu mereka dari medan perang Ukraina.

Jika yang terakhir ini yang terjadi, maka Putin bisa mengulangi nasib Uni Soviet saat menduduki Afghanistan pada 1979-1989.

Menjelang akhir pendudukan Soviet di Afghanistan terjadi gelombang protes dari para ibu prajurit-prajurit Soviet yang diterjunkan ke Afghanistan. Ini mirip dengan rangkaian protes yang menentang mobilisasi parsial saat ini.

Keadaan seperti itu, ditambah kemunduran di medan perang, lingkaran dalam yang sudah tak akur, dan sikap sekutu-sekutu penting Rusia yang mulai menjaga jarak, bisa membuat peruntungan perang menjadi kian tidak berpihak kepada Rusia yang akhirnya bisa mempersulit posisi Putin sampai ada yang beranggapan presiden Rusia ini tengah mengawali akhir dari era kekuasaannya.

Bagikan Artikel
Continue Reading

Internasional

Resmi Putin Umumkan Pencaplokan Empat Wilayah Ukraina

Published

on

Photo Credit: Presiden Rusia Vladimir Putin. REUTERS/Maxim Zmeyev
Photo Credit: Presiden Rusia Vladimir Putin. REUTERS/Maxim Zmeyev

Telegraf – Presiden Rusia, Vladimir Putin, secara resmi mengumumkan pencaplokan empat wilayah Ukraina ke Rusia.

Berbicara dalam upacara di Kremlin pada Jumat, Putin mengatakan referendum yang berlangsung “hasilnya diketahui, orang-orang membuat pilihan mereka.”

Putin juga mengatakan dia tidak ragu bahwa Parlemen Rusia, Duma, akan mendukung pembentukan empat wilayah baru di Rusia ini.

“Donetsk, Kherson, Luhansk, Zaporizhzhia menggunakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, yang diabadikan oleh PBB,” katanya.

Putin juga mengatakan Moskow siap untuk kembali ke negosiasi damai dengan Kiev tetapi tidak akan mencabut hasil referendum.

Ia katakan, penduduk di empat wilayah Ukraina tersebut sekarang “menjadi warga negara Rusia selamanya.” Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan lebih dari 98 persen orang yang tinggal di wilayah Ukraina mendukung bergabungnya ke Rusia.

Pada 23-27 September 2022, wilayah separatis Ukraina di Donetsk dan Luhansk serta bagian Zaporizhzhia dan Kherson yang dikuasai Rusia mengadakan referendum untuk bergabung dengan Rusia.

Referendum itu dikutuk komunitas internasional, dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat menyebutnya “palsu” dan tidak akan diakui.

Bagikan Artikel
Continue Reading

Internasional

Ratu Elizabeth II Meninggal Dunia di Balmoral

Published

on

Ratu Elizabeth II wafat di usia 96 tahun di kastil Balmoral. Getty Images
Ratu Elizabeth II wafat di usia 96 tahun di kastil Balmoral, Skotlandia. Getty Images

Telegraf – Ratu Elizabeth II wafat di usia 96 tahun pada saat masih dalam perawatan dan ditemani oleh sebagian anggota keluarga di Kastil Balmoral, Skotlandia pada Kamis (08/09/2022) sore waktu Inggris, menurut pernyataan resmi Istana Buckingham.

“Ratu meninggal dengan tenang di Balmoral sore ini,” bunyi pernyataan Istana Buckingham yang di uggah kedalam cuitan twitter resmi Teh Royal Family.

 

 

Ia sendiri memang sedang dalam pemantauan intensif dari tim dokter di Istana Buckingham.

Ratu Elizabeth II juga direkomendasikan agar lebih banyak istirahat daripada menghadiri sejumlah acara.

Di tengah kondisi kesehatan yang memburuk itu, sejumlah pejabat Inggris ramai-ramai menyampaikan harapan baiknya.

Diketahui, PM Inggris yang baru terpilih misalnya, yang baru-baru ini menemuinya sebelum dilantik sebagai PM, Liz Truss, mengkhawatirkan kondisi Ratu Elizabeth II. Sementara itu, ketua Majelis Rendah Lindsay Hoyle juga menyampaikan harapan terbaiknya untuk Elizabeth.

Ratu Elizabeth II lahir pada 21 April 1926 di Bruton Street, London. Ia merupakan istri Pangeran Philip.

Wafatnya Ratu Elizabeth II itu mengakhiri masa kepemimpinannya selama 70 tahun dan sekarang putra sulungnya, Charles, otomatis akan naik takhta menjadi Raja Inggris.

Masa kepemimpinan Ratu Elizabeth II dimulai sejak 1952 yang menjadikannya sebagai penguasa monarki terlama di Inggris. Ketika itu Elizabeth menggantikan ayahnya, Raja George VI yang wafat pada 6 Februari 1952. Namun, acara penobatan Ratu Elizabeth II baru dilakukan di Westminster Abbey pada tahun berikutnya.

Masa kepemimpinan Ratu Elizabeth II bahkan tujuh tahun lebih lama dari Ratu Victoria.

Ratu Elizabeth II meninggalkan keluarga besar yang pada April 2021 juga berkabung atas wafatnya suami Ratu Elizabeth II, yaitu Pangeran Philip.

Ratu Elizabeth II dan Pangeran Philip, mempunyai empat anak yaitu, Charles, Anne, Andrew, dan Edward, dan delapan orang cucu. Selain itu, Ratu Elizabeth II juga memiliki 12 orang cicit.

Dengan wafatnya Ratu Elizabeth II dan naiknya Charles sebagai raja baru Inggris, Pangeran William naik menjadi pewaris pertama takhta kerajaan pada usia yang baru 40 tahun.

Kondisi tersebut membuat Raja Charles kemudian memberikan keterangan resmi untuk pertama kalinya sejak menjadi Raja mengenai ibunya, Ratu Elizabeth II yang meninggal dunia.

Raja Charles III mengatakan hal itu jadi kesedihan amat mendalam baginya dan seluruh keluarga.

“Meninggalnya Ibunda tercinta, Yang Mulia Ratu, merupakan momen kesedihan terbesar bagi saya dan seluruh anggota keluarga saya,” kata Raja Charles III.

Image

________________________________________________________________

Bagikan Artikel
Continue Reading
Advertisement
Advertisement

MUSIK

Advertisement
Advertisement

TELEMALE

Advertisement

Lainnya Dari Telegraf

close