Sign In
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
Telegraf

Kawat Berita Indonesia

  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Didaktika
  • Olahraga
  • Lainnya
    • Otomotif
    • Regional
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Telecoffee
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telefokus
Membaca Jejak Soeharto The Godfather of Orde Baru, Dari Militer, Kudeta Hingga Dilengserkan
Bagikan
Font ResizerAa
TelegrafTelegraf
Cari
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Internasional
  • Entertainment
  • Lifestyle
  • Technology
  • Didaktika
  • Olahraga
  • Lainnya
    • Otomotif
    • Regional
    • Musik
    • Religi
    • Properti
    • Opini
    • Telemale
    • Telecoffee
    • Philantrophy
    • Corporate
    • Humaniora
    • Cakrawala
    • Telefokus
Punya Akun? Sign In
Ikuti Kami
Copyright © 2025 Telegraf. KBI Media. All Rights Reserved.
Humaniora

Jejak Soeharto The Godfather of Orde Baru, Dari Militer, Kudeta Hingga Dilengserkan

Didik Fitrianto Selasa, 11 November 2025 | 11:50 WIB Waktu Baca 12 Menit
Bagikan
Michel Camdessus, Kepala IMF, menyaksikan saat Presiden Indonesia Soeharto menandatangani perjanjian di Jakarta (1998). Associated Press
Bagikan

“Piye kabare? enak jamanku toh?” mungkin anda sudah tidak asing lagi dengan ucapan tersebut. Itu adalah slogan populer dari Soeharto yang merupakan presiden kedua Republik Indonesia.

Contents
Kehidupan Awal dan Latar BelakangKarier Militer dan Peran Dalam KemerdekaanPeristiwa G30S/PKI dan Awal KepemimpinanOrde Baru, Stabilitas Politik dan Pembangunan EkonomiKorupsi dan KontroversiKrisis Moneter dan Jatuhnya SoehartoWarisan dan Pengaruh

Ia merupakan presiden dengan jabatan paling lama dalam sejarah Indonesia. Soeharto telah menjabat selama lebih dari tiga dekade dari tahun 1967 hingga 1998.

Di era kepemimpinannya, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang terbilang pesat dan dikenal sebagai era Orde Baru yang stabil. Namun, masa jabatannya juga disertai dengan berbagai kontroversi terkait otoritarianisme dan korupsi.

Sosok Soeharto dari kehidupan awal, perjalanan karier militer, masa kepresidenan, hingga warisannya dianggap penuh dengan pro dan kontra dalam sejarah Indonesia.

Kehidupan Awal dan Latar Belakang

Soeharto lahir pada 8 Juni 1921 di Desa Kemusuk, Bantul, Yogyakarta, dari pasangan petani sederhana Kertosudiro dan Sukirah, namun beberapa informasi juga beredar tentang versi lain bahwa Kertosudiro bukan ayah kandung Soeharto, melainkan ia adalah anak yang diasingkan dari ayah kandungnya yaitu seorang bangsawan dari trah Hamengkubowono II bernama Padmodipuro.

Kemudian Soeharto kecil yang masih berumur enam tahun diasingkan ke desa dan diasuh oleh Kertosudiro. Sebagai anak dari keluarga tidak mampu, Soeharto tumbuh dengan kehidupan yang penuh tantangan dan keterbatasan.

Orang tuanya bercerai saat ia masih kecil, dan ia berpindah-pindah tempat tinggal bersama anggota keluarga lainnya. Keterbatasan ekonomi membuat Soeharto tidak menyelesaikan pendidikan formal yang tinggi, tetapi ketangguhannya membuatnya mampu bertahan di masa-masa sulit.

Pada tahun 1940-an, Soeharto bergabung dengan dunia militer, pertama kali bekerja sebagai tentara Belanda di KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) sebelum akhirnya bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air) yang didirikan oleh Jepang untuk melatih para pemuda pribumi menghadapi sekutu.

Inilah yang menjadi titik awal karier militernya dan membentuk karakter disiplin yang kelak berpengaruh dalam gaya kepemimpinannya.

Karier Militer dan Peran Dalam Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Soeharto bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan turut serta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari Belanda.

Salah satu kontribusi penting Soeharto adalah dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, di mana TNI berhasil merebut kota Yogyakarta dalam waktu enam jam.

Keberhasilan serangan ini tidak hanya mengangkat moral para pejuang, tetapi juga menunjukkan kekuatan TNI kepada dunia internasional.

Prestasinya dalam pertempuran meningkatkan karier militer Soeharto. Ia terus mendapatkan kenaikan pangkat dan menjadi bagian dari tokoh militer yang cukup berpengaruh.

Pada tahun 1962, Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Mandala dalam operasi pembebasan Irian Barat, dan pada 1963 ia menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Jabatan ini sangat penting dan membuatnya menjadi salah satu sosok militer yang berpengaruh.

Peristiwa G30S/PKI dan Awal Kepemimpinan

Pada tahun 1965, peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) menjadi titik balik dalam perjalanan karier Soeharto. Pada malam itu, sekelompok pasukan Cakrabirawa menculik dan membunuh beberapa jenderal Angkatan Darat, hal itu menjadikan Soeharto dianggap telah merebut kekuasaan dalam salah satu kudeta militer paling berdarah di abad ke-20. Lalu Soeharto dan jenderal-jenderalnya menangkap dan membantai satu juta pekerja, petani, yang dianggap berafiliasi dengan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berhaluan Stalinis.

Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad segera mengambil alih kendali dan meredam situasi. Ia mengendalikan pasukan untuk mengatasi situasi darurat dan mengembalikan stabilitas nasional.

Setelah berhasil mengendalikan peristiwa tersebut, Soeharto memperoleh kepercayaan publik dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk kalangan militer dan politik.

Situasi yang kacau membuat Soekarno, presiden saat itu, menyerahkan mandat untuk menenangkan negara kepada Soeharto melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966 dan kemudian keberadaan dan orisinalitas dari surat tersebut juga penuh dengan kontroversi.

Dengan surat itu, Soeharto diberikan kewenangan penuh untuk memulihkan keadaan, termasuk menyingkirkan tokoh-tokoh yang diduga terlibat dalam G30S/PKI. Pada tahun 1967, Soeharto didapuk sebagai Pejabat Presiden dan pada tahun 1968, ia resmi menjadi Presiden Republik Indonesia.

Orde Baru, Stabilitas Politik dan Pembangunan Ekonomi

Era kepemimpinan Soeharto dikenal dengan istilah Orde Baru, sebuah periode yang bertujuan untuk mengoreksi kelemahan dan ketidakstabilan era sebelumnya.

Di awal pemerintahannya, Soeharto menitikberatkan pada stabilitas politik dan keamanan sebagai landasan utama pembangunan.

Orde Baru berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan nasional yang disertai dengan serangkaian program, seperti Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang menjadi pilar pembangunan sosial ekonomi Indonesia.

Beberapa pencapaian besar yang diraih selama era Soeharto antara lain:

1. Swasembada pangan

Soeharto memperkenalkan berbagai kebijakan yang mendukung pertanian nasional dan mencapai swasembada pangan pada tahun 1984.

2. Pembangunan infrastruktur

Di bawah kepemimpinannya, berbagai infrastruktur dibangun, termasuk jalan raya, jembatan, bandara, dan pelabuhan yang meningkatkan konektivitas antar wilayah.

3. Pengentasan kemiskinan

Program pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan menjadi prioritas, dengan peningkatan akses kesehatan dan pendidikan di pedesaan.

4. Stabilisasi ekonomi

Soeharto bekerja sama dengan para ekonom yang dijuluki “Mafia Berkeley” untuk menstabilkan ekonomi Indonesia dan menarik investasi asing yang membantu pertumbuhan ekonomi.

Namun, di balik keberhasilannya, pemerintahan Soeharto juga dikenal represif. Kebebasan berpendapat dibatasi, serta media berada di bawah pengawasan ketat bahkan tak sedikit yang di bredel jika dianggap mengganggu.

Baca Juga :  Rumuskan Solusi Stunting dan Anemia, Ilmuwan Mesir dan Turki Berkumpul di UNU Yogyakarta

Soeharto tidak ragu menggunakan militer untuk meredam gerakan protes dan pembangkangan, seperti yang terjadi dalam Operasi Seroja di Timor Timur pada tahun 1975.

Pemerintahannya sering menggunakan pendekatan keamanan untuk menjaga stabilitas yang dianggap otoriter oleh banyak pihak.

Korupsi dan Kontroversi

Pada akhir masa pemerintahannya, kritik mulai bermunculan terkait dugaan banyaknya praktik korupsi besar-besaran yang melibatkan Soeharto dan keluarganya.

Berbagai kasus penyalahgunaan kekuasaan dan kolusi dilaporkan, menyebabkan kerugian besar bagi negara. Yayasan-yayasan yang dikelola oleh keluarga Soeharto menjadi simbol nepotisme dan memperkaya diri sendiri.

Beberapa pihak memperkirakan kerugian negara mencapai triliunan rupiah akibat praktek-praktek korupsi ini.

Krisis Moneter dan Jatuhnya Soeharto

Pada tahun 1997, Indonesia diterpa krisis moneter Asia yang menyebabkan inflasi kian tinggi, pengangguran dan kemiskinan meningkat tajam.

Pemerintahan Suharto pun lalu menyetujui langkah-langkah pengetatan anggaran yang ketat setelah Dana Moneter Internasional (IMF) mengancam akan menahan kredit dari paket bantuan senilai $33 miliar, yang menyebabkan nilai tukar rupiah Indonesia dan harga saham anjlok.

Soeharto pun terpaksa menandatangani perjanjian IMF di televisi nasional pada 15 Januari, dengan Kepala IMF Michel Camdessus yang berdiri di belakangnya. Suharto diberitahu bahwa dia tidak punya pilihan, mengingat kondisi ekonomi Indonesia yang kacau balau.

Dalam kurun waktu kurang dari setahun, pendapatan per kapita tahunan turun dari $1.200 menjadi $300, dan nilai pasar saham dari $118 miliar menjadi $17 miliar. Hanya 22 dari 286 perusahaan yang terdaftar di bursa saham Indonesia yang dianggap solvabel.

Menurut perkiraan resmi, hampir dua juta orang telah kehilangan pekerjaan, termasuk sekitar 500.000 pekerja di industri tekstil. Serikat pekerja milik negara memperkirakan tingkat pengangguran dapat mencapai 11 persen dari tenaga kerja negara yang diperkirakan lebih dari 90 juta orang. Banyak lagi yang akan mengalami pengangguran setengah waktu.

Tentara dan polisi Indonesia telah siaga. Kerusuhan meletus di Bandung, tidak jauh dari ibu kota Jakarta, dan di Srono, Banyuwangi, Jawa Timur, seiring dengan kenaikan harga barang-barang pokok. Toko-toko dan supermarket telah dijarah, dan penimbunan barang meluas akibat ketidakpastian mengenai ketersediaan dan harga barang.

Kondisi ini akan memburuk seiring dengan penerapan paket IMF. Subsidi untuk barang-barang vital seperti bahan bakar dan listrik akan dikurangi.

Krisis ekonomi telah menimbulkan retakan mendalam dalam rezim militer Orba yang berkuasa selama 32 tahun. Soeharto tampaknya pasti akan disetujui untuk masa jabatan ketujuhnya oleh Dewan Perwakilan Rakyat, yang dijadwalkan bertemu pada 10 Maret 1997. Namun, konfirmasi resmi Soeharto sebagai calon presiden kembali, sekali lagi menyebabkan nilai rupiah anjlok menjadi kurang dari seperempat nilainya terhadap dolar AS pada waktu itu.

Tokoh oposisi Megawati Soekarnoputri, putri mantan Presiden Soekarno, mengatakan kepada ribuan pendukungnya bahwa “suksesi damai” harus diorganisir, dan menyatakan kesiapannya untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

Seruan publik agar Soeharto mundur pun datang dari Amien Rais, mantan Menteri Pertambangan dan Energi Mohammad Sadli, dan jenderal purnawirawan Bambang Triantoro.

Kekhawatiran terhadap kelanjutan kekuasaan Soeharto itu berasal dari keraguan di kalangan penguasa di Indonesia dan secara internasional mengenai kemampuannya untuk melaksanakan tuntutan IMF dan mengendalikan ketidakstabilan sosial yang semakin meningkat.

Selama tiga dekade terakhir, Soeharto, keluarganya, dan rekan-rekan militer serta bisnisnya yang dekat telah memperkuat cengkeraman mereka atas sebagian besar sektor ekonomi melalui sistem monopoli yang disahkan negara.

Namun waktu itu, IMF, dengan dukungan pemimpin AS, Jerman, Prancis, dan Australia, menuntut penghapusan semua hambatan terhadap investasi asing dan penghentian privilese Soeharto dan kroninya. Anak Soeharto, Hutomo Mandalaputra (Tomy), telah kehilangan monopoli perdagangan cengkeh yang menguntungkan, serta hak istimewa pajak, bea cukai, dan kredit untuk program mobil nasionalnya.

Dua belas proyek negara besar, termasuk pembangkit listrik, kilang minyak, dan rencana pembangunan pesawat penumpang Indonesia, telah dibatalkan. Monopoli dan pembatasan di sektor kayu, kertas, semen, minyak sawit, dan pengolahan tepung pun telah dihapuskan.

Rakyat mulai kehilangan kepercayaan pada pemerintah, dan terjadi demonstrasi besar-besaran di seluruh Indonesia yang menuntut Soeharto untuk mundur.

Setelah adanya tekanan dari berbagai pihak, termasuk militer dan politisi, Soeharto akhirnya mengundurkan diri pada 21 Mei 1998.

Pengunduran dirinya menandai berakhirnya era Orde Baru dan dimulainya era reformasi di Indonesia.

Warisan dan Pengaruh

Soeharto meninggalkan warisan yang kompleks dalam sejarah Indonesia. Di satu sisi, ia dianggap berjasa dalam pembangunan infrastruktur dan stabilitas ekonomi.

Di sisi lain, kebijakan represif dan otoriter serta dugaan korupsi membuatnya menjadi sosok kontroversial.

Setelah mengundurkan diri, Soeharto menjalani sisa hidupnya jauh dari sorotan publik dan beberapa kali menghadapi tuntutan hukum terkait korupsi. Namun, karena alasan kesehatan, ia tidak pernah menjalani proses persidangan.

Pada 27 Januari 2008, Soeharto meninggal dunia dan dimakamkan di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah.

Soeharto adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Dengan segala pencapaian dan kontroversinya, ia meninggalkan jejak yang mendalam pada bangsa ini.

Pemerintahannya selama 32 tahun membawa pembangunan dan perubahan besar, tetapi juga mengajarkan pentingnya kebebasan dan demokrasi di Indonesia.

Warisannya tetap menjadi bahan perdebatan hingga kini, di mana banyak pihak mengakui kontribusinya dalam pembangunan nasional namun juga mengkritik kebijakan otoriternya.

Soeharto telah memberikan pengaruh besar yang tetap dikenang dalam sejarah Indonesia, dan tepatnya pada 10 November 2025, ia kini telah dianugerahi gelar sebagai pahlawan nasional yang diberikan oleh mantan menantunya yang kini menjadi presiden Indonesia, Prabowo Subianto.

 

Bagikan Artikel
Twitter Email Copy Link Print

Artikel Terbaru

BTN Gandeng IKAHI Hadirkan Program “Graha Hakim” untuk Permudah Kepemilikan Rumah bagi Hakim
Waktu Baca 4 Menit
Usai Ledakan SMAN 72, Akses Game Online Akan Dibatasi Oleh Pemerintah?
Waktu Baca 5 Menit
Bahas Utang Kereta Cepat Whoosh, RI Kirim Tim Negosiasi ke China
Waktu Baca 3 Menit
Jejak Soeharto The Godfather of Orde Baru, Dari Militer, Kudeta Hingga Dilengserkan
Waktu Baca 12 Menit
Pahlawan Nasional Terima Apresiasi Sebesar Rp50 Juta per Tahun
Waktu Baca 2 Menit

Special Olympics Southeast Asia Football Competition 2025 Resmi Dibuka di Bandung

Waktu Baca 8 Menit

Dalam 10 Tahun BNI Salurkan KUR Pekerja Migran Rp936 Miliar

Waktu Baca 2 Menit

BPKN Desak AQUA Lakukan Pembenahan Tiga Tahap: Label, Kandungan, dan Distribusi

Waktu Baca 3 Menit

Purbaya Desak Pemda Segera Percepat Belanja Anggaran 2025

Waktu Baca 3 Menit

Lainnya Dari Telegraf

Heroes and the Meaning of Sacrifice
Humaniora

Bangkitlah Dengan Nurani, Setiap Zaman Butuh Pahlawan Baru

Waktu Baca 2 Menit
Humaniora

Rumuskan Solusi Stunting dan Anemia, Ilmuwan Mesir dan Turki Berkumpul di UNU Yogyakarta

Waktu Baca 6 Menit
Humaniora

Merayakan Inisiatif Perdamaian Global, UNU Jogja – Indika Foundation Gelar “2R: Ruang Riung

Waktu Baca 6 Menit
Humaniora

Mayoritas Penyandang Disabilitas Tak Kuliah dan Tak Bekerja

Waktu Baca 5 Menit
Telegraf
  • Nasional
  • Ekonomika
  • Politika
  • Regional
  • Internasional
  • Cakrawala
  • Didaktika
  • Corporate
  • Religi
  • Properti
  • Lifestyle
  • Entertainment
  • Musik
  • Olahraga
  • Technology
  • Otomotif
  • Telemale
  • Telecoffee
  • Telerasi
  • Philantrophy
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
MUSIKPLUS
  • Kirim
  • Akunku
  • Hobimu
  • Subscribe

Copyright © 2025 Telegraf. KBI Media. All Rights Reserved.

Selamat Datang!

Masuk ke akunmu

Lupa passwordmu?