Telegraf, Jakarta – Halaman depan Lembaga Pemasyarakatan Tangerang, Banten, penuh sesak. Sekelompok mahasiswa, aktivis, hingga anggota majelis taklim berkumpul menjadi satu. Kamis kemarin, mereka menanti pembebasan bekas pemimpin institusi antikorupsi, Antasari Azhar.
Pukul sepuluh pagi, pria berkumis tebal muncul dari balik pintu. Antasari keluar penjara. Lantunan salawat diiringi tabuhan rebana meramaikan acara pelepasan.
Dia mengenakan peci hitam dengan pin kecil merah putih di atasnya. Tatapan tajamnya langsung mengarah ke bayi mungil yang digendong Ida Laksmiwati, istri Antasari.
Antasari sempat terdiam. Ida segera memberitahu, bayi itu adalah cucu mereka yang paling kecil, anak putri keduanya, Ajeng Oktarifka Antasari Putri.
Itu adalah pertemuan pertama Antasari dengan cucunya tersebut. Antasari langsung menggendong bocah berusia sembilan bulan itu.
Ketika masuk penjara pada 2009, Antasari belum memiliki cucu. Ajeng saat itu belum menikah. Kini Antasari sudah dikaruniai tiga cucu.
Keluarga inti Antasari menunggu di depan pintu keluar Lapas. Anak, menantu, dan cucunya kompak mengenakan pakaian putih, sementara Antasari dan istrinya berpakaian merah.
Usai mengecup kening istrinya, Antasari duduk untuk menggelar jumpa pers. Dia didampingi Ida, Kepala Lapas Tangerang Arpan, dan guru spritiualnya Sa’adih Al Batawi.
Melihat kerumunan wartawan di hadapannya, Antasari teringat momen tujuh tahun lalu, saat ia digiring ke dalam sel penjara.
“Saya mau masuk penjara karena ada putusan pengadilan yang memerintahkan saya harus menjalani hukuman. Tapi bukan karena perbuatan seperti yang didakwakan,” kata Antasari.
Sebagai aparat penegak hukum kala itu, Antasari mengklaim harus mentaati hukum. Dia menjalani putusan pengadilan untuk pembelajaran publik, bahwa seorang warga negara yang tidak sepatutnya menentang hukum.
Antasari menyebut adagium, bahwa putusan pengadilan walaupun salah harus dianggap benar. Res judicata pro veritate habetur. Karena itulah dia masuk bui. “Saya tidak ingin bikin kegaduhan,” ujarnya.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2007-2011 itu meringkuk di Lapas Tangerang setelah divonis 18 tahun penjara. Hakim memutuskan Antasari terlibat pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen.
Tak sampai dua tahun menjabat ketua KPK, Antasari diberhentikan tetap oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 Oktober 2009.
Dia menjalani hukuman penjara selama 7,5 tahun. Selama periode itu, Antasari mendapatkan remisi sebanyak 4,5 tahun. Angka 12 tahun itu memenuhi kriteria bebas bersyarat yang mengharuskan terpidana menjalani dua per tiga vonis.
“Sejak saya keluar pintu tadi, dendam, marah, kecewa saya, saya tinggal di dalam. Sekarang saya pulang dengan hati bersih. Saya tidak mau membawa beban untuk keluarga,” kata Antasari.
Usai menerima pembebasan bersyarat, pria 63 tahun itu tak sabar ingin segera menginjakkan kaki di rumahnya. Iring-iringan kendaraan ikut mengawal perjalanan ke perumahan elite Les Belles Maisons, Serpong, Tangerang Selatan.
Setibanya di rumah, keluarga besar dan sejumlah rekan langsung menyambut Antasari dengan tangis bahagia. Jabat tangan dan pelukan tak henti datang kepadanya.
Salah satu karangan bunga dipajang di depan rumah dengan tulisan “Welcome Home Pahlawan Bangsa Bapak Antasari Azhar, Kami Bangga Padamu.”
Antasari menggelar acara potong tumpeng sebagai bentuk rasa syukur atas hari pembebasan. Potongan pertama dia berikan kepada guru spiritualnya.
Tanggal 26 November mendatang, Antasari berencana mengadakan syukuran. Dia akan mengundang sejumlah kolega, senior, dan orang-orang yang pernah menjenguknya di lapas, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla.
“Pak JK beberapa kali besuk saya ke dalam. Ketika saya terpuruk, dia muncul. Itulah sahabat sejati. Saat saya menikahkan anak, beliau juga menjadi saksi,” katanya.
Namun SBY tidak ada dalam daftar tamu yang akan diundangnya. “Bagaimana saya mau mengundang, dulu saat saya masuk penjara, say hallo juga enggak,” ujarnya.
Kasus BLBI dan Century
Saat memimpin KPK, Antasari berusaha mengusut kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Menurutnya, BLBI yang selama ini diutarakan ke publik adalah BLBI swasta, bank swasta yang sudah ditangani kejaksaan.
Dia mengingatkan kembali, dana BLBI di era Orde Baru telah dikucurkan sebanyak Rp600 triliun. Rinciannya, Rp154 triliun untuk bank swasta dan Rp446 triliun untuk bank pemerintah atau plat merah.
“Ke mana itu (dana untuk) bank pelat merah, seolah-olah tidak ada masalah. Itu yang dulu mau kami usut, tapi belum selesai saya mau usut itu, baru tahap mengumpulkan data, saya sudah masuk tahanan,” katanya.
Persoalan lain terkait kasus pemberian dana talangan Bank Century yang menurutnya belum selesai. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan moneter dan Devisi, Budi Mulya, ditahan 10 tahun.
Budi terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama atas kasus tersebut. Hingga kini hanya Budi yang diadili. Padahal menurut Antasari, kejahatan itu dilakukan bersama. Dia mempertanyakan aktor lainnya.
“Seharusnya KPK meneruskan PR-PR yang belum selesai, kan banyak enggak usah saya sebutkan, ada Century, BLBI,” katanya.
Malam sebelum dibebaskan, Antasari mengaku dihubungi Andi Syamsudin, adik kandung Nasrudin Zulkarnaen. Andi meminta Antasari bekerja sama dengan keluarganya membongkar kasus kematian kakaknya, Nasrudin.
“Katanya (Andi), jangan sungkan-sungkan, Pak! Kita bongkar saja,” ujar Antasari.
Namun untuk saat ini Antasari berusaha ikhlas. Dia ingin menikmati ketenangan bersama keluarga sambil menata situasi di masa transisi. Antasari berniat umrah pada Januari tahun depan. Setelah itu, dia baru memutuskan langkah yang akan diambil selanjutnya.
“Nanti setelah tiga bulan baru saya menentukan sikap, saya mau ke mana dan harus berbuat apa,” katanya.
Dia mengaku puas selama tujuh tahun enam bulan di dalam tahanan. Enam tahun di antaranya, Antasari melakukan perlawanan hukum terhadap kasusnya. Mulai dari banding, kasasi, peninjauan kembali, uji materi, hingga gugatan perdata.
Semuanya gagal. Dia menyadari saat ini dirinya tak lagi memiliki kewenangan di lembaga penegak hukum.
“Kalau dulu punya kewenangan untuk melakukan apa. Sekarang tidak ada, dipreteli semua,” ujarnya.
Meski selalu gagal, dia mengaku tidak merasa jenuh dengan usahanya. Dia terus melakukan perlawanan hukum untuk meyakinkan kepada para pihak penentu kebijakan di bidang hukum.
“Saya terus lakukan itu, saya ingin meyakinkan mereka bahwa keadilan itu memang harus diikhtiarkan, tidak bisa kita menerima begitu saja,” tegasnya.
Hingga kini Antasari masih memperjuangkan grasi. Dia berharap presiden mengabulkannya sehingga dirinya bisa mengajukan rehabilitasi.
Antasari mengaku tidak khawatir dengan serangan dari lawan politiknya pasca pembebasan ini. Sejak menjabat Ketua KPK, dia memegang sebuah filosofi asal daerahnya, Sumatera Selatan.
Jika takut terlindas ombak, jangan dirikan rumah di pinggir pantai. Dia mengartikan, kalau takut mendapat resiko, jangan jadi penegak hukum. Sebab menurutnya, penegak hukum rentan resiko.
Selama lebih dari tujuh tahun, resiko itu telah dia jalani. Antasari kini telah memperoleh kemerdekaannya kembali. “Ombak itu sudah selesai,” tuturnya. (Ist)
Foto : Antasari Azhar pada saat beru pertama melangkahkan kaki keluar lapas kelas IA Tangerang. | Antara Photo/Lucky R.