Telegraf – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan bahwa perusahaan aplikasi transportasi online wajib menerapkan sistem bagi hasil yang adil, transparan, dan proporsional sesuai tarif yang dibayarkan pengguna. Penegasan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah memperkuat fondasi regulasi pekerja berbasis platform.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Afriansyah Noor, menjelaskan bahwa Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) yang tengah dibahas tidak hanya mengatur pembagian pendapatan, tetapi juga menjamin hak-hak dasar pekerja platform.
“Salah satu aspek penting yang menjadi fokus kita hari ini adalah sistem bagi hasil dan transparansi tarif,” kata Wamenaker, Rabu (26/11/2025).
Hingga kini, pengaturan tarif ojek online masih mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022 beserta perubahannya. Ketentuan tersebut mengatur biaya jasa berdasarkan tiga zona serta batas sewa aplikasi maksimal 20 persen sebagai biaya tidak langsung.
Namun di tengah besarnya kontribusi pekerja platform pada ekonomi digital, perlindungan sosial bagi mereka belum bersifat wajib. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) masih dibayar secara mandiri dan sukarela. Dampaknya, tingkat kepesertaan hingga Mei 2025 baru mencapai sekitar 320 ribu pekerja angka yang dinilai masih rendah.
“Di sisi lain, biaya operasional seperti bahan bakar, perawatan kendaraan, cicilan motor, hingga pulsa masih sepenuhnya ditanggung pekerja. Pendapatan mereka sangat bergantung pada insentif yang dapat berubah sewaktu-waktu,” ujarnya.
Situasi tersebut, menurut Afriansyah, menunjukkan pentingnya regulasi yang lebih komprehensif, seimbang, dan berpihak pada keberlanjutan ekosistem transportasi online. Pemerintah ingin memastikan tiga kepentingan berjalan selaras: perlindungan pekerja, keberlangsungan usaha perusahaan aplikasi, dan kepastian tarif bagi masyarakat pengguna layanan.
“Tujuan kita bukan hanya memberikan perlindungan bagi pekerja platform, tetapi juga memastikan keberlangsungan usaha bagi perusahaan aplikator serta kepastian tarif bagi masyarakat,” tegasnya.
Hal itu diutarakan Afriansyah dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Kemnaker beberapa waktu lalu. Forum tersebut ini bertujuan menghimpun masukan dari perusahaan aplikator mengenai substansi Ranperpres tentang Pelindungan Pekerja Transportasi Berbasis Platform Digital, khususnya terkait skema bagi hasil yang menjadi perhatian utama ekosistem transportasi online.
“Kami berharap masukan konstruktif dari aplikator, pekerja, dan seluruh pemangku kepentingan untuk menyempurnakan rancangan peraturan ini, agar sistem bagi hasil dapat adil, transparan, dan berkelanjutan bagi seluruh pihak,” imbuhnya.
Anggota Komisi V DPR, Adian Napitupulu, yang turut hadir dalam FGD, menegaskan pentingnya keterbukaan perusahaan aplikasi dalam menyusun skema bagi hasil.
“Persoalan bagi hasil tak akan selesai kalau tidak ada keterbukaan. Negara harus tahu, tak boleh persentase hanya diketahui aplikator saja,” tegas Adian.
Melalui penyusunan Ranperpres ini, pemerintah menegaskan komitmennya menciptakan tata kelola transportasi online yang lebih adil dan transparan, melindungi pekerja, menyehatkan persaingan usaha, dan memberikan kepastian bagi masyarakat sebagai pengguna layanan.