Telegraf – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjalin kemitraan inovatif dengan Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian (Prospera) untuk memperkuat perbankan nasional dalam menghadapi krisis iklim. Kerja sama OJK dengan Prospera ini akan memberikan dukungan kepada perbankan dalam pengembangan kebijakan iklim di Indonesia.
“Kerja sama ini berpusat pada penyediaan dukungan yang diperlukan untuk pengembangan kebijakan iklim yang merupakan tonggak penting dalam upaya kita bersama untuk mengatasi salah satu tantangan paling mendesak saat ini, yaitu manajemen risiko iklim untuk industri perbankan di Indonesia,” kata Chief Executive of Banking Supervision OJK Dian Ediana Rae dalam Kick Off Cooperation OJK-Prospera on Climate Risk Management Policies for Indonesian Banks, Jumat (27/06/2024).
Dian mengatakan, perubahan iklim bukan semata-mata masalah lingkungan hidup. Namun, perubahan iklim merupakan potensi risiko sistemik yang berdampak pada sistem keuangan, perekonomian, dan masyarakat luas. Menurutnya, meningkatnya frekuensi dan tingkat kerusakan kejadian yang disebabkan krisis iklim menyebabkan ancaman besar bagi stabilitas keuangan.
Maka dari itu, penting untuk melakukan penilaian kerentanan terhadap perubahan iklim di sektor perbankan, terutama mengingat letak geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Dari sisi emisi karbon, Indonesia secara global menduduki peringkat kelima negara penghasil emisi tertinggi dengan proporsi 2,3%.
“Sementara dari sisi portofolio perbankan, kami juga menyadari bahwa alokasi kredit pada sektor-sektor dengan intensitas karbon tinggi cukup signifikan. Terhitung sekitar 40% dari total kredit di industri perbankan,” ujarnya.
Temuan tersebut menunjukkan ada kebutuhan mendesak akan langkah-langkah proaktif, tata kelola, dan kerangka manajemen risiko yang kuat di perbankan Indonesia untuk memitigasi potensi dampak buruk dari risiko keuangan terkait perubahan iklim.
Penyelarasan dengan pembaruan kebijakan global, hal ini juga akan memastikan keselarasan dengan pembaruan kebijakan global, praktik terbaik industri, dan tuntutan pemangku kepentingan. Untuk mengatasi masalah keberlanjutan dan risiko iklim, OJK telah mempromosikan inisiatif keuangan berkelanjutan sejak tahun 2015 melalui penerapan peta jalan keuangan berkelanjutan, insentif dalam pembiayaan kendaraan listrik, dan penerbitan obligasi ramah lingkungan.
Beberapa peraturan juga diperkenalkan untuk memperkuat pelaporan keuangan berkelanjutan untuk sektor jasa keuangan, mendorong pertumbuhan sumber pendanaan berkelanjutan melalui obligasi berkelanjutan.
“Pertukaran karbon Indonesia dan mandat pengelolaan risiko terkait iklim di sektor perbankan melalui tata kelola karbon yang baik dan praktik manajemen risiko,” ucapnya.
Untuk mencapai target net zero emission (NZE), OJK memperkuat dengan pengembangan pedoman manajemen risiko perubahan iklim di sektor perbankan, yang disebut juga dengan Panduan Manajemen Risiko Iklim dan Analisis Skenario atau CRMS, yang diterbitkan pada awal Maret 2024.
Hal ini merupakan terobosan kebijakan yang mendorong industri perbankan sebagai mesin perekonomian nasional untuk melakukan mitigasi risiko iklim.
“Panduan CRMS dirancang untuk membantu bank dalam mengevaluasi dampak perubahan iklim terhadap keberlanjutan operasional dan bisnis mereka dengan menerapkan kerangka kerja manajemen risiko iklim yang terstandarisasi, mengadopsi skenario dan metodologi yang konsisten dan mengandalkan sumber data dan referensi yang dapat diandalkan,” tandasnya.