TELEGRAF – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyebut ada aktor utama di balik gugatan terhadap partai berlambang kepala banteng moncong putih tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Berdasarkan informasi, empat orang kader PDIP telah mengajukan gugatan terhadap pembentukan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP masa bakti 2024-2025. Pembentukan atau perpanjangan masa jabatan kepengurusan yang resminya berakhir 9 Agustus 2024 tersebut dinilai tak sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD ART) PDIP. Empat orang kader PDIP tersebut bernama Djupri, Jairi, Manto, Suwari dan Sujoko.
“Sekarang ini, kan, partai politik lagi kena demam, demam berdarah ini. Jadi harus dicek itu siapa di balik mereka itu yang penting,” kata Kepala Mahkamah Kehormatan Partai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Komarudin Watubun di Kompleks DPR Senayan, Selasa (10/09/2024).
PDIP melalui Ketua Umum Megawati Soekarnoputri memang mengeluarkan surat keputusan (SK) nomor M.HH-05.11.02 tahun 2024 yang isinya penunjukkan dan pembentukan pengurus DPP PDIP untuk masa jabatan 2024-2025; atau hingga partai tersebut menggelar kongres tahun depan.
kemudian menggugat melalui kuasa hukumnya, Victor Nadapdap. Mereka berdalih, PDIP telah menelurkan AD ART yang termaktub pada Keputusan Nomor 10/KPTS/Kongres-V/PDI-Perjuangan/VIII/2019.
Dalam aturan tersebut, secara jelas tertulis bahwa kepengurusan DPP PDIP hanya berusia lima tahun. Sehingga, kepengurusan yang dibentuk dari Kongres PDIP pada 2019 hanya memiliki masa jabatan hingga Agustus 2024.
Berdasarkan AD ART, ketua umum PDIP pun tak memiliki kewenangan untuk mengubah AD ART dan memperpanjang masa jabatan pengurus DPP tanpa melalui kongres partai. Berarti, sejatinya, kepengurusan DPP PDIP baru akan dibentuk kembali melalui Kongres ke-6 pada 2025.
Dalam gugatan tersebut, para kader pun meminta Kementerian Hukum dan HAM mencabut SK Kepengurusan DPP PDIP yang sempat disetujui pada saat politikus senior PDIP Yasona Laoly menjabat menteri. Saat ini, Kementerian Hukum dan HAM tengah dipimpin oleh kader Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas.
Komarudin mengklaim, PDIP tak gentar dan tak khawatir terhadap gugatan tersebut. Dia menilai, PDIP tak selemah partai politik lain yang bisa dikendalikan melalui sejumlah dinamika politik dan hukum.
“Melemahkan dari mana, bagaimana bisa lemahkan PDIP. Kalau yang lain ya gampang dilemahkan, tapi kalau di PDIP sudah lewat yang begitu,” tegasnya.
Hal ini juga sudah pernah dibahas oleh Megawati saat memberikan pidato pada acara pengumuman daftar calon kepala daerah. Dia mengklaim sebagai ketua umum memiliki hak prerogatif untuk memperpanjang kepengurusan. Dia pun mengancam orang-orang yang berniat untuk mengambil alih PDIP.
Dalam beberapa tahun terakhir, dinamika partai politik memang penuh dengan manuver. Partai Demokrat pernah harus berhadapan dengan kepengurusan tandingan yang dimotori oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
Partai Golkar usai melakukan tarik ulur penetapan calon pada Pilkada Serentak juga terkena imbas. Ketua Umum Airlangga Hartarto tiba-tiba mengundurkan diri secara mendadak. Sejumlah elit Partai Golkar yang mencolok pun enggan mengisi kursi ketua umum yang kemudian diambil menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bahlil Lahadalia.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), juga tengah diterpa goncangan politik di internalnya saat belum juga memastikan posisi berada di kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sejumlah elit PKB berkonflik dengan PBNU.
Muktamar PKB juga sempat diisukan akan menggulingkan kepengurusan Muhaimin Iskandar. Akan tetapi, isu ini belum terjadi hingga Cak Imin menggandeng Ma’ruf Amin pada kepengurusan PKB yang baru. Meski isu tentang potensi muktamar tandingan masih bergulir.
“Makanya harus kita cek dulu apakah itu kader (PDIP) atau bukan, karena partai kita ada aturannya. Peristiwa yang terjadi selama ini kan ada sponsornya. Tapi saya tidak bilang siapanya,” ujarnya.
Hal ini disampaikan termasuk soal isu yang menyebutkan Jokowi berupaya untuk mengambil alih PDIP dari Megawati Soekarnoputri.
“Saya tidak bilang Mulyono, tapi kan peristiwa yang terjadi selama ini kan ada sponsornya jadi bagi saya ya itu biasa-biasa saja,” tandasnya.